Pilpres 2024
Jokowi Sebut Boleh Kampanye Pilpres 2024: Begini Tanggapan Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman
Jaksa Agung RI Marzuki Darusman mengkritisi pernyataan Jokowi terkait dibolehkannya presiden berkampanye dan memihak dalam Pemilu.
TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Aturan memperbolehkan Presiden Joko Widodo berkampanye dan memilik satu pasangan calon (paslon).
Tapi publik terus menanggapi secara kontroversi. Tak terkecuali ,antan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman.
Dia mengkritisi pernyataan Jokowi terkait dibolehkannya presiden berkampanye dan memihak dalam Pemilu.
Marzuki mengatakan pernyataan presiden tersebut membedakan Pilpres 2024 dengan Pilpres yang lalu.
Masyarakat, kata dia, memandang pernyataan tersebut sebagai anomali etika.
Marzuki mengatakan apa yang disampaikan oleh presiden tidak sepenuhnya sejalan dengan konstitusi.
Artinya, lanjut dia, tidak sepenuhnya sejalan dengan Undang-Undang Pemilu.
Menurutnya, dibolehkannya Presiden untuk melakukan kampanye hanya berlaku bagi presiden yang sedang dalam posisi petahana untuk berkampanye lebih lanjut.
Oleh karena itu, menurutnya apa yang dilakukan atau disampaikan presiden Jokowi merupakan sebagian dari kebenaran karena Undang-Undang tidak membenarkan presiden yang bukan petahana melakukan kampanye.
Selain itu, Presiden juga harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara ketika berkampanye.
Hal tersebut disampaikannya pada Konferensi pers "Refleksi HAM 2023 Jelang Pelaksanaan Pemilu" di Kantor Amnesty International Indonesia Menteng Jakarta Pusat pada Rabu (31/1/2024).
"Apa yang sekarang terjadi adalah kampanye yang menyerupai kampanye tapi sebetulnya merupakan intervensi pemerintah atau presiden ke dalam proses elektoral. Dan ini bisa dikualifikasi sebagai tindakan elektoral yang tidak terpuji. Sehingga memberi keuntungan bagi paslon yang lain dibandingkan dengan yang tidak didukung oleh presiden," kata dia.
"Artinya ucapan presiden itu menyalahi Undang-Undang sementara perbandingan misalnya, konon presiden Obama bisa berkampanye untuk memenangkan calon Ibu Hillary Clinton, itu pilihan Obama tidak berkampanye sebagai presiden, tetapi sebagai anggota partai Demokrat dalam konvensi Demokrat untuk memenangkan Hillary Clinton," sambung dia.
Menurutnya kondisi tersebut sangat berlainan dengan posisi presiden sekarang yang tidak terkait sama sekali dengan kepartaian.
Obama, dalam konteks itu menurutnya kebetulan merupakan presiden tetapi berkampanye sebagai anggota Partai Demokrat.
"Kita nggak tahu sekarang presiden ini anggota partai mana sehingga dibenarkan melakukan kampanye. Apalagi sebagai presiden sekarang ini tidak lagi dalam posisi petahana untuk melanjutkan pemerintahan oleh karena dibatasi masa jabatannya," kata dia.
Menurutnya, pernyataan presiden tersebut mempunyai dampak lanjutan dan mencederai tatanan etika sampai pada sendi-sendinya.
Ia mengatakan hal yang kemudian menjadi masalah besar adalah bagaimana memulihkan cedera etika untuk kemudian masyarakat bisa menerima hasil dari Pilpres dari segi legitimasinya andai calon yang didukung presiden itu memenangkan pilpres.
Menurutnya, ada problem etika yang sangat mendasar yang telah diciptakan oleh ucapan presiden Jokowi yang ternyata menyalahi konstitusi sebagai kepala negara.
Ia menjelaskan konstitusi Republik Indonesia menempatkan etika pada tingkat yang paling tinggi merujuk pada penjelasan Undang-Undang bahwa yang terpenting adalah semangat penyelenggara negara.
Semangat penyelenggara negara, kata dia, adalah semangat etika.
"Itulah bahasa konstitusi. Dan sebagai kepala negara, presiden tidak bisa mengambil posisi yang berpihak denga risiko menciptakan cedera atas kesatuan dan persatuan bangsa," kata dia.
"Ini adalah masalah problematik yang dihadapi publik kita ini untuk pilpres yang sekarang ini dibandingkan yang lain. Jadi suatu pemilihan presiden yang dilakukan di bawah bayang-bayang yang memungkinkan bahwa demokrasi kita ini juga melemahkan hak asasi manusia, apalagi etika hak asasi manusia," sambung dia. (Tribunnews.com/Gita Irawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.