Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ranperda Kebudayaan di Sulut

Daftar 10 Bahasa Daerah di Sulawesi Utara, Satu Terancam Punah, Ini Penyebabnya

Widyabasa Ahli Pertama Balai Bahasa Sulawesi Utara Akhmad Zulkarnain mengatakan bahasa daerah di Sulut saat ini mengacu pada Peta Bahasa.

Penulis: Ferdi Guhuhuku | Editor: Chintya Rantung
Dokumentasi pribadi
Widyabasa Ahli Pertama Balai Bahasa Sulawesi Utara, Akhmad Zulkarnain 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Bahasa daerah memiliki peran penting ditengah-tengah kehidupan masyarakat  di Indonesia.

Pemerintah terus berupaya untuk mencegah dan melestarikan bahasa daerah.

Misalnya, di Sulawesi Utara segera memiliki Ranperda Kebudayaan.

Pansus Ranperda Kebudayaan DPRD Sulawesi Utara menetapkan rancangan produk hukum itu untuk menjadi Perda Kebudayaan.

Salah satu substansi yang diatur dalam Perda Kebudayaan ialah kewajiban bagi sekolah mengajarkan bahasa Daerah.

Di Sulut sendiri terdata ada 10 bahas bahasa daerah dan satu bahasa terancam punah.

Widyabasa Ahli Pertama Balai Bahasa Sulawesi Utara Akhmad Zulkarnain mengatakan bahasa daerah di Sulut saat ini mengacu pada Peta Bahasa.

Ada 10 bahasa daerah yaitu bahasa Bantik, bahasa Bolaang Mongondow, bahasa Gorontalo, bahasa Melayu, bahasa Minahasa, bahasa Minahasa Tonsawang, bahasa Minahasa Tonsea, bahasa Pasan, bahasa Ponosakan, dan bahasa Sangihe Talaud.

Menurutnya dari kesepuluh bahasa tadi, bahasa yang paling terancam punah adalah bahasa Ponosakan karena penuturnya sudah sedikit dan sudah berusia tua.

"Sementara itu, bahasa Bantik, bahasa Minahasa, bahasa Minahasa Tonsawang, bahasa Minahasa Tonsea, dan bahasa Pasan mengalami kemunduran," ujar Akhmad, Jumat (5/7/2024).

Kata Zulkarnain  ada beberapa penyebab kemunduran atau bahkan kepunahan bahasa daerah

Pertama, sikap penutur bahasa daerah terhadap bahasanya. Kedua, migrasi atau mobilitas sosial yang tinggi. Ketiga, adanya perkawinan dengan pasangan yang berbeda bahasa.

Keempat, bencana atau musibah yang menyebabkan berkurangnya penutur bahasa daerah

Dari penyebab itu, faktor paling besar adalah sikap penutur bahasa kepada bahasa daerahnya. 

"Penutur bahasa daerah yang berpikiran bahwa bahasa daerahnya tidak lagi fungsional dalam komunikasi sehari-hari, atau memandang bahasa daerahnya kurang bergengsi dibandingkan bahasa lain, menyebabkan awal mula bahasa daerah mengalami kemunduran bahkan kepunahan," jelasnya.

Dia menambahkan langkah Balai Bahasa untuk mencegah kepunahan atau kemunduran bahasa yaitu melakukan revitalisasi bahasa daerah yang merupakan implementasi merdeka belajar episode ke-17. 

Revitalisasi bahasa daerah ini dilakukan dengan cara melatih pengajar utama untuk bisa mengajarkan bahasa daerah kepada siswanya. 

Pada tahun 2024 ini, bahasa yang disasar ialah bahasa Minahasa Tonsea, bahasa Minahasa Tonsawang, dan bahasa Minahasa dialek Tountemboan. 

"Jumlah pengajar utama yang telah dilatih dalam bimtek pengajar utama sejumlah 306 orang guru SD dan SMP. 

Mereka bertugas mengajarkan bahasa daerah kepada siswanya untuk kemudian siswa tersebut akan menampilkan bahasa daerahnya dalam festival tunas bahasa ibu tingkat kabupaten dan festival tunas bahasa ibu tingkat Provinsi," pungkasnya.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved