Tips Psikologi
Kasus Perceraian di Sulawesi Utara Tinggi, Ini Tips Psikolog Agar Hubungan Pasutri Tetap Langgeng
Kasus Perceraian di Sulawesi Utara Tinggi, Ini Tips Psikolog Agar Hubungan Pasutri Tetap Langgeng.
Penulis: Mejer Lumantow | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Tingginya angka kasus perceraian di Sulawesi Utara (Sulut) cukup memprihatinkan.
Berbagai alasan, menjadi penyebab pasangan suami istri yang telah menikah, memutuskan untuk cerai.
Mulai masalah ekonomi, adanya orang ketiga, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan berbagai faktor internal, menjadi alasan 'bubarnya' keluarga yang telah dipersatukan dalam pernikahan.
Pengamat Psikologi Sulut Orley Charity Sualang, S.Psi., MA menyebut ada beberapa faktor sehingga kasus perceraian terjadi.
Menurutnya, paling menjadi perhatian serius penyebab utama Kasus perceraian yang cukup tinggi adalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain.
Pertama, Faktor Psikologis dimana kepribadian dari suami/isteri yang cenderung pemarah, suka memukul atau menganiaya, kurang empati, memiliki sikap bermusuhan dan memiliki pengalaman penganiayaan sebelumnya.
Kedua, Faktor Ekonomi. Dimana ada masalah finansial atau keuangan yang dialami suami-isteri atau terlibat hutang.
"Atau salah satu suami atau isteri di PHK, jumlah anak terlalu banyak dan biaya pengeluaran yang lebih besar daripada pemasukan," ujar dia.
Ketiga, Faktor budaya dan lingkungan.
Di mana terjadi ketidak-seimbangan pembagian tugas atau peran antara suami dan isteri atau perbedaan cara mengasuh kepada anak.
Atau konflik dengan mertua atau pengaruh media yang sering menunjukkan konflik dalam rumah tangga.
"Beberapa faktor diatas dapat memicu konflik dalam rumah tangga dan KDRT, sehingga pasangan suami-isteri akhirnya bercerai," jelas Sualang kepada Tribunmanado.co.id, Minggu (30/10/2022).
Magister Psikologi Sains, Universitas Gadjah Mada ini juga memberikan saran-saran bagaimana menghindari perceraian tersebut.
Pertama, Bagi suami-isteri, perlu melakukan konseling keluarga. Bisa ke psikolog keluarga / konselor atau ke rohaniawan.
Kedua, bagi keluarga dari suami-isteri, perlu memberikan dukungan moral yang solutif karena keputusan yang diambil suami-isteri.
Seperti bercerai sangat berdampak negatif bagi pertumbuhan anak-anaknya dan juga meninggalkan trauma bagi suami-isteri itu sendiri
Ketiga, bagi pemerintah dalam hal ini Dinas pemberdayaan perempuan & perlindungan anak, perlu memberikan sosialisasi tentang pola pengasuhan efektif pada anak dan cara mengatasi masalah dalam rumah tangga.
Dan yang utama adalah bagaimana Pasutri mendapat dukungan secara rohani oleh Konselor maupun rohaniawan atau ahli professional seperti psikolog.
"Tentu dukungan spiritual dan intervensi psikologis kepada keluarga yang mengalami perceraian atau mencegah agar perceraian tidak terjadi," pungkas Sualang. (Mjr)
• Joune Ganda Lari Pagi Bersama Sandiaga Uno Sambil Promosikan Desa Wisata Budo di ADWI 2022
• Arti Mimpi Tentang Gereja, Bisa Jadi Ada Kabar Buruk Jika Mimpi Gereja Rusak, Ini Tafsirannya
• Kabar Duka Lucky Sondakh Meninggal Dunia, Angelina : Rest In Peace Dad I Love You
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/ilustrasi-perceraian-247373.jpg)