Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Kisah Perang 6 Hari, Israel Kalahkan 4 Negara Arab dalam Waktu Seminggu, Kuasai Yerusalem Timur

Sejarah Timur Tengah, pada tahun-tahun menjelang tahun 1967 merupakan kawasan yang penuh dengan ketegangan dan manuver geopolitik.

Editor: Rizali Posumah
HO/Wikipedia
Tentara Israel memeriksa pesawat terbang Mesir yang telah dihancurkan 

Yang menambah pergolakan ini adalah bangkitnya nasionalisme Arab, yang diperjuangkan oleh Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser.

Visinya tentang persatuan Arab melawan Israel mendapat perhatian, terutama setelah pembentukan Republik Persatuan Arab, sebuah persatuan politik yang berumur pendek antara Mesir dan Suriah pada tahun 1958.

Pada pertengahan tahun 1960-an, dengan adanya dinamika Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet sangat terlibat di kawasan ini, memasok senjata dan memberikan dukungan politik kepada sekutu mereka masing-masing.

Percikan perang dimulai pada bulan Mei 1967. Pasukan Mesir mulai berkumpul di Semenanjung Sinai sekitar tanggal 15 Mei, yang menandakan adanya potensi inisiatif militer.

Tindakan ini diikuti dengan penutupan Selat Tiran bagi pelayaran Israel pada tanggal 22 Mei, yang merupakan tantangan langsung terhadap Israel, yang sebelumnya telah menyatakan tindakan tersebut sebagai penyebab perang.

Pakta pertahanan yang ditandatangani antara Mesir, Yordania, dan Irak semakin meningkatkan kesan konflik yang akan terjadi.

Suriah, yang sudah lama berselisih soal perbatasan dengan Israel juga bersiap menghadapi perang.

Ketika upaya diplomasi gagal, dan kawasan ini menjadi gudang kekuatan militer dan semangat nasionalis, pecahnya permusuhan menjadi hampir tak terelakkan.

Kekuatan Penting dalam Perang Enam Hari

Israel memasuki konflik dengan perasaan ancaman yang nyata. Negara muda yang didirikan pada tahun 1948 ini telah menghadapi permusuhan dari negara-negara tetangganya sejak awal berdirinya.

Pada tahun 1967, Israel telah mengembangkan militer yang tangguh, dengan doktrin yang menekankan mobilisasi cepat dan serangan pendahuluan.

Yang memimpin Israel pada masa kritis ini adalah Perdana Menteri Levi Eshkol. Meskipun Menteri Pertahanan, Moshe Dayan, dan Kepala Staf, Yitzhak Rabin, yang memainkan peran penting dalam keputusan militer dan operasi perang.

Mesir, yang saat itu dikenal sebagai Republik Persatuan Arab, adalah anggota koalisi Arab yang paling menonjol.

Presiden Gamal Abdel Nasser adalah wajah nasionalisme Arab dan telah memposisikan dirinya sebagai pembela perjuangan Palestina dan musuh utama Israel.

Keputusannya untuk menutup Selat Tiran dan pembangunan militer selanjutnya di Sinai merupakan peristiwa penting menjelang perang.

Yordania dipimpin oleh Raja Hussein. Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dikuasai Yordania menjadi arena utama perang, yang mempunyai implikasi signifikan terhadap masa depan konflik Israel-Palestina.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved