Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Apa Itu

Apa Itu RUU Perampasan Aset, Viral Dimedsos Dibahas Mahfud MD dan Bambang Pacul, Ini Videonya

Video saat Ketua Komisi II DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menanggapi permintaan pengesahan RUU Perampasan Aset dari Menko Polhukam Mahfud

Editor: Glendi Manengal
DOK. Humas DPR RI
Mahfud MD dan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atan Bambang Pacul. 

TRIBUNMANADO.CO.ID -  Sebelumnya sempat menjadi perhatian saat pedebatan Mahfud MD dengan anggota DPR.

Saat rapat tersebut soal RUU Perampasan Aset menjadi perhatian.

Dimana soal RUU Perampasan Aset tersebut disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD.

Namun tanggapan anggota DPR Bambang Pacul disoroti.

Potongan videonya pun viral di media sosial.

Terkait hal tersebut lantas apa sebenarnya RUU Perampasan Aset itu?

Berikut ini penjelasannya.

Baca juga: PDI Perjuangan Siap Gabung Koalisi di Pilpres 2024, Tapi Puan Maharani Bilang Begini

Baca juga: Gempa Guncang Lampung Rabu 5 April 2023, Baru Saja Guncang di Laut, Info BMKG Magnitudonya

Video saat Ketua Komisi II DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menanggapi permintaan pengesahan RUU Perampasan Aset dari Menko Polhukam Mahfud MD, viral di media sosial.

Tanggapan tersebut diberikan Bambang Pacul saat Rapat Kerja Komisi III DPR RI, Rabu (29/3/2023)

Dalam video yang beredar, Bambang mengatakan, bahwa anggota DPR RI bisa memutuskan pengesahan RUU Perampasan Aset asalkan mendapat perintah dari ketua partai masing-masing.

"Republik di sini ini gampang Pak, Senayan ini. Lobinya jangan di sini Pak, ini korea-korea ini semua nurut bosnya masing masing. Di sini boleh ngomong galak Pak. Bambang Pacul ditelepon Ibu: 'Pacul berhenti', 'ya siap'. Laksanakan, pak," kata Bambang.

Potongan video percakapan tersebut beredar di media sosial, salah satunya diunggah oleh akun TikTok@mrch0511.

Apa itu RUU Perampasan Aset yang dibicarakan Bambang dan Mahfud?

Mengenal RUU Perampasan Aset

Dikutip dari Kompas.Tv RUU Perampasan Aset adalah undang-undang yang mengatur tentang pengambilalihan penguasaan dan kepemilikan aset tindak pidana bermotif ekonomi, seperti korupsi dan narkotika berdasarkan putusan pengadilan.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae pada 2021 mengatakan, RUU ini dirancang karena mekanisme yang ada saat ini terkait perampasan aset tindak pidana belum mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Selain itu dengan ada pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai aset yang dirampas akan mendorong hukum profesional, transparan, dan akuntabel.

Menurutnya, RUU Perampasan Aset ini ditujukan untuk mengejar aset hasil kejahatan dan bukan terhadap pelaku kejahatan.

"Materi RUU Perampasan Aset dianggap sangat revolusioner dalam proses penegakan hukum dan dalam perolehan hasil kejahatan," kata Dian.

Dengan hadirnya UU Perampasan Aset, diharapkan bisa membantu mengembalikan kerugian negara baik dari hasil korupsi, pencucian uang, narkotika maupun tindak pidana lain.

Pradigma RUU Perampasan aset

Terdapat tiga paradigma yang dipakai dalam RUU Perampasan Aset di antaranya:

- Pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana tidak hanya subjek hukum sebagai pelaku kejahatan melainkan juga aset yang diperoleh dari kejahatan tersebut

- Mekanisme peradilan yang digunakan yakni mekanisme peradilan perdata.

- Putusan peradilan tidak dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang dikenakan pada pelaku kejahatan lainnya.

Selain itu, terdapat 3 substansi utama pada RUU perampasan aset, yakni:

- Unexplained wealth

- Hukum acara perampasan aset

- Pengelolaan aset.

Diinisiasi sejak 2003

RUU Perampasan ASet sebenarnya sudah diinisiasi sejak tahun 2003 dan masuk ke dalam daftar Prolegnas pada periode kedua pemerintahan Presiden SBY.

RUU ini juga masuk dalam Prolegnas periode 2020-2024 dan masuk ke dalam Nawacita Presiden Jokowi.

Akan tetapi, RUU tersebut takkunjung masuk dalam Prolegnas Prioritas tahunan sehingga pembahasannya masih tertunda hingga saat ini.

Kepala PPATK yang baru, Ivan Yustiavandana pada 2022 lalu menyampaikan, RUU Perampasan Aset perlu segera ditetapkan dalam rangka untuk mengantisipasi adanya kekosongan hukum dalam penyelamatan aset.

"Khususnya aset yang dimiliki atau dikuasai oleh pelaku tindak pidana yang telah meninggal dunia serta aset yang terindikasi tindak pidana namun sulit dibuktikan pada peradilan negara," kata Ivan dikutip dari Kompas.id.

Menurutnya, aset-aset yang gagal dirampas untuk negara akan berdampak pada status aset yang dimaksud dan akan menjadi aset status quo.

Hal ini menurutnya sangat merugikan penerimaan negara, khususnya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari penegakan hukum.

Ivan menjelaskan, saat ini ada banyak buronan kasus korupsi yang kabur ke luar negeri, padahal aset hasil kejahatan mereka bisa ditemukan.

Namun, saat ini, perampasan aset hasil kejahatan belum bisa dilakukan karena harus dikaitkan dengan tindak pidana yang mereka lakukan, sementara pelaku kabur sehingga asetnya belum bisa disita selama belum ada putusan pengadilan.

RUU Perampasan Aset bisa menjadi jalan keluar untuk menyita aset hasil tidak pidana karena bisa diambil tanpa harus menunggu terduga pelaku kejahatan itu diproses hukum.

Telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved