Kasus Korupsi PT Timah
Terungkap di Sidang, Gaji Direksi PT Timah Bikin Kaget Hakim, Negara Diduga Kerugian 300 triliun
Gaji jajaran direksi di PT Timah Tbk mencapai Rp 200 juta per bulan dan masih bisa mendapatkan insentif tambahan.
TRIBUMANADO.CO.ID - Seperti yang diketahui sidang terkait kasus korupsi PT Timah telah dimulai.
Sementara itu pada sidang Kamis 29 Agustus 2024.
Terungkap beberapa fakta baru terkait PT TImah tbk.
Dimana gaji para jajaran direksi fantastis.
Hal ini terungkap saat Majelis Hakim mengulik gaji para direksi di perusahaan tersebut.
Hingga terungkap ternyata gaji para direksi mencapai 200 juta perbulan tak termasuk insentif tambahan.
Gaji fantastis ini membuat seisi ruang sidang heboh.
Terkait hal tersebut berikut ini berita soal gaji dari para direksi PT Timah.
Gaji jajaran direksi di PT Timah Tbk mencapai Rp 200 juta per bulan dan masih bisa mendapatkan insentif tambahan.
Pendapatan fantastis direksi ini terungkap dalam sidang dugaan korupsi pada kegiatan tata niaga PT Timah di Bangka Belitung dengan terdakwa suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Mulanya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto mengingatkan mantan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah tahun 2020, Agung Pratama bersikap terbuka menyangkut materi perkara yang ditanyakan.
Eko kemudian mengulik gaji dan pendapat direksi di perusahaan yang 65 persen sahamnya dimiliki negara melalui Mining Industry Indonesia (Mining ID).
"Saudara gajinya berapa level direktur?" tanya Eko di ruang sidang, Kamis (29/8/2024).
Eko lantas menjawab gajinya dengan menyebut angka 200.
Mendengar ini, Eko pun memastikan bahwa angka yang dimaksud Agung Rp 200 juta.
"Sebentar, 200 apa?" tanya Eko.
"Juta," jawab Agung.
Saat mendengar jawaban itu, seisi ruang sidang tampak terbelalak.
"Aduh, aduh, kaget saya," kata Eko menimpali.
Menurut Agung, pendapatan tersebut dipotong pajak. Namun, ia masih bisa mendapatkan insentif tambahan.
Selanjutnya, Eko menanyakan pendapatan Direktur Keuangan PT Timah, Vina Eliani yang juga dihadirkan sebagai saksi. Perempuan tersebut pun mengaku digaji Rp 200 juta per bulan.
"Di kisaran yang sama, Yang Mulia," jawab Vina.
Eko kemudian menanyakan gaji Direktur Utama PT Timah. Menurut Vina, gaji direktur setingkat jabatannya hanya 85 persen dari gaji Direktur Utama.
"Berapa? 300?" tanya Eko lagi.
"Rp 240 juta, Pak," ujar Vina.
Setelah itu, Eko berkelakar bahwa uang para direksi tersebut tidak akan habis dalam satu hari meskipun mereka menyantap sarapan di Jakarta, makan siang di Singapura, dan makan malam di London sebelum kemudian pulang ke Indonesia.
"Enggak akan habis, Pak itu," ujar Eko.
Lebih lanjut, Eko mengatakan bahwa upah tersebut setimpal dengan nilai bisnis di perushaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Yang dikeluarkan juga sesuai, T (triliun) Pak, bukan M lagi," lanjut Eko.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moesi dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
(Sumber Kompas)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.