Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Raya Waisak 2023

Cerita Bhante Anando Aggadipo, Biksu Lulusan Thailand yang Jatuh Cinta dengan Manado

Bhante Ananda Anggadipo mengaku sering mengunjungi dan jatuh cinta dengan Kota Manado. Seingatnya pertama kali ke Manado saat umur 23 tahun. 

Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Arthur Rompis
Peringatan detik-detik Tri Suci Waisak di Vihara Dhammadipa, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (4/6/2023). 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Kota Manado, bagi Bhante Anando Aggadipo adalah kota yang sangat rukun.

Menurutnya, Kota Manado memang pas dijadikan laboratorium kerukunan di Indonesia.

"Saya sering bercerita tentang ini bilamana saya di daerah lain," kata Bhante Anando Aggadipo saat tampil sebagai penceramah dalam peringatan detik-detik Tri Suci Waisak di Vihara Dhammadipa, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (4/6/2023). 

Bhante Ananda Anggadipo mengaku sering mengunjungi dan jatuh cinta dengan Kota Manado. 

Seingat Bhante Ananda Anggadipo dirinya pertama kali ke Manado saat umur 23 tahun. 

"Langsung melihat tulisan torang samua bersaudara," katanya.

Selain itu, yang Bhante Ananda Anggadipo  kagumi dari Manado adalah makanannya.

Ia suka Tinutuan alias Bubur Manado.

"Wah kalau itu luar biasa, Tinutuan luar biasa, Saya juga suka ikan nike," katanya. 

Cerita tentang pengalaman pribadi

Ananda sendiri berasal dari Tangerang, Jawa Barat. Ia sekolah biksu di Thailand.

Anando melayani permintaan wawancara Tribunmanado.co.id dengan ramah.

Ia mempersilakan bertanya apa saja, dari Waisak hingga ke pengalaman pribadi termasuk soal masa mudanya dulu.

Anando menjawab jujur, tanpa tedeng aling aling. 

Ia bercerita, sebelum jadi bhante, Anando muda adalah seorang yang bandel.

Ia hobi balapan.

Suatu ketika, ia kepergok polisi sedang balapan liar, dan kemudian lari.

Karena terburu-buru, ia kurang awas kemudian mengalami kecelakaan.

Tapi ia belum kapok, balapan hingga celaka lagi.

Begitu seterusnya hingga empat kali. 

"Saat saya dirawat di rumah sakit, saya melihat ibu merawat dengan tabah.

Ayah sudah wafat saat saya berusia 8 tahun. Saat itulah saya sadar dan bertekad menjadi guru agama," katanya. 

Dari guru agama, seiring dengan kesadaran yang memenuhi dirinya tentang asal penderitaan manusia, dia pun meloncat jadi bhante. 

"Saya mulai belajar pada tahun 1997," katanya. 

Perjuangannya menjadi bhante tak muda, segala rintangan musti ia lalui. 

Yang terberat adalah masalah asmara. 

Dia mengaku sempat nyaris berpacaran sebelum jadi bhante. 

Dia ditaksir adik kelasnya.

Sebagai manusia, Anando merasakan sesuatu yang manis di hatinya.

Tapi Anando tak larut, ia bertanya pada semesta, yang menjawab lewat suara hatinya. 

"Lima kali saya bertanya di hati," kata dia. 

Anando mengakui godaan wanita adalah yang terberat. 

Dirinya memberi tips bagaimana seorang pria dapat melawan godaan wanita.

"Semuanya tergantung pikiran kita," kata dia.

Wawancara kadang terputus saat umat mendatangi bhante.

Ia menyapa mereka.

Seseorang memberinya amplop. 

Anando menyuruh seseorang untuk mengambil amplop itu. 

"Saya tak bisa sentuh uang," katanya.

Tentang Tuhan, Anando punya teori menarik.

Ia memberi perumpamaan tentang air. 

"Air itu sama tapi penyebutannya beda. Ada yang sebut air, aer, bayu, atau water. Beda sebutannya tapi satu," katanya. 

Menurut Anando, setiap orang harus mengupayakan perilaku baik. 

Jika tak mampu berbuat baik, setidaknya jangan berbuat jahat. 

Di Hari Waisak ini, Anando mengajak warga Sulut untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing agar sukses menghasilkan pemimpin yang baik. 

Warga pun diimbau untuk tidak bertengkar karena beda pilihan. (Tribun Manado/Arthur Rompis)

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved