Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sulawesi Utara

3 Destinasi Wisata Sejarah di Langowan, Minahasa Sulawesi Utara

Berikut ini sederet objek wisata Sejarah di Langowan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Erlina Langi
TribunManado
3 Destinasi Wisata Sejarah di Langowan, Kab.Minahasa - Sulawesi Utara 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini sederet objek wisata Sejarah di Langowan Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut)

Bagi yang berkesempatan traveling ke Sulut, jangan lupa untuk menyempatkan diri berkunjung ke wilayah Langowan

Jaraknya dari Kota Manado, Ibu Kota Provinsi Sulut sekitar 2 jam perjalanan.

Langowan terbagi atas beberapa Kecamatan. Wilayah ini sempat diproyeksikan menjadi kota.

Namun masih terbentur kebijakan morotorium pemekaran daerah.

Daerah Langowan berada di dataran tinggi sehingga iklimnya sejuk, dan dingin di malam hari.

Travelers bisa menikmati perjalanan sejarah pekabaran Injil agama Kristen di tanah Minahasa.

Lantas apa saja objek wisata Sejarah di Langowan yang bisa disambangi?, yuk simak berikut ini:

3 destinasi objek wisata Sejarah di Langowan Minahasa Sulawesi Utara

1. Monumen Schwarz

Monumen Schwarz di Langowan Minahasa Utara, Sulawesi Utara
Monumen Schwarz di Langowan Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Tribun Manado/Fernando Lumowa)

Di Pusat Kota Langowan, berdiri sebuah patung raksasa.

Patung ini dijadikan monumen untuk mengenang sosok Johann Gottlieb Schwarz penginjil agama Kristen yang mengabarkan Injil di tanah Minahasa.

Patung ini sudah menjadi ikon Kota Langowan, berdiri di samping Gereja GMIM Sentrum Langowan.

Schwarz menjadi satu di antara sosok yang berperan dalam pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di tanah Toar Lumimuut

Bersama Schwarz, ada lagi sosok Johann Friedrich Riedel. Pada 12 Juni 1831 kedua warga Jerman itu tiba di Minahasa.

Riedel tiba dan menetap di Tondano pada tanggal 14 Oktober 1831. Sedangkan Schwarz ke Langowan.

Awalnya Schwarz menghadapi para Walian yang pengaruhnya kuat dalam masyarakat.

Namun, kehadiran sekolah yang menjadi sarana pembelajaran kekristenan membantu orang Langowan dan sekitarnya menerima pekabaran Injil.

Hal ini nyata sesudah tiga tahun pelayanan Schwarz ada empat orang dibaptis, sesudah sembilan tahun bertambah menjadi 300 orang dan lebih dari 1.800 orang sesudah 12 tahun.

Langowan menjadi tempat di mana tubuh Schwarz disatukan dengan tanah.

Schwarz yang lahir di Jerman 21 April tahun 1800, meninggal di Langowan pada 1 Februari 1959.

Makamnya kini terletak di Desa Wolaang, tepat bersebelahan dengan lapangan Schwarz Langowan.

2. Ranolewo Hotspring

Danau Ranolewo
Danau Ranolewo (TRIBUNMANADO/ANDREAS RUAUW)

Para pecinta hot spring atau pemandian air panas bisa mencoba Ranolewo, hots spring yang terletak di Desa Toraget, Langowan, Minahasa.

Danau Ranolewo terkenal dengan cerita mistis yang sangat kental di kalangan masyarakat setempat.

Oleh karena itu, jika kamu berkunjung ke tempat ini ada baiknya untuk tidak membuat kagaduhan.

Konon katanya, danau ini merupakan tempat di mana para pejuang Minahasa tempo dulu membersihkan diri usai berperang.

Danau Ranolewo ini terbentuk secara alami.

Air di danau ini hangat dan berwarna hijau.

Danau ini memiliki 7 titik sumber air panas berkisar antara 35-100 derajat Celcius.

Danau Ranolewo berlokasi di Desa Toraget, Kecamatan Langowan Barat yang dikelilingi sawah, pepohonan, dan bunga-bunga.

Di lokasi yang sama terdapat satu danau lain yang berbeda warna, yaitu biru. Kedua danau ini saling bersebelahan.

Untuk mencapai tempat ini, bisa mengambil patokan dari pusat Kota Langowan mengarah ke Tompaso.

Lokasinya berada di Jalan Padakanan, rute menuju ke area persawahan.

Area hot spring yang satu ini memang gerletak di antara persawahan. Kolam air panas ini terbentuk alami berwarna biru muda.

Tak hanya sekedar berendam, para penikmatnya bisa menyaksikan latar belakang pemandangan persawahan. Padi menguning berlatar biru pegunungan cukup memanjakan mata.

Ada dua kolam air panas alami di sini. Warga menamainya Ranokelang, dan Ranolewo.

Kolam Ranokelang tidak dikhususkan untuk mandi. Air di kolam ini terlampau panas.

Namun jika ingin sekadar mengabadikan momen dengan berfoto sangat disarankan. Ranokelang spot yang instragamable.

Penikmat hot spring bisa memanfaatkan Ranolewo.

Air di kolam ini sangat pas panasnya untuk berendam. Namun lokasi ini merupakan tempat pemandian umum khusus pria,untuk wanita ada di lokasi terpisah tak jauh dari kolam tersebut.

Kolamnya cukup luas di antara pepohonan bak pagar alam, airnya pun berwarna biru langit.

Jangan dikira kolam ini dangkal, di lokasi terdalam bisa mencapai 11 meter.

Biasanya warga berendam di tepian, tapi yang lihai berenang bisa mengeskplor area di bagian tengah kolam.

Hot spring ini cukup ramai pengunjung, terutama di sore hari. Warga desa setempat dan di sekitarnya kerap memanfaatkan kolam air panas alami ini.

Termasuk para petani, usai bekerja di sawah kerap singgah sejenak berendam melepas lelah setelah kerja seharian.

Hot spring yang satu ini juga jadi satu di antara objek wisata yang coba dikembangkan pemerintah.

3. Wisata budaya Palamba, Waruga Toar Lumimuut dan Klenteng.

Klenteng Kwan Im di Minahasa
Klenteng Kwan Im di Minahasa (Tribun Manado/Arthur Rompis)

Di salah satu desa terpencil di Minahasa terdapat sebuah klenteng yang cukup unik karena terdapat waruga atau makam pada zaman megalitikum.

Klenteng tersebut bernama Klenteng Kwan Im yang terletak di Desa Palamba, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Desa tersebut dihuni oleh penduduk suku Minahasa yang beragama Kristen dan sangat jauh dari budaya Tionghoa.

Adapun Waruga Opo Toar dan Lumimuut yang terletak di dalam Klenteng Kwan Im, merupakan makam leluhur suku Minahasa.

Menurut Teni Sumual, penjaga Waruga Opo Toar dan Lumimuut mengatakan kalau alasan berdirinya Klenteng Kwan Im di Desa Palamba adalah bagian dari abstraksi budaya yang sulit untuk dijelaskan.

"Sebagai contoh, ada peristiwa seseorang yang mendapatkan petunjuk dalam mimpik kalau bisa menemukan cincin di suata tempat, dan dia benar-benar menemukannya," ujar Teni didampingi istrinya, Heni Tarumingi, juru kunci Klenteng, Sabtu (3/2/2020) sore.

Tribun pernah mendengar cerita tentang seseorang beroleh arca Dewi Kwan Im lewat petunjuk gaib sebagai awal mula berdirinya Klenteng itu.

"Nah seperti itulah, begitulah abstraksi budaya," ujar dia tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Salah satu kisah yang populer adalah arca tersebut muncul saat ritual di Waruga Opo Toar dan Lumimuut.

Namun semua tetap merupakan misteri yang disebut Teni sebagai abstraksi budaya.

Dikatakan Teni, bangunan Klenteng dibangun sejak sekira puluhan tahun lalu oleh sejumlah donatur.

Bersamaan dengan itu, Majelis Buddhayana dari Sulut, Gorontalo serta Surabaya datang berkunjung.

"Kini akan dibangun bangunan Klenteng baru samping bangunan yang lama, arca Dewi Kwan Im untuk sementara ditaruh di suatu ruangan di bangunan Klenteng yang lama," kata dia.

Tribun berkesempatan menyaksikan arca Dewi Kwan Im tersebut.

Arca tersebut berwarna putih, terbuat dari batu giok.

Di bawah Arca itu, ada dua Arca milik Hok Tek Ceng Sin dan Sun Go Kong.

Hok Tek Ceng Sin dikenal sebagai Dewa Bumi sementara Sun Go Kong adalah Dewa Perang yang masyur dalam kisah perjalanan ke barat mencari kitab suci.

Sekeliling arca terdapat barang - barang sembahyang seperti yang sering ditemui di Klenteng.

Lagu penyembahan Dewi Kwan Im yang diputar membuat suasana sore itu terasa syahdu.

Sejumlah asesoris Dewi Kwan Im nampak di sekeliling ruangan tersebut.

(*)

Baca Berita TribunManado Lainnya di Google News

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved