Rezim Assad Berakhir di Suriah: Kekalahan Rusia dan Iran?
Presiden Suriah Bashar al-Assad telah lama mengandalkan sekutunya Rusia dan Iran untuk menundukkan pemberontak.
Jatuhnya Homs memberikan pemberontak kendali atas jantung strategis Suriah dan persimpangan jalan raya utama, memisahkan Damaskus dari wilayah pesisir yang merupakan benteng sekte Alawite Assad dan tempat sekutu Rusia-nya memiliki pangkalan angkatan laut dan pangkalan udara.
Perebutan Homs juga merupakan simbol kuat kebangkitan dramatis gerakan pemberontak dalam konflik yang telah berlangsung selama 13 tahun. Sebagian besar wilayah Homs hancur akibat pengepungan yang melelahkan antara pemberontak dan tentara beberapa tahun yang lalu. Pertempuran tersebut melumpuhkan para pemberontak, yang kemudian dipaksa keluar.
Qatar, Arab Saudi, Yordania, Mesir, Irak, Iran, Turki dan Rusia mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan krisis tersebut merupakan perkembangan yang berbahaya dan menyerukan solusi politik.
Tetapi tidak ada tanda-tanda mereka sepakat mengenai langkah konkret apa pun, karena situasi di dalam Suriah terus berubah setiap jam.
Perang saudara Suriah, yang meletus pada tahun 2011 sebagai pemberontakan terhadap kekuasaan Assad, melibatkan kekuatan luar yang besar, menciptakan ruang bagi militan jihad untuk merencanakan serangan di seluruh dunia, dan mengirim jutaan pengungsi ke negara-negara tetangga.
Hayat Tahrir al-Sham, kelompok pemberontak terkuat, adalah bekas afiliasi al Qaeda di Suriah yang dianggap oleh AS dan negara lain sebagai organisasi teroris, dan banyak warga Suriah tetap takut kelompok itu akan memaksakan aturan Islam yang kejam.
Kelompok ini telah mencoba meyakinkan kaum minoritas bahwa ia tidak akan mencampuri urusan mereka dan masyarakat internasional bahwa ia menentang serangan kaum Islamis di luar negeri. Di Aleppo, yang direbut pemberontak seminggu lalu, belum ada laporan tentang tindakan balasan. (Tribun)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.