Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Nasional

Kisah Musir, Warga Aceh yang Nangis Kalau Lihat Harimau Mati, Padahal Dulu Kakaknya Diserang Harimau

Ada rasa sakit hati yang dirasa Musir pasca kakaknya tewas diserang harimau, namum kini Musir justru menangis jika ada harimau mati.

|
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Tribunmanado.co.id/Indri Panigoro
Musir merupakan adik dari Martunis warga Desa Panton Luas, Tapakuan Aceh yang ditemukan tewas diserang harimau 2010 silam. 

“Saya itu banyak pertanyaan yang ditanyakan ke saya, namun keputusan saya sudah bulat, mereka hanya butuh diyakinkan saja, segala interaksi negatif yang terjadi, selain karena sudah takdir tentu ada penyebab ulah manusia,” kata Musir.

Dedi Suhendri dan Musir saat berdialog dengan wartawan di depan kandang ternak antiserangan harimau
Dedi Suhendri dan Musir saat berdialog dengan wartawan di depan kandang ternak antiserangan harimau (Tribunmanado.co.id/Indri Panigoro)

Pasti pertama melihat harimau ada rasa sakit hati yang dirasa Musir pasca kakaknya tewas diserang harimau, namum kini Musir justru menangis jika ada harimau mati.

“Entah kenapa ketika melihat harimau mati, saya malah nangis. Saat itulah Ia mulai berfikir upaya apa yang harus dilakukan agar tidak ada lagi interaksi negative,” tutupnya.

Konflik harimau dan manusia di Desa Panton Luas ini memang sering terjadi. Terlebih ketika ada sekelompok orang yang mulai menebang pohon dan membuka lahan baru di hutan yang tak jauh dari desa tersebut.

Hal ini selaras dengan siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan nomor : SP. 150/HUMAS/PP/HMS.3/03/2018, yang dikeluarkan pada 19 Maret 2018 yang menyebut kalua harimau sebenarnya tidak mengganggu manusia jika habitatnya tidak terganggu.

“Ketika ruang jelajah dan pasokan makannya berkurang, dia merasa terancam, konflik satwa dan manusiapun terjadi,'' ungkap Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Jakarta, Senin (19/3).
Yan Ferial menduga kalau harimau terganggu dan marah dengan ulah sekelompok orang tersebut.

Kata Yan Ferial, kalau ada warga desa yang melakukan perilaku tercela, berbuat tak senonoh dan berbuat hal tak baik di desa, bekas pijakan kaki harimau akan terpantau ada di jalan-jalan yang ada di Desa Panton Luas itu.

Jauh sebelum kasus menimpa Martunis, konflik dengan satwa liar termasuk harimau ini jarang didengar.

Dulu aturan hidup dalam hutan masih dinomorsatukan oleh warga.

Namun lambat laun, persahabatan dengan satawa mulai retak.

Berbagai hukum adat mulai tak diindahkan oleh warga, alhasil konflik hewan dan manusia muncul.

Bukan hanya ternak warga yang diserang harimau. Warga yang bernama Martunis pun ikut diserang raja hutan yang dijuluki nenek itu.

Lanjut Feriyal, dibentuknya KSM Rimeung Aulia ini pada 2016 berangkat dari kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas kearifan lokal untuk menjaga hutan dan satwa liar agar bisa hidup berdampingan dengan masyarakat.

Apalagi kata Yan, terlepas dari kejadian harimau serang warganya, keberedaan harimau ini justru menjadi keuntungan juga bagi masyarakat. Ketika harimau ini mulai berkurang dalam hutan, hewan lain seperti babi justru akan memakan tanaman warga disebabkan tidak ada yang menjaga perkebunan secara alami.

Pengurus KSM Rimeung Aulia saat menceritakan kepada wartawan kalau warganya pernah dimakan harimau
Pengurus KSM Rimeung Aulia saat menceritakan kepada wartawan kalau warganya pernah diserang harimau (Tribunmanado.co.id/Indri Panigoro)

Harimau ternyata juga memberi tanda kepada manusia agar tidak mengizinkan warga berkebun, dengan cara mencakar tanah atau jalur yang biasa dilewati manusia.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved