Brigadir J Tewas
PROFIL Romo Franz Magnis Suseno, Jadi Saksi yang Meringankan Richard Eliezer
Simak profil serta biodata dari Romo Franz Magnis Suseno yang menjadi saksi yang meringankan Bharada E di sidang kasus Brigadir J berikut ini.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Simak profil serta biodata dari Romo Franz Magnis Suseno yang menjadi saksi yang meringankan Bharada E di sidang kasus Brigadir J berikut ini.
Seperti diketahui sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J masih terus bergulir di persidangan.
Sejumlah saksi pun terus dihadirkan.
Pada sidang lanjutan terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E yang digelar di persidangan hari Senin (26/12/2022), saksi ahli turut dihadirkan.

Baca juga: Saksi Romo Magnis Beberkan 2 Hal yang Meringankan bagi Bharada E dan Ungkap Budaya Polri Terkait Ini
Salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang Bharada E tersebut adalah guru besar filsafat moral Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Franz Magnis Suseno.
Dalam sidang tersebut Romo Franz Magnis Suseno menuturkan sejumlah keterangan yang meringankan Bharada E.
Lantas siapa Romo Franz Magnis Suseno ini?
Dikutip dari Tribunnews.com, Franz Magnis Suseno dikenal sebagai seorang pastor Gereja Katolik, cendekiawan, budayawan, dan guru besar filsafat.
Romo Magnis Suseno lahir pada 26 Mei 1936 di Eckersdorf, Sesilia, Distrik Glatz, Jerman yang sekarang bagian dari Polandia.
Romo Magnis Suseno memiliki nama asli Franz Graf von Magnis atau nama lengkapnya Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von Magnis.
Melansir dari unwira.ac.id, Romo Magnis adalah putra sulung dari pasangan Ferdinand Graf von Magnis dengan Maria Anna Grafin von Magnis, prinzenssin zu Lowenstein.
Dia memiliki satu adik laki-laki dan empat adik perempuan.
Melansir dari TribunnewsWiki.com, ayah Romo Magnis Suseno, Ferdinand Graf von Magnis ditahan oleh Uni Soviet selama bertahun-tahun.
Keluarganya terusir dari Jerman meski berasal dari keluarga bangsawan.
Sebelumnya, mereka tinggal di Kastil Eckersdorf.
Pada 1945, keluarga Magnis mengungsi ke Cekoslowakia Barat dan tiga tahun kemudian, sang ayah dibebaskan.
Keluarga Romo Magnis pun kembali berkumpul di Jerman Barat.
Selepas menyelesaikan pendidikan setingkat SMA, Romo Magnis masuk dan bergabung dengan Serikat Jesuit.
Serikat Jesuit adalah ordo dalam Gereja Katolik Roma yang dikenal disiplin.
Pada 1955, ia menempuh pendidikan ilmu kerohanian di Jerman.
Serikat Jesuit membuat Magnis dikirim ke Indonesia untuk melakukan pengabdian pada usia 25 tahun pada Januari 1961.
Ia pun tinggal di Kulon Progo, DIY sembari menempuh pendidikan di Institut Filsafat Teologi Yogyakarta.
Di daerah tersebut, ia belajar bahasa dan budaya Jawa yang berpadu dengan Katolik.
Setelah ditahbiskan menjadi pastor pada 1967, dia ditugaskan untuk belajar filsafat di Jerman hingga meraih gelar doktor di bidang filsafat.
Pada tahun 1977, ia resmi menjadi Warga Negara Indonesia dan menambah nama dengan nama Indonesia.
Sejak saat itulah namanya berubah menjadi Franz Magnis-Suseno.
Romo Magnis juga berteman baik dengan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Bahkan, ia menganggap, Gus Dur adalah orang paling penting dalam hidupnya.
Di Indonesia, Romo Magnis memiliki kontribusi yang sangat besar di bidang pendidikan.
Dia menjadi pengajar di beberapa universitas terkenal di Indonesia dan menyandang gelar sebagai guru besar dan dosen luar biasa.
Selain itu Romo Magnis Suseno juga menjadi penceramah laris dan penulis karangan ilmiah populer.
Sejak 1 april 1996, dia menjadi Guru Besar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Hingga saat ini, ia masih aktif sebagai dosen dan sebagai ahli ilmu filsafat serta aktif dan produktif dalam menghasilkan tulisan.
Selama di Indonesia, ia telah mendapatkan dua penghargaan yaitu penghargaan Bintang Mahaputra Utama pada 2015 dan Premio Internazionale Matteo Ricci atau Matteo Ricci Award (MRA) pada 2016.
Keterangan Romo Franz yang Meringankan Bharada E
Setidaknya Romo Franz menyampaikan dua unsur yang dapat meringankan hukuman Bharada E, dilihat dari sisi filsafat etika.
Dua hal meringankan Bharada E adalah adanya relasi kuasa dalam peristiwa penembakan Brigadir J yang dilakukan berdasarkan perintah dari atasan, yakni Ferdy Sambo.
Apalagi dalam dunia kepolisian, terdapat budaya menaati atasan.

Baca juga: Ahli Psikologi Forensik: Emosi Bharada E Tidak Stabil, Miliki Kepatuhan Tinggi Terhadap Ferdy Sambo
Di mana peristiwa penembakan Brigadir J tersebut, Ferdy Sambo merupakan atasan Richard Eliezer dengan pangkat dan kedudukan yang jauh lebih tinggi.
"Orang yang berkedudukan tinggi yang berhak memberi perintah, di dalam kepolisian tentu akan ditaati."
"Budaya laksanakan itu adalah usur yang paling kuat," ungkap Romo Franz, Senin (26/12/2022).
Kedua, terdapat keterbatasan waktu pada saat peristiwa terjadi.
Sehingga Richard Eliezer dianggap tidak dapat mempertimbangkan dengan matang mengenai keputusan yang diambil.
Keterbatasan waktu yang hanya dalam hitungan waktu tersebut, Romo katakan membuat Richard Eliezer menjadi bingung.
Bingung antara melaksanakan perintah atau tidak.
"Tidak ada waktu mempertimbangkan secara matang," ungkap Romo Franz.
"Menurut saya, itu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," imbuhnya.
Alasan Hadirkan Ahli Filsafat Moral
Kuasa Hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy mengungkapkan alasan pihaknya menghadirkan Ahli Filsafat Moral, Romo Franz Magnis Suseno.
Ronny mengatakan bahwa dalam peristiwa tewasnya Brigadir J, salah satunya menyebabkan konflik moral yang besar dihadapi Richard Eliezer pada saat kejadian.
"Karena, pertama mau kita sampaikan bahwa terjadi konflik moral yang besar."
"Dilema moral yang dihadapi oleh Richard Eliezer ketika harus menembak almarhum Yosua," ungkap Ronny, Senin (26/12/2022).
Ronny menyatakan bahwa pada saat peristiwa penembakan yang terjadi 8 Juli 2022 lalu, Richard sebagai manusia biasa pasti memiliki suara hati untuk mengambil suatu keputusan.
Namun, suara hati itu dikalahkan oleh kedudukan Richard yang hanya sebagai ajudan Ferdy Sambo yang diketahui memberi perintah Richard untuk menghabisi nyawa Brigadir J.
"Terkait tanggal 8, keputusan suara hati dari Richard eliezer dikalahkan oleh situasi yang kompleks, karena berhadapan dengan seorang Ferdy Sambo," ungkap Ronny.
"Ini yang mau kita sampaikan terkait dengan ahli yang kita hadirkan Romo Magnis Suseno," imbuhnya.
Ronny mengharapkan bahwa persidangan kali ini, semua penjelasan yang ada akan diperdalam lagi.
"Kita harapkan bahwa di persidangan yang terbuka ini akan menjadi pembelajaran untuk semua terkait dengan moral, terkait dengan pertanggungjawaban hukum, dan Richard Eliezer dalam kasus ini dia siap bertanggung jawab," ungkap Ronny.
(Tribunnews/Rizki Sandi Saputra/Tribun Timur/Bangka Pos)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Baca Berita Lainnya di: Google News