Pilpres 2024
Peringatkan Risiko Besar jika Pilpres 2024 Diulang, Ini Kata Mantan Hakim MK
Risiko besar jika Pilpres 2024 diulang. Sebab belum pernah terjadi dalam sejarah pilpres diulang. Mantan Hakim MK Achmad Sodiki mengingatkan.
TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Risiko besar jika Pilpres 2024 diulang. Sebab belum pernah terjadi dalam sejarah pilpres diulang.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Achmad Sodiki ingatkan apakah pemilu ulang berlaku untuk seluruh wilayah atau hanya sebagian.
Diketahui dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di MK, kubu 01 Anies Baswedan - Cak Imin dan kubu 03 Ganjar Pranowo - Mahfud MD menginginkan adanya pemilu ulang.
Sementara itu untuk sidang pembacaan putusan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) akan digelar, pada Senin, 22 April 2024 mendatang.
"Seandainya memang ada yang dikabulkan. Hakim itu harus yakin bahwa pelanggaran itu apakah untuk seluruh wilayah. Atau apakah hanya untuk daerah-daerah tertentu. Yang kecurangannya didalilkan itu terbukti," kata Sodiki dalam acara Landmark Decision MK, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Kemudian ia menyinggung terkait permasalahan yang pernah terjadi di masa lalu.
"Karena ada satu putusan yang sebetulnya terbukti tapi risiko juga besar. Ingat saya ketika Pak Jaksa Agung itu pada periode pertama pemerintahan SBY dahulu. Kemudian pada periode kedua dia tetap menjabat tetapi tidak dilantik," cerita Sodiki.
Kala itu kata Sodiki, Yusril menggugat karena Jaksa Agung Basrief Arief pada periode kedua tidak dilantik.
Menurut Yusril dia tidak berhak menandatangani apapun sebagai Jaksa Agung.
"Akibatnya tentu mahkamah berpendapat bahwa benar memang sekalipun pada periode kedua dia tetap harus dilantik. Tidak boleh dilanjutkan begitu saja," jelasnya.
Menurutnya dari hal itu kepastian hukum benar. Tapi dari sisi kerugiannya siapa saja tanda tangan harus mengembalikan uang yang terlanjur sudah dibayarkan. Karena ada tanda tangan Basrief Arief yang tidak sah.
"Sehingga mahkamah menyatakan bahwa untuk kali ini saja terjadi dan tidak boleh terjadi lagi. Itu dulu ketika harus mempertimbangkan masalah kepastian hukum tapi juga kerugiannya," tegasnya.
Sementara itu untuk konteks sengketa Pilpres 2024 di MK, menurutnya juga sangat berat.
"Apakah masih mungkin untuk menguji pasal tentang masalah umur di pilpres itu dengan pasal lain yang ada di dalam konstitusi," jelasnya.
Tak Sekadar Corong UU
Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto angkat bicara terkait putusan sengeketa Pilpres 2024 yang akan digelar awal pekan depan.
Diketahui sidang pembacaan putusan sengketa pilpres di MK akan digelar, pada Senin, 22 April 2024 mendatang.
Sulis berharap nantinya hakim MK pada putusannya tak hanya jadi corong Undang-Undang.
"Hakim MK itu memikirkan sesuatu pertimbangan yang melampaui analisis doktrinal. Itu artinya apa MK tidak sekedar menjadikan diri sebagai corong Undang-Undang saja," kata Sulis dalam acara Landmark Decision MK, Jakarta, akhir pekan lalu.
Dan tentu saja, kata Sulis sebagai penjaga gerbang terdepan konstitusi. MK harus mempertahankan konstitusi biarpun langit runtuh konstitusi harus tetap tegak.
"Terutama ada pasal 22 E yang menyatakan asas pemilu langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Itu perintah konstitusi," tegasnya.
Jadi artinya MK, kata Sulis dengan otoritas yang begitu besar hakim-hakimnya itu bisa mengesampingkan segala macam produk Undang-Undang. Yang bertentangan dari asas pemilu di MK.
"Semua produk-produk di bawah konstitusi, prosedural formal maupun substansinya. Itu harus bisa dikesampingkan yang tidak sesuai dengan perintah konstitusi," jelasnya.
Kemudian Sulis menegaskan bahwa jika MK memilih menjadi corong UU itu sudah ketinggalan zaman.
"Kenapa? Karena Undang-Undang tidak pernah bisa mengejar perkembangan dan perubahan masyarakat yang begitu cepat. Terutama karena ada temuan sains dan teknologi digital," tegasnya.
(Tribunnews.com Rahmat W Nugraha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.