Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jamaah Islamiyah Bubarkan Diri

Sosok Abu Fatih Dipanggil Abdullah Sungkar, Dihormati Kalangan Tokoh Eks-Jamaah Islamiyah

Abu Fatih, yang juga dikenal sebagai Abdullah Anshori, sangat dihormati di kalangan mantan anggota Jamaah Islamiyah.

Editor: Alexander Pattyranie
Tribunnews/Sigit Ariyanto
Abu Fatih alias Abdullah Anshori eks Ketua Mantiqiyah II Jamaah Islamiyah. 

TRIBUNMANADO.CO.ID – Abu Fatih, yang juga dikenal sebagai Abdullah Anshori, sangat dihormati di kalangan mantan anggota Jamaah Islamiyah.

Tribun mendapat kesempatan bertemu dengan Abu Fatih beberapa kali di pinggiran Kota Solo dari Rabu (17/7/2024) hingga Jumat (19/7/2024).

Semua orang yang bertemu dengan Abu Fatih tampak sangat menghormatinya.

Tribun beruntung bisa menjadi yang pertama melakukan wawancara khusus dengan pria asal Magetan, Jawa Timur ini.

Sekilas, Abu Fatih terlihat sebagai orang yang pendiam dan tenang.

Usianya sekarang 66 tahun dan dia tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Setiap hari, dia sibuk mengurus kebun pisangnya yang luasnya sekitar 8.000 meter persegi.

Namun, setelah berbicara, Abu Fatih menunjukkan bahwa dia sangat pandai berbicara.

Dia berbicara dengan jelas dan tegas meskipun dia bercanda bahwa dirinya adalah orang tua yang sudah ompong.

Sebelum wawancara, Abu Fatih menegaskan bahwa dia tidak membatasi topik pertanyaan apapun.

Dia akan menjawab semua pertanyaan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya.

Dia juga menjelaskan bahwa dia aktif di Jamaah Islamiyah hanya sampai tahun 2001.

Setelah itu, dia pasif dan tidak ikut dalam kegiatan apapun yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah.

Meski begitu, dia tetap berusaha untuk menjauh dari organisasi tersebut.

Keterlibatan Abu Fatih di gerakan berbasis keagamaan ini dimulai dari beberapa dekade lalu, ketika ia masih muda. 

Inspiratornya dan patronnya Abdullah bin Ahmad Sungkar yang menginisiasi gerakan keagamaan usroh terkait afiliasinya dengan NII warisan SM Kartosoewirjo. 

Akhir 70an hingga awal 80an, gerakan itu berkembang pesat dari Jawa Tengah lalu ke Jakarta dan sekitarnya. Menyeberang ke Sumatera dan daerah lainnya. 

Tahun 1985 Abdullah Sungkar lari ke Malaysia, tapi jaringan gerakan dan pengaruhnya masih eksis seperti kanker. 

Abu Fatih mengikuti gerakan usroh, dan aktif di wilayah Jawa. Namanya lalu muncul ketika terjadi peristiwa Talangsari, Lampung. 

Aktor penting perlawanan Talangsari adalah Nurhidayat. Pria ini menjadi anggota usroh di Jakarta Selatan. 

Ia mengenal gerakan usroh ini pada 1984 saat direkrut Abu Fatih alias Ibnu Thoyib, yang merupakan kader usroh Abdullah Sungkar sejak di Solo. 

Saat Abu Fatih aktif di Jakarta inilah, meledak peristiwa bentrok ormas dan pasukan keamanan Indonesia di Tanjungpriok.

Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan massa pada 12 September 1984 yang menewaskan sekurangnya 24 aktivis dan simpatisan gerakan Islam, termasuk Amir Biki. 

Sekurangnya 160 orang ditangkap aparat keamanan segera sesudah kejadian tragis itu, termasuk Abu Fatih alias Ibnu Muhammad Toyib. 

Sesudah peristiwa Tanjungpriok, Abu Fatih dijebloskan ke LP Cipinang bersama ara aktivis usroh dan gerakan Islam di Jakarta. 

Sosok Ibnu Toyib alias Abu Fatih inilah yang kelak ketika Abdullah Sungkar mendirikan Jamaah Islamiyah, ditunjuk menjadi Ketua Mantiqi II meliputi wilayah Jawa.

Menurut pengakuan Abu Fatih, sekira tahun 1997, jauh setelah bebas dari LP Cipinang, ia dipanggil Abdullah Sungkar ke Malaysia.

Kepada Abu Fatih, Abdullah Sungkar meminta ia memimpin Mantiqi II yang membawahi Pulau Jawa.

Ia disuruh menggantikan Abdurrochmin alias Abu Husna, adik Abu Fatih, yang oleh Abdullah Sungkar dianggap lebih cocok jadi mubaligh atau guru dakwah. 

“Antum gantikan Abdurochmin, adik antum karena ia tampaknya lebih cocok jadi guru saja,” pesan Abdullah Sungkar seperti diutarakan Abu Fatih

Abu Fatih tidak bisa menolak, ia melaksanakan tugas Abdullah Sungkar yang kala itu jadi amir atau pemimpin Jamaah Islamiyah. 

Pada saat itu pula Abdullah Sungkar memberi penawaran istimewa kepada Abu Fatih terkait ide Syekh Usamah bin Ladin.

Kata Abdullah Sungkar seperti diceritakan Abu Fatih, Syekh Usama in Laden yang kelak memimpin Al Qaeda atau Al Qaidah, menyiapkan bantuan dana, senjata berikut 6.000 petempur Afghanistan.

“Saya lalu berpikir apakah mungkin, dan saya sampaikan belum bisa langsung memberi jawaban, dan saya akan mencari tahu dulu bagaimana  keadaan di tanah air,” tutur Abu Fatih

Abdullah Sungkar lantas meminta Abu Fatih pulang, mencari informasi dan lalu harus memberi jawaban atas tawaran itu. 

Abu Fatih lalu pulang ke Jawa, melaksanakan tugas memimpin Mantiqiyah II Jamaah Islamiyah. Ia lantas pergi ke Sulawesi Selatan mencari informasi ke akar rumput.

Suawesi Selatan di masa lalu pernah menjadi basis perlawanan DI/TII di bawah pimpinan Kahar Muzzakar. 

Jaringan kadernya cukup kuat. Tapi di berbagai tempat yang dikunjungi, Abu Fatih mendapatkan jawaban sebaliknya. 

Situasi di Sulawesi Selatan sangat tidak mendukung jika didatangi ribuan mujahidin dari Afghanistan berikut persenjataan mereka. 

Sulawesi Selatan bukan sedang berperang atau bukan wlayah perang. Abu Fatih lantas kembali, dan kemudian memberi jawaban akhir ke Abdullah Sungkar

Intinya, tawaran Syekh Usamah bin Ladin tidak  mungkin diterima karena situasi dan lingkungan di Indonesia tidak memungkinkan.

Menurut Abu Fatih, paket bantuan besar Syekh Usamah bin Laden kemudian dialihkan ke medan konflik Bosnia Herzegovina. 

Ditanya bagaimana reaksi Abdullah Sungkar saat itu, Abu Fatih mengatakan Abdullah Sungkar bersikap biasa-biasa saja.

Sesudah itu, Abu Fatih melanjutkan aktivitas gerakan JI di wilayahnya sbagai Ketua Mantiqi II. Wilayahnya meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, NTT. 

Pada 1999 Abdullah Sungkar yang pulang dari Malaysia, tak lama kemudian wafat di Bogor, Jawa Barat. 

Abu Fatih turut jadi saksi bagaimana pemimpin JI itu mendadak meninggal dalam posisi sedang istirahat. 

Dinamika internal JI terjadi menyusul kematian Abdullah Sungkar. Ustad Abdus Somad alias Abu Bakar Baasyir konon menggantikan posisi almarhum sebagai Amir JI. 

Belakangan Abu Bakar Baasyir malah tiba-tiba mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan jadi pemimpinnya. 

Abu Fatih mengakhiri tugasnya sebagai Ketua Mantiqiyah II pada 2001. Ia digantikan Nuaim alias Abu Irsyad. “Sejak 2001 saya sudah tidak tahu apa-apa lagi mengenai kegiatan jamaah ini,” kata Abu Fatih

Ia berdiam diri, menjaga jarak di luar gerakan, sampai suatu ketika yang ia tidak ingat lagi kapan persisnya, didatangi aparat Densus 88 Antiteror Polri. 

Ada dua perwira yang menemuinya di rumah, dan meminta dirinya membuat pernyataan tertulis telah keluar dari JI.

Terjadi diskusi panjang, dan Abu Fatih lantas bertanya apakah dengan membuat pernyataan itu dia juga akan dianggap keluar dari keyakinannya.  

Dijelaskan pernyataan keluar dari JI itu tentu tidak ada kaitan dengan keyakinan. Abu Fatih lantas memenuhi permintaan aparat negara itu dengan segala pertimbangan pribadinya.

Hingga kemudian pada 2024 ini, terjadi dinamika lagi di JI yang berujung pada pernyataan akhir organisasi itu bubar atau membubarkan diri pada 30 Juni 2024. 

Abu Fatih merasa sangat senang dan lega para tokoh utama JI, para junior dan murid-muridnya menyadari ada yang salah dengan arah perjuangan mereka. 

Ia mengikuti proses-proses menuju keputusan akhir itu, termasuk mendampingi saat tokoh-tokoh utama JI dan afiliasinya berkumul di Sentul, Bogor, Jawa Barat. 

Ketokohan Abu Fatih bisa dibaca dalam risalah pertemuan Sentul Bogor butir ke-13 tentang kepemimpinan Jamaah Islamiyah. 

Disebutkan sesudah wafatnya Abdullah Sungkar, tidak ada pemimpin baru JI yang resmi menggantikannya. Abu Fatih disebut sebagai saksi hidupnya.

Kini Abu Fatih memilih hidup tenang sebagai warga biasa saja. Ia mengisi hari-harinya berkebun pisang di sebuah Lokasi di Colomadu, Karanganyar. 

Dalam pernyataan akhirnya, Abu Fatih atas nama eksponen dan jamaah eks JI berterima kasih kepada aparat keamanan yang membuka wawasan mereka lewat dialog.

“Akhirnya pikiran mereka mengalir hingga pada keputusan membubarkan diri tanpa tekanan,” kata Abu Fatih yang menekankan dialog itu sudah berjalan begitu panjang. 

Ia saya pribadi mulai merasakan pikiran-pikiran itu sejak 2021. Banyak di antara mereka punya pikiran sama, ada perasaan ragu, dan belum bisa bersikap. 

“Ragu tentang kebenaran kami kalau kami harus membangun konflik dengan negara. Dengan kesadaran ini kami berpijak pada syariah, mencari jalan islah,” tutup Abu Fatih.

(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved