Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

TNI

Serda Sahat Wira Sitorus Tewas di Tangan Atasan, Kasusnya Disebut Seperti 'Sambo Versi TNI'

Serda Sahat Wira Sitorus Tewas, Diduga Dibunuh Atasan, Kasusnya Disebut Seperti 'Sambo Versi TNI'

Editor: Frandi Piring
Handout
Ilustrasi TNI tewas. Serda Sahat Wira Sitorus Tewas, Diduga Dibunuh Atasan, Kasusnya Disebut Seperti 'Sambo Versi TNI'. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Aksi penuntutan untuk pengusutan kematian Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus, anggota Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai dilakukan pihak keluarga.

Keluarga Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus menggelar aksi penuntutan tersebut di depan Pengadilan Militer Medan Sumatera Utara, Selasa (20/12/2022).

Pihak keluarga Serda Sahat mendesak agar institusi TNI segera memproses mantan komandan Serda Sahat. Kasus tersebut terjadi empat tahun lalu.

Dikutip dari Tribun Medan, ibu korban, Tioma Tambunan, menangis histeris dan berharap Panglima TNI mendengar tuntutannya.

Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus meninggal dunia pada 10 November 2018 di RSUD Dumai setelah mendapat kekerasan dan luka tidak wajar.

Pengacara pihak keluarga Serda Sahat, Poltak Silitonga, menceritakan jika kematian Serda Wira berawal saat almarhum tak mampu melanjutkan latihan dan dibawa masuk ambulans, namun pimpinannya di Detasemen Rudal 004/Dumai ngotot memaksa Serda Wira Anugrah Sitorus tetap mengikuti kegiatan.

Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus bahkan dicemplungkan ke kanal sehingga darah dan gambut masuk ke paru-paru.

Ketua Horas Bangso Batak Sumut, Tomson Parapat, yang ikut dalam aksi bersama keluarga Serda Wira Sitorus menyebut kasus ini adalah 'Sambo versi TNI'.

Baca juga: Calon Panglima TNI Pengganti Jenderal Andika Perkasa, Dudung atau Yudo? Ini Kata Pengamat

Tewas di tangan pimpinan

Menurut informasi, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus tewas di tangan pimpinannya sebelum menjalani latihan pada November 2018.

"Tolong saya bapak Panglima, tolong saya. Empat tahun saya menahan sedih ini, tolong saya bapak,” teriak Tiorma Tambunan.

Dalam kasus ini, ada tiga orang yang diadili.

Mereka adalah Sertu Simson Candra Aritonang dan Serda Lulut Sapta Hendrawan.

Keduanya sudah dihukum penjara dan dipecat dari kesatuan.

Namun, satu terduga pelaku lainnya yakni Letda Yhonrotua Rajagukguk belum dipecat dan masih dibiarkan berdinas, setelah yang bersangkutan melakukan banding.

"Ini Sambo versi TNI. Pelaku bebas berkeliaran dimana-mana. Ini cara pembunuhan yang biadab,” kata Ketua Horas Bangso Batak (HBB) Sumut, Tomson Parapat, saat mendampingi orangtua korban.

Di depan gedung Dilmilti I Medan, orangtua korban menangis tersedu-sedu.

Tiorma Tambun mengatakan dirinya sudah cukup bersabar selama empat tahun ini atas kematian sang anak.

Namun, terduga pelaku lain tidak dipecat dan tidak ditahan.

Bahkan, terduga pelaku lain masih berdinas seperti biasa.

Atas masalah ini, Tiorma Tambunan meminta kepada Panglima TNI untuk mengatensi kasus anaknya yang terkesan dikaburkan para petinggi TNI AD.

Dalam orasinya, Horas Bangso Batak dan pihak keluarga mendesak Dilmilti I Medan untuk menghukum terduga pelaku lain, yakni Letda Yhonrotua Rajagukguk.

Keluarga dan HBB juga meminta TNI AD, khususnya Kodam I/Bukit Barisan agar menyeret Mayor Arh Gede Henry Widyastana,

mantan Komandan Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai turut diproses hukum.

Sebab, menurut keluarga, sebagai atasan, Mayor Arh Gede Henry Widyastana yang sekarang menjabat sebagai Pabandyabinkar Spersdam Kasuari harus pula bertanggungjawab atas kematian Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus.

"Kami menganggap (mereka) itu pantas didakwakan dengan Pasal 338 dan juga Pasal 340 junto Pasal 55 yang ancamannya 15 tahun penjara,” tegas Poltak Silitonga, kuasa hukum keluarga korban.

Baca juga: Laksamana Yudo Margono Terima Jabatan Panglima TNI dari Jenderal Andika Perkasa

Kronologis kejadian

Setelah dinyatakan lulus sebagai anggota TNI, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus kemudian mengikuti pendidikan di Resimen Induk Kodam I/Bukit Barisan di Pematang Siantar.

Setelah enam bulan pendidikan di Rindam, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus kemudian dikirim ke Kota Malang, Jawa Timur mengikuti pendidikan Arhanud.

Usai pendidikan di Kota Malang, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus mendapat penempatan di Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai.

Di sinilah korban diduga mendapat penganiayaan dari atasannya.

Setelah diduga dianiaya pada 8 November 2018, keesokan harinya, korban dipaksa menjalani latihan berat.

Saat itu medis sudah menyatakan bahwa kondisi fisik Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus dalam keadaan tidak sehat.

Namun, para atasan Serda Sahat tetap memaksa korban terjun latihan.

Bahkan, korban dipaksa masuk ke dalam kanal hingga akhirnya tenggelam.

“Sudah dinaikkan ke ambulans, almarhum dipaksa turun dan disuruh ikut kegiatan.

Padahal petugas kesehatan sudah mengatakan tidak mampu lagi mengikuti kegiatan saat itu,"

"Bahkan ditenggelamkan ke kanal, sehingga darah masuk ke paru-parunya, juga ada gambut di paru-parunya.

Itu semua ada dalam berkas perkara,” kata Poltak Silitonga, kuasa hukum keluarga.

Dalam keadaan tidak berdaya dan tak sadarkan diri, korban lantas dilarikan ke RSUD Dumai.

Pada 10 November 2018, Serda Sahat kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Atas kematian tidak wajar Serda Sahat, keluarga kemudian melapor ke Polisi Militer.

Setelah diusut, hanya tiga orang yang diseret ke Pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Dua orang sudah dipecat, satu lagi yang merupakan seorang perwira belum dipecat.

Bahkan, saat melakukan aksi di depan Dilmilti I Medan, keluarga dan kuasa hukum meminta Mayor Arh Gede Henry Widyastana,

mantan Komandan Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai ikut diadili dan diberi sanksi tegas.

Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Pensiun dari TNI, Purnatugas di Titik Tertinggi Pengabdian

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved