Pengusaha dan Pekerja Minta Jokowi Batalkan Tapera
Arus penolakan terhadap progam pemerintahan Presiden Joko Widodo, Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera, terus berlanjut di sejumlah daerah.
TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Arus penolakan terhadap progam pemerintahan Presiden Joko Widodo, Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera, terus berlanjut di sejumlah daerah termasuk Jakarta.
Kali ini Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP APINDO) Jakarta, bersama tujuh serikat pekerja buat nota kesepahaman tolak Tapera.
Ketua DPP Apindo, Solihin mengatakan ada banyak alasan program tersebut bukan ditunda implementasi. Melainkan harus ditolak.
"Polemik atas terbitnya PP 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Hari ini kami menyampaikan pernyataan bersama," kata Solihin di DPP Apindo Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2024).
Solihin mengatakan bahwa pihaknya sejak sosialisasi Program Tapera tahun 2016 silam. DPP Apindo Jakarta telah menyatakan keberatan.
"Sehingga terbitnya PP 21 tahun 2024 tentang tapera pada tanggal 20 Mei 24 mengejutkan pengusaha dan pekerja swasta," jelasnya.
Kemudian Solihin menerangkan pungutan tambahan sebesar 2,5 persen dari upah pekerja memberatkan pekerjaan dan mengurangi daya beli pekerja.
Baca juga: Sri Mulyani dan Basuki Berbeda Sikap soal Tapera, Pengamat: Riskan bagi Jokowi Memecat Keduanya
Selain itu pemungutan sebesar 0,5 persen kepada pengusaha juga menjadi beban tambahan pengusaha. Yang saat ini sudah mencapai antara 18,24 persen sampai dengan 19,7 persen,
Lanjut Solihin pihaknya bersama serikat pekerja juga menilai, Program Tapera merupakan duplikasi program perumahan dari manfaat layanan tambahan di BPJS Ketenagakerjaan.
"Program perumahan di BPJS Ketenagakerjaan merupakan pilihan bagi pekerja yang belum memiliki rumah. Sedangkan dalam Tapera, pekerja termasuk pekerja mandiri meski telah memiliki rumah, tetap wajib mendaftar iuran Tapera," tegasnya.
Selain itu Solihin juga menyebutkan buruh pekerja swasta tentunya memiliki potensi PHK yang tinggi. Serta kesinambungan kerjanya yang terbatas.
"Maka mekanisme pencarian dana atau keberlanjutan menjadi sulit. Berbeda dengan PNS, TNI, Polri yang masa kerja lebih stabil dan berjangka panjang," terangnya.
Kemudian Solihin menyinggung pengelolaan Program Tapera dilakukan oleh badan yang tidak melibatkan unsur pemberi pekerja.
"Sedangkan pengelola BPJS ketenagakerjaan melibatkan unsur pemberi kerja dan pekerja Sebagai dewan pengawas dan pengawasan internal," lanjutnya.
Atas hal itu ia bersama tujuh serikat pekerja di Jakarta menegaskan menolak program Tapera.
"Dengan pertimbangan tersebut, maka kami bersepakat untuk meminta pemerintah membatalkan. Sekali lagi membatalkan implementasi Tapera kepada perusahaan dan pekerja swasta sebagai suatu kewajiban, tandasnya.
(Tribunnews.com Rahmat W Nugraha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.