Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pilpres 2024

Debat Ke-4 Pilpres 2024: Gibran Tanya Green Inflation ke Mahfud, Begini Penjelasan Pakar

Green inflastion atau inflasi hijau muncul pada Debat Ke-3 Pilpres 2024 di JCC, Jakarta pada Minggu 21 Januari 2024.

Editor: Lodie Tombeg
AFP
Cawapres Gibran Rakabuming bersalaman dengan Mahfud MD saat Debat Keempat Pilpres 2024. Green inflastion atau inflasi hijau muncul pada Debat Ke-3 Pilpres 2024 di JCC, Jakarta pada Minggu 21 Januari 2024. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Green inflastion atau inflasi hijau muncul pada Debat Ke-3 Pilpres 2024 di JCC, Jakarta pada Minggu 21 Januari 2024.

Cawapres 02 Gibran Rakabuming menanyakan itu kepada Cawapres 03 Mahfud MD.

Apa itu greenflation atau green inflation? Sejatinya merupakan terminologi baru.

Dikutip dari esg.org, inflasi hijau juga bukan merupakan tanda kegagalan sistem ekonomi karena ditandai dengan inflasi yang terus berlanjut: transisi hijau adalah tugas besar yang memerlukan investasi besar-besaran (Blas, 2022).

Memang, ekonom Amerika Pr. Harold T. Shapiro (1981) berpendapat bahwa inflasi yang berkelanjutan tidak dapat dipahami secara ekonomi semata.

Menurutnya, inflasi lebih berkaitan langsung dengan respons sistem politik kita terhadap perubahan agenda sosial dibandingkan dengan kekurangan yang belum terselesaikan dalam sistem ekonomi kita.

Faktanya, krisis Covid-19 merupakan tonggak penting bagi kesadaran global terhadap permasalahan sosial dan lingkungan dalam masyarakat kita. Hal ini telah mengguncang agenda politik dan mempercepat transisi ramah lingkungan.

Menurut cobsinsight.org, pertama-tama yang harus dilihat adalah inflasi hijau tecermin dalam kenaikan harga beberapa komoditas.

Yang terakhir ini harus dipahami sebagai terpenuhinya permintaan yang kuat akan logam yang diperlukan untuk transisi ramah lingkungan dan pasokan yang tidak mampu memenuhi permintaan tersebut.

Pasokan rendah akibat rendahnya investasi besar-besaran di sektor pertambangan, yang sudah sangat terdampak oleh Covid-19. China, misalnya, memasok hampir 60 persen aluminium dunia, namun memutuskan untuk membatasi peleburan baru agar sejalan dengan kampanye netralitas karbonnya (Sharma, 2021).

Terakhir, penurunan produktivitas yang disebabkan oleh pertanian ramah lingkungan dan beretika mengakibatkan harga bahan pertanian menjadi lebih tinggi.

Konsep inflasi hijau yang dapat diringkas menjadi kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) sebagai konsekuensi transisi perekonomian saat ini ke perekonomian yang lebih hijau atau perekonomian net-zero.

Karena konsep ini belum ditetapkan secara pasti dan masih menjadi bahan perdebatan di kalangan ekonom, maka yang diampu adalah penggunaan definisi yang luas.

Namun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua kenaikan harga disebabkan oleh inflasi hijau.
Misalnya, tidak masuk akal jika kita berpikir bahwa inflasi hijau cukup untuk menjelaskan tingkat inflasi tahunan sebesar 5,3 persen di Uni Eropa pada bulan Desember 2021 (Eurostat 2021).

Hal ini karena ada banyak alasan lain yang menyebabkan kenaikan harga. Namun inflasi hijau tetap diperlukan untuk menjelaskan inflasi yang kita alami.

(Tribun)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved