Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KKB Papua

Akhirnya Terungkap Alasan Mengapa Negosiasi Pembebasan Pilot Susi Air dengan KKB Berjalan Alot

Saat ini Upaya pembebasan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philips Mark Methrtens kini berpacu dengan waktu.

|
ANTARA/RST via Kompas.com
Saat ini Upaya pembebasan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philips Mark Methrtens kini berpacu dengan waktu. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - KKB pimpinan Egianus Kogoya memberikan ultimatum yang menyatakan batas waktu negosiasi pembebasan pilot Susi Air.

Jika tuntutan mereka tak dituruti, Egianus mengancam bakal mengeksekusi Philip pada 1 Juli kemarin.

Terkait ancaman ini, Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri menyatakan dengan tegas bahwa Pemerintah RI menolak tuntutan referendum di Papua yang diajukan sebagai syarat untuk pembebasan pilot Susi Air.

Baca juga: Peringatan Dini BMKG Cuaca Ekstrem Kamis 6 Juli-Jumat 7 Juli 2023, Daftar Wilayah Alami Hujan Lebat

Video rekaman pesan pilot pesawat Susi Air Kapten Philip Mark Mertens tersebar, Faizal meyakini ini adalah bagian dari tak-tik KKB.
Video rekaman pesan pilot pesawat Susi Air Kapten Philip Mark Mertens tersebar, Faizal meyakini ini adalah bagian dari tak-tik KKB. (Tribun-Papua.com)

Pemerintah pun menawarkan kepada KKB pimpinan Egianus Kogoya agar melepaskan Philip dengan tebusan uang.

Sejumlah pihak menilai ruang dialog untuk pembebasan pilot susi air, Philip Mark Mehrtens, masih terbuka meski batas waktu negosiasi yang diberikan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua berakhir hari ini, Jumat (30/6/2023).

Saat ini Upaya pembebasan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philips Mark Methrtens kini berpacu dengan waktu.

Pasalnya, batas waktu negosiasi yang ditentukan telah habis pada Sabtu (1/7/2023).

Kendati demikian, pemerintah saat ini masih terus mengupayakan negosiasi dan pendekatan damai untuk membebaskan Philips.

Pemerintah bahkan telah menyanggupi uang Rp 5 miliar sebagai tebusan untuk membebaskan pilot tersebut.

Lantas, mengapa negosiasi pembebasan pilot Susi Air berjalan alot?

Tuntutan KKB mutlak tidak bisa ditolerir

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, setiap kasus memiliki kerumitan yang berbeda.

Menurutnya, setiap upaya harus dilakukan dengan hati-hati, serta melihat peluang dan potensi hambatannya.

Dalam konteks pilot Susi Air, Fahmi menyebutkan adanya beberapa tuntutan dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang mutlak tidak bisa ditolelir, seperti soal referendum dan senjata.

"Jadi tawaran uang tebusan itu memperjelas posisi Indonesia bahwa itu adalah batasannya. Sudah ada upaya-upaya untuk komunikasi," kata Fahmi kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

Untuk membebaskan pilot Susi Air, Fahmi menilai bahwa operasi militer tidak bisa dilakukan.

Pasalnya, ada banyak tantangan dan hambatan, seperti medan, cuaca, serta dampak keamanan dan keselamatan, baik sandera, tim penyelamat, maupun warga sipil.

"Karena bisa saja, misalnya, operasi pembebasan bisa dilakukan, pilot berhasil dievakuasi, tapi balasannya kemudian KKB menyerang warga sekitar," jelas dia.

"Kan itu jadi gak berarti, menyelamatkan satu orang tapi sekian nyawa jadi berisiko," lanjutnya.

Tawaran uang tebusan

Fahmi menjelaskan, tawaran uang tebusan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk membebaskan sandera dengan upaya damai dan persuasif.

Menurutnya, langkah ini juga selaras dengan keinginan banyak pihak.

"Banyak pihak ingin supaya pembebasan bisa dilakukan secara damai, persuasif, tidak dengan kekerasan. Karena itu akan berisiko dan menimbulkan banyak korban jiwa. Ini opsi paling mungkin," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono tidak mempersoalkan pemberian uang tebusan tersebut.

Ia menyebutkan, pemenuhan uang tebusan itu merupakan upaya kemanusiaan demi keselamatan nyawa Methrtens maupun masyarakat di sekitar.

"Yang jelas itu tadi untuk damai dan kemanusiaan, apalagi menyangkut nyawa manusia, baik pilot maupun masyarakat setempat, artinya tidak ada apa pun yang seharga itu," kata Yudho di Istana Wakil Presiden, Jakarta pada Selasa (4/7/2023).

"Kemanusiaan kan enggak ada harganya, enggak bisa dihargai seberapa pun, apabila ini menyangkut keselamatan nyawa manusia," sambungnya.

Mengapa TNI Tidak Melakukan Serangan Udara untuk Mengatasi KKB Papua?

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, akan timbul risiko lebih besar ketika TNI memilih serangan udara.

Sebab, serangan udara dilakukan setelah target benar-benar dipastikan secara presisi.

"Tentu saja akan sulit membedakan antara target KKB dan warga. Apalagi medan di Papua bisa dibilang sulit," kata Fahmi kepada Kompas.com, Senin (9/5/2022).

Menurutnya, strategi KKB selama ini adalah berbaur dengan warga untuk menyulitkan aparat.

Karena itu TNI sangat berhati-hati dalam mengambil satu tindakan, tak terkecuali serangan udara.

"Dikhawatirkan serangan itu akan membuat konflik meluas. Akan sulit memelihara simpati dan dukungan masyarakat ketika terjadi insiden-insiden terhadap warga," jelas dia.

"Itu yang memang menjadi penyulit dalam konteks pendekatan militer di Papua," kata Fahmi.

Ia menjelaskan, pendekatan dialog dan humanis yang diterapkan oleh Panglima TNI Andika Perkasa saat ini lebih mungkin dilakukan daripada militer.

Sebab, pendekatan militer terbukti tidak mampu menghentikan aktivitas KKB di Papua.

Hanya saja, pendekatan ini semestinya juga dilakukan oleh sejumlah pihak lainnya selain TNI dan Polri.

"Mestinya leading sector-nya bukan TNI atau Polri, mereka hanya melakukan dukungan keamanan dalam upaya damai," ujarnya.

"Karena tugas TNI atau Polri itu kan memukul, bukan merangkul, kalau merangkul yang ditugaskan seharusnya unsur pemerintah lain. Papua ini bukan hanya urusan TNI atau Polri," kata dia. 

Artinya, perubahan pendekatan itu juga harus disertai dengan pergantian leading sector.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Baca berita lainnya di: Google News

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved