Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

DPRD Sulut

Baso Affandi: Partai Demokrat Harus Dewasa Sikapi PAW DPRD Sulut, Jangan Jadi Konflik Internal

Penundaan pelantikan Royke Anter sebagai Wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara menggantikan Billy Lombok mendapat sorotan.

Dok Pribadi
PAW - Pengamat Politik Sulut, Baso Affandi. Baso Affandi mengatakan penundaan pelantikan Royke Anter sebagai Wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara menggantikan Billy Lombok harus disikapi dengan kepala dingin. 

TRIBUNMANADO.CO.ID – Penundaan pelantikan Royke Anter sebagai Wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara menggantikan Billy Lombok mendapat sorotan dari berbagai kalangan.

Pengamat Politik Sulut, Baso Affandi menilai situasi ini sebagai bagian dari dinamika kelembagaan yang harus disikapi dengan kepala dingin, serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Menurutnya, pembatalan pelantikan PAW ini jangan dimaknai sebagai hambatan politik, tapi sebagai bentuk penghormatan terhadap prosedur hukum. 

"Dalam negara hukum, keabsahan dan legitimasi pejabat publik harus melalui mekanisme yang sah,” ujar Affandi, Kamis (1/5/2025).

Ia mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pelantikan pimpinan DPRD hasil PAW adalah kewenangan Ketua Pengadilan Tinggi. 

"Pasal 36 ayat 3 secara tegas menyebutkan bahwa sumpah/janji pimpinan DPRD dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi. Jadi, ketidakhadiran Ketua PT membuat pelantikan memang tidak bisa dilanjutkan. Ini bagian dari asas legalitas dalam administrasi publik," jelasnya.

Affandi menambahkan, penundaan ini seharusnya menjadi refleksi penting bagi Partai Demokrat agar menjaga soliditas dan tidak membiarkan perbedaan pendapat menjadi konflik terbuka.

Menurutnya, Partai Demokrat perlu menunjukkan bahwa mereka memiliki manajemen internal yang matang. 

"Jangan sampai proses PAW yang semestinya administratif berubah menjadi persoalan politik yang mencederai citra partai. Ini momentum untuk memperlihatkan kedewasaan berpolitik,” ujarnya.

Dari perspektif teori institusionalisme, lanjut Affandi, lembaga-lembaga seperti DPRD dan Pengadilan Tinggi berperan penting menjaga stabilitas sistem politik. 

Proses PAW bukan sekadar pergantian kursi, tapi bagian dari menjaga representasi rakyat yang sah.

“Setiap tindakan harus tetap berada dalam koridor hukum. Ini memperkuat legitimasi, dan di situlah esensi demokrasi: prosedur itu tidak boleh diabaikan hanya karena dorongan kepentingan politik jangka pendek,” katanya.

Ia juga mengaitkan situasi ini dengan teori kontrak sosial yang menempatkan wakil rakyat sebagai pemegang mandat publik yang harus sah dan etis dalam proses pengangkatannya.

“Dalam pandangan Rousseau, mandat rakyat itu suci. Maka, proses pergantian kekuasaan juga harus menjaga keabsahan kontrak tersebut. Kalau ada gugatan, ya dihormati dulu proses hukumnya,” tegas Affandi.

Mengenai efektivitas lembaga, Affandi menyatakan bahwa proses PAW memang penting untuk memastikan DPRD bekerja maksimal. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved