Berita Viral
Kronologi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya, Seorang Wanita Dibawa Kabur, 4 Orang Pelaku Diamankan
Simak kronologi kawin tangkap di Sumba Barat Daya, NTT yang menyebabkan empat orang pelaku ditangkap.
Kepala Kepolisian Resor Sumba Barat Daya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sigit Harimbawan membenarkan adanya kejadian dugaan kawin tangkap tersebut.
"Kejadiannya di wilayah hukum Polsek (Kepolisian Sektor) Wewewa Barat," kata Sigit kepada Kompas.com, Jumat (8/9/2023) pagi.
Menurut Sigit, setelah video itu viral pada Kamis (7/9/2023), pihaknya langsung menurunkan tim ke lokasi kejadian untuk mengecek informasi tersebut.
"Intinya kita masih cek dulu. Nanti kita akan sampaikan perkembangannya," kata dia.
Diculik untuk dinikahi
Dikutip dari Kompas.com, pemaksaan perkawinan atas dasar aturan adat sampai saat ini masih kerap terjadi, tidak hanya di Lombok tetapi juga di gugusan pulau Nusa Tenggara yang lain hingga ke Sumba di Nusa Tenggara Timur.
Di wilayah tersebut ada istilah kawin culik untuk Lombok Timur. Sedangkan di Sumba dikenal sebagai kawin tangkap.
Semua ini berinti pada pernikahan paksa yang digelar atas tuntutan adat. Di Sumba, tradisi pemaksaan perkawinan juga ada dalam bentuk yang berbeda.
Unsur kekerasan dari laki-laki hadir dalam adat yang populer sebagai kawin tangkap.
Dalam sejumlah praktiknya, menurut Pendeta Aprissa L. Taranau, kawin tangkap terjadi ketika seorang laki-laki menangkap dan bahkan bisa bermakna menculik perempuan untuk dijadikan istrinya secara paksa.
Aprissa adalah Ketua Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi dan tinggal di Sumba.
Setiap hari, dia mengambil pendekatan keagamaan untuk mengikis praktik kawin tangkap ini.
“Sangat berlapis perjuangan kami disini, karena bukan saja berhadapan dengan kekerasan seksual itu sendiri, tetapi karena diatasnamakan sebagai tradisi, adat atau budaya sehingga sangat sulit dihilangkan,” kata Aprissa.
Secara budaya, kata Aprissa, konteks kawin tangkap adalah pernikahan yang dilakukan tanpa proses melamar.
Dari berbagai sumber tertulis, lanjutnya, budaya ini memang ada di Sumba.
Sayangnya, tradisi ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kawin tangkap. Di masyarakat, khususnya anak muda, kemudian muncul pemahaman bahwa tradisi ini dilakukan dengan seenaknya menangkap seorang perempuan dan memaksanya untuk menikah.
“Kekerasan yang dialami perempuan berlapis, ditarik, dipaksa, dipukul kalau melawan. Kekerasan seksual juga karena ada pelecehan seksual, ada permaksaan perkawinan. Ada kekerasan psikis,” tambah Aprissa.
Di Sumba, Aprissa berjuang mengubah paradigma masyarakat yang mempertahankan praktik adat tersebut.
Dia mengaku, gereja memiliki pekerjaan rumah untuk memberi pemahaman masyarakat mengenai nilai kesetaraan.
Mereka juga terus bersuara, dengan harapan pemerintah mendengarkan suara korban, sehingga tergerak untuk membuat payung hukum yang mampu menghentikan tradisi ini.
Sampai saat ini, kata Aprissa, jika kasus sejenis terjadi, penegak hukum cenderung melihatnya persoalan adat.
“Selalu dibenturkan dengan pernyataan, bahwa ini adat dan dikembalikan ke keluarga, biar nanti mereka yang mengurus,” pungkasnya.
(KOMPAS.com/ Sigiranus Marutho Bere)
Baca juga: Penampilan Terbaru Putri Anne Usai Lepas Hijab, Lihat Foto Rambut Diurai dan Ada Tato Unik
Artikel ini telah tayang di TribunStyle.com
Baca berita lainnya di: Google News
Baca Berita Terbaru Tribun Manado: disini
Akhirnya Terungkap Siswa yang Aniaya Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Sinjai Ternyata Anak Polisi |
![]() |
---|
Rektor UI Prof Heri Hermansyah Diteriaki Zionis saat Acara Wisuda |
![]() |
---|
Viral Polisi Suruh Lepas Pencuri Motor yang Ditangkap Warga, Begini Nasibnya Sekarang |
![]() |
---|
Viral John Batafor Luapkan Kekesalan Diduga ke Sesama Anggota DPRD Lembata karena Tak Hargai Rakyat |
![]() |
---|
Sosok Ardianti Putri, Guru di Sukabumi Viral Menikah dengan Pria Korea, Terungkap Awal Mula Hubungan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.