Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Apa Itu

Apa Itu Thrust Asymmetry? Penyebab Sriwijaya Air SJ182 Jatuh pada 9 Januari 2021

Setelah hampir 2 tahun, dugaan penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang terjadi pada 9 Januari 2021 akhirnya bisa diketahui.

via CNBC
Potret Pesawat Sriwijaya Air. Apa Itu Thrust Asymmetry? Penyebab Sriwijaya Air SJ182 Jatuh pada 9 Januari 2021 

Boeing pun dalam panduannya mengatakan flight spoiler tidak perlu disetel kalau tidak dilepas atau diganti.

KNKT juga mengungkap kondisi assymetry ini juga terjadi pada PK-CLC di penerbangan-penerbangan sebelumnya, dan sudah dilakukan perbaikan, namun belum sampai pada perbaikan mekanis.

Faktor complacency

Nah, di atas adalah analisis KNKT dari segi teknis. Lantas bagaimana dari segi human factor? Mengapa saat pesawat berbelok dan berguling ke kiri, kru terlambat mengantisipasinya?

KNKT dalam hal ini menyebut faktor complacency atau ketergantungan pada sistem otomatisasi, dan confirmation bias (bias konfirmas) menjadi faktor.

Dikatakan Nurcahyo, kru telah memprogram penerbangan SJ182 sejak dari darat menggunakan FMC (flight management computer). Di FMC itu sudah dimasukkan rute penerbangan, jalur yang diambil, ketinggian, kecepatan pesawat dan sebagainya, dari Jakarta ke Pontianak.

Setelah pesawat takeoff dan mendaki, FMC kemudian bekerja sesuai program yang diinput di darat. ATC meminta SJ182 holding ketinggian di 11.000 kaki, program di FMC saat itu juga memerintahkan pesawat berbelok ke kanan.

Kru SJ182 pun menyangka, spoiler yang membuka di sayap kanan adalah normal, karena pesawat sedang berbelok ke kanan, sesuai rute yang dipasang di FMC. Padahal, spoiler sayap kanan itu membuka untuk mengompensasi agar pesawat tidak berlebihan miring ke kiri.

Sementara, layar EADI sebenarnya menunjukkan bahwa sikap (attitude) pesawat sedang miring ke kiri. Namun attitude pesawat ini tidak dimonitor oleh kru SJ182, karena mereka percaya pada komputer FMC.

"Adanya complacency, rasa percaya kepada sistem otomatisasi, dan confirmation bias, adanya informasi yang mendukung opini, telah berakibat dikuranginya monitor pada instrumen, sehingga tidak disadari terjadi asimetri, dan terjadi penyimpangan penerbangan," ujar Nurcahyo.

Sikap pesawat sebenarnya bisa dipantau dari layar Electronic Attitude Director Indicator (EADI) yang ada di kokpit. Namun menurut KNKT, sikap kru SJ182 dalam memonitor instrumen ini kurang, dan lebih percaya kepada komputer FMC.

Padahal jika memonitor EADI, bisa diketahui bahwa sikap pesawat sedang rolling ke kiri, bukan ke kanan seperti yang dikira oleh kru, menurut FMC.

Hal ini diketahui dari indikasi awal/respons kru SJ182, begitu auto throttle mati. Dalam 4 detik pertama respons kru setelah auto-throttle mati, responsnya adalah membelokkan pesawat ke kiri (dengan asumsi untuk melevelkan pesawat, karena dianggap sedang belok kanan).

Namun respons awal ini justru menambah sudut kemiringan pesawat saat itu yang sebenarnya sedang miring ke kiri akibat thrust assymetry mesin kanan.

Kru pun terlambat mengantisipasi sehingga pesawat dalam kondisi upset. KNKT dalam temuannya juga mengatakan belum ada panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) dalam proses pelatihan di maskapai Sriwijaya Air.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved