Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

RUU Pilkada

Alasan DPR Tolak Putusan MK soal RUU Pilkada, Fraksi Gerindra dan PDIP Berdebat

Alasan DPR Tolak Putusan MK soal RUU Pilkada, Fraksi Gerindra dan PDIP Berdebat

Editor: Frandi Piring
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Alasan DPR Tolak Putusan MK soal RUU Pilkada, Fraksi Gerindra dan PDIP Berdebat. Potret Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas bersama anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR seusai rapat pengambilan putusan tingkat I RUU Pilkada di Baleg DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8/2024). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Penolakan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal RUU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini menjadi topik utama pemberitaan di tanah air.

Diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait RUU Pilkada telah dibacakan pada Selasa (20/8/2024) lalu.

Setelah putusan MK tersebut, Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Badan Legislasi (Baleg) DPR resmi melaukan penolakan.

Penolakan putusan MK tersebut diambil Baleg DPR yang berencana merevisi UU Pilkada jelang Pilkada serentak pada November 2024.

Baleg DPR menolak putusan nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai batas syarat usia minimal seseorang maju sebagai calon kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota.

Dalam putusannya, MK mengatur, syarat usia minimal seseorang maju sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 30 tahun dan calon bupati/calon wakil bupati dan calon wali kota/calon wakil wali kota adalah 25 tahun dihitung pada saat penetapan pasangan calon (paslon).

Putusan MK tersebut dinilai menjegal langkah putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang digadang-gadang maju Pilkada Jawa Tengah 2024 karena usianya baru 29 tahun.

Sebelumnya, Kaesang yang belum berusia 30 tahun berpeluang maju Pilkada karena putusan Mahkamah Agung (MA) mensyaratkan batas usia paling rendah ketika seseorang maju Pilkada dihitung ketika pelantikan.

Alasan DPR tolak putusan MK 

Keputusan Baleg DPR menolak putusan MK diambil dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (21/8/2024).

Melansir Kompas.com, Rabu, Baleg DPR menolak putusan MK karena mayoritas fraksi, selain PDI-P, menilai putusan MK maupun MA sama-sama bisa diambil salah satunya.

Fraksi yang menolak putusan MK juga menilai, DPR bebas mengambil keputusan mana yang akan dijalankan dalam revisi UU Pilkada sebagai putusan politik masing-masing fraksi.

Tetapi, PDIP melontarkan argumentasi yang pada intinya meminta Baleg DPR seharusnya mematuhi putusan MK.

Menurut PDIP, secara hierarkis putusan MK dianggap lebih tinggi karena menguji UU Pilkada terhadap Undang-Undang dasar (UUD) 1945.

Hal itu berbeda dengan putusan MA yang menguji Peraturan KPU terhadap UU Pilkada.

Achmad Baidowi selaku pimpinan rapat Baleg DPR telah mengetok palu tanda setuju bahwa pihaknya menentang putusan MA dan lebih memilih mengikuti putusan MA.

Baca juga: Mengapa Muncul Peringatan Darurat Indonesia di Tengah Isu DPR Tolak Putusan MK?

Perdebatan terjadi

Rapat Baleg DPR yang membahas putusan MK sebagai tindak lanjut revisi UU Pilkada diwarnai perdebatan antara partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan partai di luar koalisi ini.

Baleg DPR ngotot calon gubernur dan calon wakil gubernur dapat maju Pilkada bila berusia paling rendah 30 tahun.

Sementara calon bupati/calon wakil bupati dan calon wali kota/calon wali kota dapat maju Pilkada bila berusia paling rendah 25 tahun.

Kedua syarat batas usia minimal tersebut dihitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Menurut anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman, DPR sebaiknya merujuk putusan MA dalam menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Pilkada.

Namun, penolakan datang dari anggota Baleg DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin.

Ia menyatakan, DIM seharusnya merujuk pada putusan MA karena yang akan maju merupakan calon gubernur, maka pembatasan usia harusnya dipatok saat penetapan.

“Jadi teorinya karena calon, ya waktu pendaftaran, penetapan, daftar dan kemudian ditetapkan. Menurut hemat kami, saya baru membaca dan logikanya masuk,” katanya dikutip dari Antara, Rabu.

Dalam argumennya, Hasanuddin juga membandingkan DIM lainnya, yaitu DIM nomor 68.

“Dalam DIM Nomor 68 calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1). Jadi calon, calon, calon, kita belum bicara bupati dan gubernur terpilih,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Atgas sebagai perwakilan pemerintah yang hadir dalam Rapat Baleg DPR menyatakan, pemerintah mengikuti kesepakatan Baleg DPR terkait revisi UU Pilkada.

Itu artinya, pemerintah sepakat apabila batas usia minimal seseorang maju sebagai kepala daerah dihitung ketika pelantikan, bukan penetapan pasangan calon sebagaimana diputuskan oleh MK.

“Kami dari pemerintah ikut saja dari apa yang menjadi kesepakatan teman-teman di parlemen,” katanya.

Upaya DPR yang ingin merevisi UU Pilkada dan menolak putusan MK membuat publik khawatir. Mereka kemudian menggaungkan tanda pagar Kawal Putusan MK dan peringatan darurat.

Baca juga: Alasan Mengapa Jokowi Biarkan DPR Tolak Putusan MK soal Revisi UU Pilkada

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>

Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>

Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved