Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Pembunuhan Brigadir J

Pakar Hukum Sebut Terdakwa Pembunuhan Tak Bisa Jadi Justice Collaborator, Bagaimana Nasib Bharada E?

Ahli Hukum sebut terdakwa kasus pembunuhan tak bisa menjadi Justice Collaborator. Bagaimana Nasib Bharada E?

Editor: Frandi Piring
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Bharada E, terdakwa pembunuhan Brigadir J. Ahli Hukum Sebut Terdakwa Kasus Pembunuhan Tak Bisa Justice Collaborator. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Dr Mahrus Ali sebagai Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), menyebut status justice collaborator (JC) tidak dapat diberikan kepada terdakwa kasus pembunuhan.

Diketahui, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, salah satu terdakwa, yakni Bharada E atau Richard Eliezer telah berstatus justice collaborator.

Bharada E beberapa waktu lalu telah berjanji akan berkata jujur dalam persidangan agar sidang berjalan terang dan benderang berdasarkan fakta.

Lantas bagaimana nasib Bharada E?

Terkait status justice collaborator tersebut, Mahrus Ali menjelaskannya saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2022).

Mahrus Ali memberikan kesaksian untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

"Apakah klausul justice collaborator ini bisa digunakan untuk Pasal 340 atau Pasal 338?" tanya kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah.

"Persoalannya itu adalah karena di Pasal 28 itu kan JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu.

Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada Selasa (13/12/2022).
Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada Selasa (13/12/2022). (Tangkapan Layar Youtube Tribunnews)

Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak tuh jenisnya tindak pidananya," kata Mahrus Ali.

"Cuma di situ ada klausul yang umum lagi, termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan," tambahnya.

Baca juga: Ferdy Sambo Terekam CCTV Tidak Memakai Sarung Tangan, Pernyataan Bharada E Bohong?

Dalam beberapa kasus tindak pidana seperti korupsi, narkotika, kekerasan seksual, dan pembunuhan, jelas Mahrus, pelakunya tidak dapat diberikan status JC.

"Dalam konteks ini maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika, kemudian perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan nggak ada di situ," ungkap Mahrus Ali.

Selain Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, tiga terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana ini yaitu Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Dari kelima terdakwa, hanya Bharada E yang berstatus sebagai justice collaborator.

Putri Candrawathi akui bohong

Dalam wawancara asesmen psikologi, kata Reni, Putri Candrawathi akhirnya mengaku kekerasan seksual sebenarnya dialami di Magelang.

Awalnya, Majelis Hakim menanyakan kepada Reni soal informasi terkait pelecehan seksual di Duren Tiga yang diceritakan Putri Candrawathi saat asesmen psikologi.

"Apakah ada informasi yang diberikan kepada saudara pada saat Putri itu menceritakan hal-hal yang tidak seharusnya terjadi di Duren Tiga dan Putri itu menangis, dan tangisan itu juga sedemikian rupa. Apakah ini bagian dari (asesmen)," kata Majelis Hakim di sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (21/12/2022).

Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Saksi Ahli Sebut Putri Candrawathi Menangis Saat Akui Bohong soal Pelecehan di Duren Tiga'.

Reni kemudian menjawab bahwa mereka mendapat informasi terkait peristiwa di Duren Tiga sehingga dapat memetakan tiga tempat yang berkaitan dengan peristiwa pembunuhan tersebut.

"Iya Yang Mulia, kami melakukan proses wawancara sehingga dapat kami simpulkan ada tiga peristiwa di Magelang, di Saguling, dan di Duren Tiga, termasuk pada ibu Putri Candrawathi," ujar Reni.

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022). (Warta Kota/YULIANTO)
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022). (Warta Kota/YULIANTO) (Warta Kota/YULIANTO)

Hakim kembali bertanya, apakah dalam pemeriksaan, Putri Candrawathi menceritakan skenario awal pelecehan seksual di Duren Tiga dengan menangis.

Reni kemudian mengungkapkan, Putri sebenarnya sudah mengaku bahwa peristiwa pelecehan di rumah dinas Kadiv Propam Komplek Polri Duren Tiga adalah kebohongan.

Baca juga: Ferdy Sambo Akui Bakal Tanggung Jawab Semua yang Terseret Pembunuhan Brigadir J, Kecuali Bharada E

Terpaksa ikuti skenario Ferdy Sambo

Namun, kata Reni, Putri Candrawathi mengaku terpaksa harus berbohong karena harus mengikuti skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo.

Dalam pengakuannya, Putri Candrawathi juga menyebut peristiwa kekerasan seksual yang sebenarnya terjadi di Magelang, pada 7 Juli 2022.

"Pada waktu itu, Ibu Putri mengatakan bahwa 'peristiwa (pelecehan seksual) di Duren Tiga itu tidak benar, tapi saya takut pada suami saya, saya dipaksa untuk menandatangani BAP dan saya percaya pada suami saya".

Itu ada tangisan," kata Reni.

"Namun, respons tangisannya secara fisiologis dan emosional itu intensinya berbeda dengan pada saat menceritakan peristiwa yang ada di Magelang," ujarnya lagi.

Baca juga: Isi Chat WhatsApp Ferdy Sambo dan Bharada E Setelah Brigadir J Tewas, Kapolri Dicatut

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved