Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pemeriksaan Pejabat Pemda

Tim Pembela Demokrasi Somasi Kapolri, Gegara Dugaan Ada Oknum Polisi Sulut Tak Netral di Pilkada

oknum-oknum Polri di Sulawesi Utara diduga tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan berlangsung pada 27 November mendatang.

|
Editor: Indry Panigoro
Tribunnews.com
Ilustrasi Polisi. Tim Pembela Demokrasi Indonesia yang dipimpin Petrus Salestinus SH menyomasi Kapolri, gegara dugaan sejumlah oknum polisi di Sulut tak netral di Pilkada 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo disomasi oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

TPDI baru saja mengirimkan surat peringatan kepada Kapolri, Jumat (1/11/2024).

Disomasinya Kapolri terkait adanya dugaan oknum-oknum Polri di Sulawesi Utara tidak netral dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 yang akan berlangsung pada 27 November mendatang. 

TPDI tak hanya menyomasi Kapolri.

Mereka juga nantinya akan melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait hal yang sama pada Senin (4/11/2024).

Bahkan TPDI juga meminta Kapolri untuk menindak Kapolda Sulut.

Koordinator TPDI Petrus Selestinus SH menyampaikan hal itu saat membacakan salah satu poin somasi dalam surat bernomor 024/TPDI-Srt-SOM/XI/2024.

Dalam poin somasi itu berisi laporan atau pengaduan terkait dugaan keterlibatan beberapa oknum Polri di Polda, Polres dan Polsek di Sulut yaitu bersikap tidak netral dan menjurus kepada kegiatan politik praktis dalam masa kampanye Pilkada 2024 di Sulut.

Petrus Salestinus didampingi Paulet S Jemmy Mokolensang SH dari TPDI dan Firasat Mokodompit selaku pengadu beserta tim hukumnya yakni Novie N Kolinug SH dan Noetje Karamoy SH serta Plt Kepala Desa Tadoy I Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, di Jakarta, Jumat (1/11/2024). 

Menurut Petrus, TPDI telah menerima pengaduan dari masyarakat Sulut terkait perilaku sejumlah anggota atau oknum Polri di wilayah hukum Polda Sulut yang diduga tidak netral dalam masa kampanye dan menjurus ke arah kegiatan politik praktis.

Menurutnya hal tersebut dilarang oleh Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2002 tentang Polri, UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Peraturan Kapolri dan instruksi Kapolri sendiri.

Perilaku sejumlah oknum Polri di Polda, Polres dan Polsek di Sulut dimaksud berupa intimidasi kepada sejumlah kepala desa dan masyarakat untuk memilih pasangan calon tertentu.

Modusnya berupa pemanggilan sejumlah kepala desa atas nama penegakan hukum dugaan korupsi serta perilaku tidak netral.

"Juga penyalahgunaan wewenang menjurus kegiatan politik praktis berupa mengajak, mendorong dan mengintimidasi mereka yang dipanggil," jelasnya.

Selain itu, kata Petrus Salestinus, sejumlah pejabat daerah seperti kepala dinas kabarnya dipanggil untuk diperiksa dengan alasan penyalahgunaan anggaran oleh penyidik di Mapolda Sulut, 22-30 Oktober 2024.

Menurutnya, tindakan anggota Polri, meskipun atas nama penegakan hukum, hal itu bertentangan dengan kebijakan Jaksa Agung, Kapolri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kebijakan dimaksud adalah menunda seluruh proses hukum terhadap pejabat sebagai peserta pemilu demi menjaga netralitas aparatur penegak hukum agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang atau menarik penegak hukum ke politik praktis yang juga dilarang dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada

Menurut Petrus Salestinus, kegiatan oknum anggota Polri di beberapa wilayah di Sulut masuk keluar desa yang dilakukan secara terbuka, diduga bertujuan mempengaruhi para pemilih agar mendukung paslon tertentu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.

Hal itu, tambahnya, merupakan pembangkangan atau insubordinasi dari aparatur Polri di tingkat Polda, Polres dan Polsek terhadap Kapolri. 

Padahal, lanjutnya, tindakan tersebut bertentangan dengan UU Polri, Peraturan Pemerintah (PP) No  2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Juga bertentangan Instruksi Kapolri melalui Surat Telegram Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 yang ditujukan kepada seluruh Kapolda di Indonesia.

"Namun hal itu dibiarkan oleh Kapolri dan Kapolda Sulut, sehingga dibaca oleh publik Sulut bahwa Polri tetap tidak netral, memihak paslon tertentu yang dekat dengan kekuasaan, dan tanpa tedeng aling-aling masuk ke politik praktis," ujarnya.

Ketidaknetralan oknum Polri dinilai Petrus juga mencoreng wajah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di awal minggu pertama pemerintahannya.

"Oleh karena itu, Kapolri tidak hanya harus segera menghentikan langkah Kapolda Sulut, tetapi juga wajib memerintahkan Kadiv Propam Polri untuk melakukan tindakan kepolisian dan proses etik berdasarkan Peraturan Kode Etik Profesi Kepolisian RI. "

Mereka meminta Kapolri agar segera menindak Kapolda Sulut dan jajaran di bawahnya (Polres dan Polsek) dan memerintahkan Kadiv Propam untuk melakukan tindakan kepolisian dan penegakan kode etik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam tempo selambat-lambatnya 7 hari setelah somasi diterima.

Pilkada Sulut 2024 akan diikuti tiga paslon cagub-cawagub yakni nomor urut 1 Yulius Selvanus Lumbaa-Victor Mailangkay yang diusung Gerindra, Golkar, Nasdem, PKS dan beberapa partai lainnya.

Nomor urut 2 adalah pasalon Elly Engelbert Lasut - Hanny Joost Pajouw diusung Partai Demokrat.

Sementara nomor urut 3 adalah paslon Steven Kandouw-Alfred Denny Djoike Tuejeh diusung PDIP, Hanura dan Gelora.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Baca Berita Lainnya di: Google News

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved