Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Catatan Bola

Pelajar, Cinderella dan Yang Mati Muda

Di usianya yang masih 16 tahun, Lamal telah mengecap pengalaman bermain di Euro 2024.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
HO
Yamine Lamal dan Riccardo Calafiori 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Berbahagialah yang mati muda. Kata - kata itu diucapkan aktivis mahasiswa Soe Hok Gie. Seperti yang tertulis dalam buku catatan hariannya yang berjudul catatan seorang demonstran.

Dan catatan itu seakan nubuat kematian bagi Gie. Gie mati muda.

Dan saya kira ia bahagia. Dia mati dalam keadaan tak mengingkari idealismenya. Itu karena ia muda. Kalau sudah tua, belum tentu Gie dapat bertahan dalam idealismenya. Bisa saja dirinya pada suatu waktu masuk dalam sistem dan terjebak di dalamnya, seperti jejak para politisi mantan aktivis.

Di Euro 2024, kita melihat banyak pemain muda bertalenta. 

Yang paling benderang tentu Yamine Lamal

Di usianya yang masih 16 tahun, Lamal telah mengecap pengalaman bermain di Euro 2024. Yamal tiga kali dipasang sebagai starter timnas Spanyol. Kepercayaan mahal itu dibayar tuntas.

Lamal menampilkan permainan brilian dengan gocekan serta visi tinggi. 

Masih berstatus pelajar, Lamal musti pintar bagi waktu. Antara bola dan belajar. Waktu senggang setelah latihan dimanfaatkan Yamal untuk mengikuti pelajaran via zoom.

Memasang Lamal sesungguhnya sangat beresiko bagi Spanyol. Mereka bisa kena denda karena aturan di Jerman melarang anak usia 18 tahun ke bawah untuk bekerja di waktu malam.

Toh pelatih Luis De La Fuente tak mau ambil pusing. 

Ia tetap akan memasang Yamal. 

Biar timnya di denda asal dunia bisa melihat keajaiban dari Tuhan pada sosok Yamal.

"Dia akan melakukan hal-hal yang kita tidak bisa bayangkan," kata Ivan Carrasco yang melatih Yamine Lamal di level junior.

Pemain muda lain yang bersinar adalah Riccardo Calafiori.

Bek usia 22 tahun ini adalah bintang utama Italia di Euro kali ini.

Ia tangguh, kuat, disiplin dan penuh inisiatif. 

Dan ia punya gen pemenang. 

Di saat para pemain tengah Italia loyo, Riccardo membawa bola dari tengah menuju kotak penalti. Ia lantas mengumpan dan gol.

Italia lolos dramatis ke babak 16 besar. Riccardo disanjung. Disebut sebagai lanjutan dari seri bek Italia. Dari Baresi, Costacurta, Maldini, Nesta, Cannavaro, Chiellini, Bonucchi dan kini Riccardo.

Kisah Riccardo mirip Cinderella yang keberuntungannya berawal dari kehilangan sepatu.

Saat masih seusia Yamal, ia cedera parah. Nyaris karier bolanya berakhir. Tapi Riccardo punya tekad kuat. Ia jalani pengobatan dan sembuh.

Dengan upaya keras, tongkat dapat jadi jarum. Demikianlah Riccardo banting tulang hingga bisa menembus tim utama Bologna dan pada akhirnya dipanggil timnas Italia. Kisah perjuangan Riccardo membuatnya dijuluki Cinderellanya Italia.

Namun tak semua young guns beruntung. Ada pula yang buntung. Entah kebetulan atau tidak semuanya dari Inggris.

The King of Chelsea Cole Palmer tak bisa memamerkan skillnya. Pun Kobbie Mainoo. Juga Anthony Gordon.  

Dan tentunya bakat muda teranyar yang baru saja beroleh thropy Liga Champion bersama Real Madrid. Jude Bellingham.

Para mutiara ini "mati muda" di tangan Gareth Southgate, pelatih inggris yang kaku, terlalu berhati-hati dan sangat ortodoks. (Arthur Rompis)
 

 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved