Catata Wartawan
Sayap Sayap yang Patah di Kamboja
Ketika ada yang berhasil keluar dari sana, kisah mereka langsung menjadi buku yang kemudian di filmkan. Judulnya Escaped from Cambodia.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Kamboja adalah perangkap. Dulu dan kini. Di zaman Khmer Merah, banyak orang coba membebaskan diri dari perangkap itu.
Mereka lari, dikejar - kejar rezim komunis. Negeri itu terasa menghimpit kuat. Pintu keluar sepertinya hanya sebesar lubang jarum dan para pelarian tampak seperti unta.
Maka, ketika ada yang berhasil keluar dari sana, kisah mereka langsung menjadi buku yang kemudian di filmkan. Judulnya Escaped from Cambodia.
Kisah pelarian terus berlanjut di era kini, di mana negara itu marak dengan perusahaan schemer alias tukang tipu.
Rendy dan Tika, pasutri asal Manado menginjakkan kaki di Kamboja pada awal Maret 2023.
Di negeri orang mereka berharap akan bermandi emas setelah di negeri sendiri dilanda kesulitan ekonomi.
Memang sulit bagi siapapun untuk menolak tawaran ini ; gaji 17 juta per bulan.
Kerjanya tergolong mudah. Customer service. Total keduanya akan beroleh 34 juta per bulan.
Di Indonesia, besaran gaji ini lebih tinggi dari pejabat eselon 2, anggota DPRD bahkan Gubernur.
Masa depan terbayang cerah. Mereka bisa mengirim uang ke keluarga di Indonesia, menabung dan kelak jika selesai kerja nanti dapat balik ke Indonesia dan mengecap hidup layak, cukup pangan dan sandang, gemah ripah loh jinawi.
Namun itu hanya mimpi. Dunia nyata di Kamboja lebih kejam dari di tanah air.
Kamboja ternyata tak seindah bunga Kamboja.
Mereka mendapati pekerjaan di sana adalah schemer alias penipuan.
Bukan Costumer Service seperti yang dijanjikan.
Menjadi schemer bertentangan dengan hati kedua pasutri ini yang lurus.
Keduanya ingin balik Manado. Namun tak semudah itu. Mereka musti bayar denda.
Celakanya Rendy dan Tika tak punya uang. Keduanya dilanda stres.
Galau bertubi tubi. Ingin bertahan sulit. Pulang pun tak bisa. Satu satunya harapan adalah KBRI.
Muncul ide untuk melarikan diri dari perusahaan. Diputuskan Rendy yang melarikan diri. Sedang Tika tinggal di perusahaan.
Sudah direncanakan, Rendy setiba di KBRI akan meminta perlindungan lantas upaya diplomatik untuk mengeluarkan sang istri.
Di perusahaan, Tika menanti dengan penuh harap. Sehari. Dua hari. Tiga hari. Rendy hilang kabar.
Akhirnya Tika melapor ke perusahaan. Kemudian sejumlah warga menemukan mayat.
Mereka melapor ke polisi. Ternyata itu mayat Rendy. Rendy ditemukan dengan ada bekas ikatan di tangan dan leher.
Beberapa bagian tubuhnya lebam. Aparat kepolisian Kamboja masih melakukan penyelidikan.
Hingga kini jenazah Rendy masih tertahan di Kamboja.
Pihak KBRI tengah mengupayakan kepulangan jenazah Rendy.
Di Manado, pihak keluarga sangat berharap dapat segera melihat jenazah Rendy.
Bangsal duka sudah dibangun. Tiap malam digelar ibadah penghiburan.
Kematian Rendy masih jadi misteri.
Apakah ia dibunuh? Ataukah sakit? Ataukah ada sebab lain? Bagi keluarga pertanyaan itu sangat penting.
Tapi ada yang lebih penting. Yakni jenazah Rendy segera tiba di tanah air. Mereka menolak otopsi.
Jika merunut pada proses penyelidikan polisi, tentu harus ada otopsi.
Bila demikian, jenazah Rendy akan berada sangat lama di Kamboja.
Biarlah misteri itu diserahkan pada yang maha kuasa.
Tuhan yang Maha Adil akan membalas jika sekiranya ada unsur pembunuhan dalam kematian Rendy.
Mereka bisa lari dari kejaran manusia, tapi tidak di hadapan Tuhan yang hidup.
Kisah Rendy dan Tika sungguh menyayat hati.
Berawal dari perjuangan mencari pekerjaan, kemudian berubah menjadi perjuangan mempertahankan hidup di negeri yang memiliki jejak perdagangan orang.
Saya bisa bayangkan bagaimana perjuangan Rendy dan Tika.
Keduanya pasti saling menguatkan. Rendy yang lebih kuat mungkin saja lebih banyak menghibur istrinya.
Hingga satu ketika, Rendy nekat kabur. Itu hal beresiko di negeri yang abu-abu seperti Kamboja.
Namun demi cinta pada Tika, Rendy melakoninya.
Dan pelarian itu berujung maut. Ia meninggal dunia.
Di Kamboja, ada Tika yang setia mendampingi jenazah suaminya.
Di Manado, ada orang tua, sahabat dan handai taulan yang sujud dalam doa agar kedua pasutri tersebut segera balik ke Manado.
Meski seorang di antaranya sudah berada dalam peti jenazah.
Kisah ini jika di filmkan mungkin saja lebih hebat dari film Escaped from Cambodia atau no Escaped.
Keduanya bercerita tentang pelarian dari Kamboja.
Puisi karangan Pengacara keluarga yakni Marchelino Mewengkang dari Membara Law Firm mewakili segenap kepedihan itu.
Beristirahat Dengan Damai "Rendy Ondang"
Kasus kali ini membuat kami Terharu
Tak sanggup melihat air mata yang menetes dari orang tua,saudara,dan kerabat
Air mata menetes setiap mendengar suara yang bergetar dari "Thika" (istri Rendy) yang meminta bantuan agar supaya proses pemulangan jenazah dan dirinya tidak ada kesulitan dan dipercepat
Perjuangan Pasangan Suami-istri yang ingin merubah kehidupan keluarga berakhir dengan cerita pedih, yang awalnya Niat Baik mau bekerja bersama-sama di luar negeri ternyata ditipu oleh agen yang tidak bertanggung jawab, ingin mencari perlindungan akan tetapi ajal menyambutnya, tak kuasa melihat perjuangan sang istri yang ingin kembali ke Indonesia bersama suami yang sudah terbujur kaku di peti jenazah
Thika.....
Rendy.....
Keluarga,Saudara,Kerabat kalian sudah menunggu kalian untuk kembali ke Indonesia, walaupun nanti tangisan dan air mata akan mengiringi kedatangan Thika yang membawa Rendy pulang dengan kenangan yang terindah. (Arthur Rompis)
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.