Berita Denny Indrayana
Denny Indrayana Sebut Jokowi Wajib Diberhentikan, Lakukan Korupsi dan Halangi Penegakan Hukum
Denny Indrayana menyebut Presiden Jokowi wajib diberhentikan karena melakukan korupsi hingga menghalangi penegakan hukum.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana kembali mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Denny Indrayana menyinggung kondisi pemerintahan era Jokowi yang dianggapnya harus segera dimakzulkan.
Hal itu disampaikannya dalam cuitan di akun Twitternya, @dennyindrayana, Minggu (25/6/2023).
Denny Indrayana menilai bahwa Presiden Jokowi layak dimakzulkan karena beberapa alasan.
"Jokowi adalah (Masalah) Kita: Wajib Diberhentikan. Jokowi bukan hanya bisa, tapi wajib dimakzulkan?," cuit Denny Indrayana.
Denny Indrayana menganggap, logika berfikirnya sederhana atau simple logic.
"Kita harus berfikir lebih sehat, lebih waras. Karena saat ini sudah banyak logika yang bengkok.
Misalkan, mengatakan Kaesang tidak membangun dinasti, karena beda Kartu Keluarga dengan Jokowi.
Atau, Jokowi tidak bisa dimakzulkan, karena dipilih langsung oleh rakyat. Itu logika nyungsep," ujar Denny Indrayana.
Berikut tiga logika sederhana, menurut Denny, yang merupakan pelanggaran Jokowi yang masuk delik pemakzulan.
"Pertama, Jokowi patut diduga melakukan korupsi memperdagangkan pengaruh.

Kasusnya adalah yang dilaporkan Ubeidilah Badrun pada 10 Januari 2022, sudah lebih dari setahun yang lalu, tanpa ada progres," ujarnya.
"Yaitu, laporan dugaan korupsi suap yang diterima anak-anak Jokowi, seolah-olah penyertaan modal ratusan miliar Rupiah.
Modal besar demikian tidak mungkin diberikan, kalau Gibran dan Kaesang bukan anak Presiden Jokowi," katanya.
"Saya berpendapat, inilah modus trading in influnce, memperdagangkan pengaruh Jokowi sebagai Presiden," ujarnya.
Logika sederhananya, kata Denny, yang terjadi adalah korupsi memperdagangkan pengaruh Presiden Jokowi, bukan penyertaan modal.
"Kedua, Presiden Jokowi patut diduga melakukan korupsi, menghalang-halangi proses penegakan hukum.
Kepada seorang anggota kabinet, pimpinan KPK menyatakan ada 4 kasus korupsi yang menjerat seorang elit politik.
KPK siap mentersangkakan dengan seizin Presiden," kata Denny.
Sampai saat ini, tambahnya sang elit tetap aman, karena berada dalam barisan koalisi Jokowi.
"Itu jelas melanggar Pasal 21 UU Tipikor, Jokowi menghalang-halangi penegakan hukum (Obstruction of Justice)," tambah Denny.
Ketiga, kata Denny, Presiden Jokowi melanggar konstitusi, kebebasan berorganisasi, karenanya masuk delik penghianatan terhadap negara.
"Moeldokogate, yaitu pembegalan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko adalah pelanggaran HAM.
Pembiaran atau by ommision oleh Presiden Jokowi menunjukkan Beliau terlibat, mencopet demokrat," katanya.
Logika sederhana, menurut Denny, Moeldokogate bukanlah hak politik Moeldoko yang patut dihormati, tetapi adalah pembegalan parpol yang adalah kejahatan.
Pembiaran Presiden Jokowi atas pembegalan partai, melanggar HAM, melanggar konstitusi, dan secara UU Pemilu, menurut Denny, adalah pengkhianatan terhadap negara.
"Dengan tiga delik pelanggaran impeachment yang kasat mata di atas, DPR bukan tidak mampu (unable) untuk memberhentikan Jokowi, tetapi tidak mau (umwilling). Salam logika akal sehat," kata Denny.
Baca juga: Heboh Pernyataan Denny Indrayana, Sebut Dapat Bocoran Anies Baswedan Segera Jadi Tersangka Korupsi
Surat Terbuka
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana melakukan manuver terbarunya dalam melihat langkah cawe-cawe Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2024 ini.
Denny Indrayana mengirimkan surat terbuka ke pimpinan DPR tertanggal Rabu (7/6/2023) hari ini untuk meminta DPR memulai proses impeachmet atau pemecatan kepada Presiden Jokowi.
Alasannya, kata Denny Indrayana, Jokowi diduga melakukan 3 pelanggaran konstitusi dan layak dimakzulkan atau dipecat oleh DPR.
Hal itu dikatakan Denny Indrayana melalui akun Twitternya @dennyindrayana, dengan melampirkan foto surat.
"Berikut adalah Surat Terbuka saya kepada Pimpinan DPR untuk memulai proses impeachment (pemecatan) kepada Presiden Jokowi.

Saya sampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi," cuit Denny.
"Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang Tokoh Bangsa, yang pernah menjadi Wakil Presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesign hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan," kata Denny.
Menurut Denny, sebagai bukti awal, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya.
"Saya menyarankan DPR melakukan investigasi melalui hak angketnya, yang dijamin UUD 1945. Apalagi bukti dan informasi lain, silakan baca lengkap Surat Terbuka di atas, agar tidak gagal paham," ujar Denny.
Dalam surat terbukanya Denny mengawali dengan menjelaskan bahwa situasi politik dan hukum Indonesia sedang tidak normal karena banyak saluran aspirasi ditutup dan bahkan dipidanakan.
"Salah satunya adalah yang dialami oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Mereka dikriminalisasi karena menyampaikan kritik dan pengawasan publiknya. Karena itu, saya "terpaksa" membawa mata dan hati rakyat untuk ikut mencermati laporan ini," kata Denny dalam suratnya.
"Saya berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024," tambah Denny.
"Sering saya katakan, sebagai perbandingan, Presiden Richard Nixon terpaksa mundur karena takut dimakzulkan akibat skandal Watergate.
Yaitu, ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap. Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya, sehingga lebih layak dimakzulkan," beber Denny.
Berikut kata Denny adalah dugaan pelanggaran impeachment, yang dalam pandangannya patut diselidiki oleh DPR melalui hak angket.
Satu, kata Denny, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden.
Menurutnya bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara Rosi di Kompas TV, haqul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.
"Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan.
Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024," kata Denny.
Menurut Rachland, ujar Denny, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY.
Sebelumnya, kata Denny sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK.
"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?," ujarnya.
Dua, ujar Denny, Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.
"Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung," ujarnya.
Anggaplah, kata Denny, Presiden Jokowi tidak setuju dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol.
"Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Kepala staf presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly," katanya.
Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, menurut Denny, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden.
"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui-lebih jauh lagi memerintahkan-langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat?," katanya.
Tiga, kata Denny, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.
Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, menurut Denny, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian.
"Bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024," katanya.
Suharso Monoarfa misalnya, kata Denny, diberhentikan sebagai Ketua Umum partai.
"Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab, ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena 'Empat kali bertemu Anies Baswedan'," kata Denny.
Menurut Denny, ketika Soetrisno Bachir menanyakan, kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024.
Arsul Sani menjawab, "PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin.
Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga," karena bertentangan dengan kehendak penguasa.
"Karenanya hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres?," kata Denny.
"Demikianlah laporan dugaan pelanggaran impeachment Presiden Joko Widodo ini saya sampaikan," ujarnya.
Meski sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan, menurut Denny, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, ia berkewajiban menyampaikan laporan ini.
"Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara,
tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya," kata Denny.
Baca juga: Ini Saran Partai NasDem ke Prof Denny Indrayana soal Isu Anies Baswedan Akan Ditangkap KPK
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Denny Indrayana
Jokowi
Diberhentikan
dimakzulkan
denny indrayana kritik jokowi
Jokowi Diberhentikan
Jokowi Dimakzulkan
Jokowi Korupsi
korupsi
Gempa Terkini di Sulawesi Utara Pagi Ini Minggu 12 Oktober 2025, Terjadi di Sini, Berikut Info BMKG |
![]() |
---|
Eks Pemain Manchester United Bobol Gawang Maarten Paes, Timnas Indonesia Gagal ke Piala Dunia 2026 |
![]() |
---|
Gempa Terkini Pagi Ini Minggu 12 Oktober 2025, Info BMKG Lokasi dan Magnitudonya |
![]() |
---|
Ternyata Ada 2 Orang Lain yang Terlibat dalam Kasus Pembunuhan Dina Oktaviani, Ini Perannya |
![]() |
---|
Akhirnya Terungkap Alasan Heryanto Tega Habisi Nyawa Dina Oktaviani |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.