Banjir Bandang di Sumbar
Update Jumlah Korban Banjir Bandang Sumbar, 37 Orang Tewas hingga Belasan Masih Hilang
Dari total 37 orang meninggal dunia itu, 19 diantaranya dari Kabupaten Agam, 9 orang dari Kabupaten Tanah Datar, satu orang dari Padang Panjang
TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini simak update terkini korban meninggal dunia bencana Galodo atau banjir bandang di Sumatera Barat.
Korban meninggal dunia hingga kini mencapai 37 orang.
Hal ini merupakan Data dari Kantor SAR Kelas A Padang.
Baca juga: Banjir Bandang di Nagari Limo Kaum Tanah Datar, Puluhan Orang Meninggal, 80 Rumah Tersapu Bersih
Dari total 37 orang meninggal dunia itu, 19 diantaranya dari Kabupaten Agam, 9 orang dari Kabupaten Tanah Datar, satu orang dari Padang Panjang dan 8 orang dari Padang Pariaman.
Sementara itu, belasan orang masih dicari tim gabungan, yakni tiga orang dari Agam, 14 orang dari Tanah Datar, satu orang dari Padang Panjang.
Selain itu, untuk di Padang Pariaman masih dalam pendataan Kantor SAR Kelas A Padang.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar, Hidayat pada Minggu (12/5/2024) melalui keterangan tertulisnya meminta Gubernur Mahyeldi segera menetapkan status keadaan darurat bencana.
Dampak galodo atau banjir bandang yang melanda sejumlah kabupaten di Sumatera Barat pada Sabtu (11/5/2024) malam menimbulkan korban dan kerusakan.
Berdasarkan dampak luas dan kerugian besar yang ditimbulkan tersebut, Fraksi Gerindra DPRD Sumbar meminta Gubernur untuk segera menetapkan status keadaan darurat bencana.
Karena kata dia, kejadian ini sudah mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, tidak hanya di daerah bencana namun juga kepada masyarakat luas lainnya karena kerusakan sarana dan prasarana umum.
Hidayat mengapresiasi Gubernur Mahyeldi yang segera mengunjungi lokasi bencana.
"Persoalannya bukan pada kunjungan, tapi apa kebijakan yang akan diambil Gubernur secara cepat dalam menghadapi dan menyikapi bencana dan dampak bencana ini," kata Anggota Komisi V DPRD Sumbar ini.
Gubernur memiliki kewenangan mengambil kebijakan dengan menetapkan status keadaan darurat bencana setelah berkoordinasi dengan pemerintahan kabupaten kota yang terdampak bencana.
"Bila mengacu pada UU nomor 24 tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat atau Gubernur sudah dapat menetapkan status keadaan darurat bencana tersebut," jelasnya.
Pengumpulan data dan informasi terkait ancaman dan dampak bencana setelah koordinasi dengan instansi dan lembaga terkait sesungguhnya bisa cepat dilakukan.
Ahli Geologi Ungkap Sebab dan Solusinya
Ahli Geologi dari Sumatera Barat (Sumbar) Ade Edward menuturkan banjir lahar dingin di Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat, terjadi karena aliran sungai yang tidak dapat dikendalikan.
Kondisi itu pula yang menjadi sebab material dari Gunung Marapi terbawa banjir lahar dingin yang melintasi aliran sungai, dan masuk ke pemukiman warga sehingga jatuh korban.
Ia menekankan pentingnya sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat.
"Solusi jangka panjangnya, secara kultural pemerintah harus terus melakukan pendidikan, sosialisasi, pelatihan dan penyadaran ke masyarakat," kata Ade, seperti dikutip Tribun Padang.
Selain itu, ia juga menggaungkan solusi secara struktural. Menurut dia, infrastruktur macam Sabo Dam di 24 aliran sungai dari puncak Gunung Marapi harus dibangun.
"Memang besar biayanya, tapi harus dilakukan," sambungnya.
Ade menyebutkan, sebelumnya ia telah mewanti-wanti bahwa aktivitas Gunung Marapi Sumbar tidak bisa diprediksi.
Ia memperkirakan aktivitas Marapi Sumbar akan seperti Gunung Merapi di Yogyakarta.
"Perlu pemerintah yang kuat dalam menghadapi bencana. Jadi jangan diabaikan ini. Harus serius mulai dari pemerintah kabupaten/ provinsi dan pusat," ulasnya.
Ia menyesalkan momen hari kesiapsiagaan bencana pada bulan lalu yang dipusatkan di Kota Padang, saat itu sebagian kecil warga di Kota Padang dilatih siap menghadapi potensi gempa dan tsunami.
Padahal, menurut Ade mestinya momen hari kesiapsiagaan bencana nasional itu digelar di sekitar Gunung Marapi.
"Itu keliru (hari kesiapsiagaan bencana nasional di Padang). Jadi, kebijakan nasional sendiri tidak mengarah ke situ, harusnya di Agam atau Tanah Datar, sebagai upaya kesiapsiagaan terhadap potensi bencana di Gunung Marapi. Kenapa kesiapsiagaan itu bukan untuk Marapi, ini yang kita sesalkan, ini pembelajaran juga untuk BNPB agar fokus ke mitigasi Marapi, pungkasnya.
Ade juga meminta keseriusan pemerintah menanggulangi risiko bencana di daerah aliran sungai (DAS) Gunung Marapi.
Banjir lahar dingin yang masuk ke pemukiman warga, menurutnya menjadi tamparan bagi pemerintah untuk tidak tinggal diam dan segera menanggulangi dampak, mulai dari dampak korban jiwa hingga kerusakan infrastruktur.
"Pascalahar dingin sebelumnya di Bukik Batabuah itu sebenarnya warga di sekitar DAS harus dipindahkan, tapi ini tidak dipindah, alur sungai dibiarkan saja, yang dibersihkan yang di jalan saja, alur sungai tak dirawat," kata Ade Edward.
Ade menegaskan, curah hujan dan erupsi Marapi tidak bisa dibendung. Namun pemerintah bisa memitigasi potensi bencana, yakni merelokasi masyarakat di DAS yang berhulu di Marapi. Selain itu, pengendalian aliran sungai amat perlu dilakukan pemerintah.
"Dari peta yang kita lihat, setidaknya ada 24 jalur sungai dari puncak Gunung Marapi. Itu ancaman bahaya bagi daerah hilir, sehingga secara kultural atau budaya masyarakat harus diberi pemahaman, dilatih, agar tahu mana daerah-daerah yang bahaya. Masyarakat harus dipindahkan atau direlokasi yang tinggal di DAS," kata Ade kepada TribunPadang.com melalui sambungan telepon, Minggu (12/5/2024) sore.
Selain merelokasi warga, hal paling penting menurut Ade yang harus dilakukan pemerintah ialah mengendalikan sungai. Pembangunan Sabo Dam dan embung dianggap solusi jangka panjang yang tak bisa dikesampingkan.
"Sabo Dam dan embung itu lah yang akan mengendalikan air sungai sehingga tidak melebar kemana-mana. Sebagai pengendali sungai, agar sungai tidak meluber ke pemukiman. Sehingga walaupun lahar dingin turun, tapi tetap di jalurnya," ulas Ade.
Ia menuturkan, membangun Sabo Dam memang membutuhkan waktu dan biaya yang besar, namun itu harus dikerjakan. Sembari itu masyarakat juga harus direlokasi, dan pemukiman harus ditata kembali.
"Memang tidak semua masyarakat mampu untuk pindah, di sana lah peran pemerintah. Pindahkan, relokasi, jangan dibiarkan tinggal di kawasan rawan bencana, itu tak bisa ditunggu," imbuh Ade.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini
Apa Penyebab Banjir di Sumbar yang Menyebabkan 50 Orang Meninggal? Begini Langkah BMKG |
![]() |
---|
Ahli Geologi Ungkap Sebab hingga Solusi Banjir Lahar Dingin Sumbar yang Tewaskan Puluhan Warga |
![]() |
---|
Potret Bangunan Kafe Paling Romantis di Lembah Anai Luluh Lantak Tersapu Banjir Lahar Dingin Marapi |
![]() |
---|
Banjir Bandang di Nagari Limo Kaum Tanah Datar, Puluhan Orang Meninggal, 80 Rumah Tersapu Bersih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.