Presiden Prabowo Subianto
Akhirnya Terungkap Alasan Lokataru Foundation Gugat Presiden Prabowo, Minta Seorang Menteri Dipecat
Adapun nama Penggugat adalah Yayasan Citta Loka Taru dan tergugat adalah Presiden Republik Indonesia.
TRIBUNMANADO.CO.ID- Cukup mengejutkan, Presiden Prabowo Subianto digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Presiden Prabowo digugat oleh Lokataru Foundation.
Perkara gugatan ternyata cukup sederhana, terkait hak prerogatif Presiden.
Baca juga: Niat Presiden Prabowo Subianto Bangun 200 Sekolah Rakyat, Anak Orang Kurang Mampu Tidak Boleh Miskin
Mereka menggugat lantaran Presiden Prabowo belum memberhentikan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto.
Ternyata yang menjadi landasan, lantaran diduga Yandri Susanto terlibat dalam pemenangan satu Paslon di Pilkada Serang.
Namun hal tersbeut dibantah oleh Yandri.
Lokataru Foundation diketahui merupakan lembaga organisasi sipil yang dibentuk oleh para pegiat hak asasi manusia (HAM).
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, di situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Negara, gugatan Lokataru ke Presiden Republik Indonesia tertulis pada Rabu, 16 April 2025.
Dalam situs yang sama, tertulis pula perkara Tindakan Administrasi Pemerintah/Tindakan Faktual.
Gugatan tersebut, gugatan terdaftar dengan nomor perkara 130/G/TF/2025/PTUN.JKT.
Adapun nama Penggugat adalah Yayasan Citta Loka Taru dan tergugat adalah Presiden Republik Indonesia.
Namun, dilihat Tribunnews pada Sabtu (19/4/2025), keterangan gugatan 'belum dapat ditampilkan'.
Dikutip dari Kompas.com, Presiden Prabowo digugat ke PTUN karena belum memberhentikan Mendes PDT Yandri Susanto yang terbukti cawe-cawe dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Kabupaten Serang, Tangerang.
Hal tersebut, dikonfirmasi Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/4/2025).
“Dalam gugatannya, Lokataru Foundation memohon Majelis Hakim PTUN Jakarta untuk menyatakan Presiden telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena tidak memberhentikan Yandri Susanto,” katanya.
Selain itu, Lokataru meminta agar ada pengangkatan seseorang dengan integritas dan profesional untuk menggantikan Yandri.
Sebagai informasi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan dalam sidang terbuka pada 25 Februari 2025, mengungkapkan Mendes Yandri terbukti menggunakan jabatannya untuk memengaruhi kepala desa agar mendukung calon yang memiliki hubungan keluarga dengannya.
Dijelaskan Delpedro, tindakan ini dianggap melanggar prinsip netralitas pejabat negara, bertentangan dengan Pasal 71 ayat (1) UU Pilkada, dan memenuhi unsur nepotisme sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999.
Sejak putusan MK hingga saat ini, Yandri masih menjabat sebagai menteri di Kabinet Merah Putih.
Padahal, lanjut Pedro, sesuai Pasal 17 UUD 1945, Presiden memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, terutama ketika menteri tersebut terbukti melanggar prinsip integritas dan akuntabilitas,” lanjut Pedro.
Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, Lokataru telah menempuh berbagai upaya administratif.
Termasuk mengirim surat permintaan pemberhentian pada 26 Februari 2025, keberatan administratif pada 21 Maret 2025, dan banding administratif pada 8 April 2025.
Kata Pakar Hukum
Guru Besar Hukum Tata Negara Univ Esa Unggul Jakarta sekaligus Founder TREAS Constituendum Institute, Prof Djuanda, turut merespons soal gugatan yang dilayangkan kepada Presiden Prabowo itu.
Sebelumnya, gugatan dilakukan dengan alasan Presiden melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) karena tidak memberhentikan Mendes Yandri.
Terkait hal itu, Djuanda mengatakan, kewenangan untuk mengevaluasi dan memutuskan seorang Menteri layak dipertahankan atau tidak, itu otoritas absolut atau hak prerogatif Presiden.
"Otoritas yang absolut atau hak prerogatif Presiden tersebut jelas diberikan oleh Konstitusi dan Undang Undang yang berlaku."
"Oleh karena itu secara hukum tata negara dan hukum administrasi Negara khususnya UU No. 61 Tahun 2024, belum ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Presiden dengan tidak memberhentikan Menteri Yandri Susanto dalam kaitannya dengan amar putusan MK tentang Sengketa Pilkada Kabupaten Serang beberapa bulan yang lalu," katanya dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (19/4/2025).
Apalagi dalam amar putusan MK dan diktumnya tidak satu pun menyatakan adanya kewajiban atau perintah kepada Presiden untuk memberhentikan Pak Yandri Susanto dari Menteri Desa dan PDT.
Prof Djuanda menambahkan, sebagai warga negara yang taat pada hukum maka siapapun harus menerima dengan legowo putusan dimaksud.
"Oleh karena itu Pemungutan suara ulang di Kab Serang pada tanggal 19 April 2025 ini merupakan tantangan tersendiri dan momen pembuktian bagi Pak Yandri Susanto dan timnya untuk membuktikan bahwa kemenangan pasangan 02 pada Kabupaten Serang bukan dihasilkan atas perbuatan cawe cawe Mendes."
"Apa pun hasil dari PSU 19 April 2025, saya berpendapat bahwa gugatan Lokataru yang mengaitkan amar putusan MK dengan perbuatan melawan hukum penguasa akibat Presiden tidak memberhentikan Pak Yandri Susanto sebagai MENDES dan PDT sangat lemah dan sulit diterima secara hukum," jelas Djuanda.
"Oleh karena itu prediksi saya gugatan Lokataru tersebut akan sulit diterima atau sulit dikabulkan secara hukum karena dasar dan alasan hukumnya sangat lemah," imbuhnya
Yandri Susanto Klarifikasi soal Cawe-cawe di Pilkada Serang 2024
Diberitakan sebelumnya, Mendes PDT, Yandri Susanto, mengaku tidak terlibat dalam upaya pemenangan Ratu Rachmatu Zakiyah, istrinya, sebagai bupati Kabupaten Serang periode 2025-2030.
Yandri Susanto pun membantah tudingan ikut campur atau cawe-cawe di Pilkada Kabupaten Serang 2024.
Dalam amar putusannya, hakim konstitusi pada MK menyebutkan Yandri Susanto terlibat dalam kemenangan pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Serang nomor urut 02, Ratu Rachmatu Zakiyah-Najib Hamas.
“Jadi 3 Oktober, saya diundang bukan pihak yang mengundang. Dan itu ada suratnya dan telah disampaikan ke MK,” katanya dalam konferensi pers di Kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
MK juga menyinggung soal acara haul dan Hari Santri di Banten.
"Yang didalilkan oleh MK adalah acara haul dan Hari Santri di pondok pesantren kami, sudah disampaikan secara terbuka oleh Bawaslu dari awal sampai akhir acara itu tidak ada satu huruf pun atau satu kata pun saya menyampaikan pernyataan, ajakan, atau istilah halusnya ada untuk mengarah kepada kampanye," jelas Yandri.
Pemungutan Ulang di Pilkada Banten
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon pada sengketa hasil Pilkada Kabupaten Serang 2024.
MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Serang Banten dan meminta pemungutan suara ulang (PSU) pada seluruh TPS di Kabupaten Serang.
Ratu merupakan istri dari Yandri Susanto yang berpasangan dengan Muhammad Najib, pemilik suara terbanyak di Pikada Serang 2024.
Terkait cawe-cawe Yandri dalam Pilkada Serang dinilai MK sudah merusak kemurnian suara pemilih dan berujung memengaruhi hasil Pemilukada secara signifikan.
“Mahkamah meyakini terjadi serangkaian pelanggaran yang secara fundamental telah merusak kemurnian suara pemilih,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih di ruang panel utama Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025).
Mahkamah mengatakan, Yandri Susanto telah menguntungkan paslon nomor urut 2 karena menyelenggarakan atau menghadiri kegiatan yang di dalamnya terdapat pernyataan bersifat meminta atau mengarahkan kepala desa untuk mendukung paslon nomor urut 2.
Pernyataan dukungan kepala desa kepada paslon nomor urut 2 juga nyata sebagai bentuk pelanggaran pemilu dalam Pasal 71 Ayat (1) UU 10/2016.
Norma ini, berlaku kepada Yandri selaku Menteri yang merupakan pejabat negara.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Glery Lazuardi, Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.