Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Kisah Jenderal Ahmad Yani Gugur Dibunuh Pemberontak G30S PKI, Wafat Saat Hari Ulang Tahun Sang Istri

Kisah Jenderal Ahmad Yani dalam aksi pemberontakan G30S PKI 1965. Dibunuh secara kejam di hari ulang tahun sang istri.

Editor: Frandi Piring
Kompas.com
Kisah Jenderal Ahmad Yani Gugur Dibunuh Pemberontak G30S PKI 1965. Wafat Saat Hari Ulang Tahun Sang Istri 1 Oktober 1965. 

“Kami tiba-tiba berhamburan, memungut peluru-peluru kosong, semuanya ada tujuh. Kami berebut masuk ke kamar tidur bapak kamar yang sudah sepi dan kosong.

Entah siapa di antara kami yang mengangkat telepon terlebih dahulu, tetapi rumanya hubungan telepon sudah diputuskan,” dikutip Tribun dari buku Ahmad Yani Tumbal Revolusi.

“Segera kami minta mbok Milah untuk memanggil Om Bardi ajudan bapak. Mbok Mangun uncul namun tidak mengerti apa, hanya bertanya: ” Ndoro kakung teng pundi Digowo sopo?” (Bapak kemana? dibawa siapa?),” kisah Amelia.

Kronologi Jenderal Ahmad Yani Dibunuh Cakrabirawa G30S PKI 1965. Disaksikan putra bungsu sang jenderal, Eddy Yani.
Kronologi Jenderal Ahmad Yani Dibunuh Cakrabirawa G30S PKI 1965. Disaksikan putra bungsu sang jenderal, Eddy Yani. (Democrazy.id)

Kakak Amelia, Emmi memberi petunjuk agar cepat berganti pakaian supaya kalau ada hal lain terjadi bisa segera kabur.

Anak-anak Ahmad Yani saat itu benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya duduk di lantai, mengelilingi darah Sang Pahlawan Revolusi sambil berharap Ahmad Yani tidak meninggal.

“Karena kalau dilihat dari bekas-bekas tembakan, tangan dan pahanya saja yang terkena, jadi bukan jantungnya. Kami mulai berdoa bersama,” dikutip Tribun dari buku Ahmad Yani Tumbal Revolusi.

Kemudian masuklah komandan dari penjaga kediaman Yani yang sudah dilucuti pasukan Tjakrabirawa.

Komandan itu menanyakan kepada anak-anak Ahmad Yani, darah siapa yang berceceran di dalam rumah.

“Ini darah bapak (Ahmad Yani), jawab kami. Tampak wajahnya kosong. Dia tentu tidak percaya, dan tidak mampu untuk berbuat apa-apa.

Kami semua dicekam rasa takut yang amat sangat dan tida mengerti harus berbuat apa,” ceritanya.

Pukul 05:00 WIB, Ajudan Jenderal Ahmad Yani tiba di rumah.

Anak-anak Ahmad Yani langsung menghambur padanya dan mengadukan bahwa sang ayah dibawa pergi oleh tentara baret merah yang jumlahnya banyak sekali.

Anak-anak Ahmad Yani pun turut mengungkapkan bahwa sang ayah ditembak.

“Kami menunjukan ke darah yang berceceran. Dan Oom Bardi terpana tidak dapat bicara sepatah kata pun. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa.

Dia mondar-mandir dengan napas yang tidak menentu,” dikutip Tribun dari buku Ahmad Yani Tumbal Revolusi.

1 Oktober, Karangan Bunga Ahmad Yani untuk Istri yang Berulang Tahun.

Tak lama setelah Ahmad Yani diculik, sebuah mobil Jip masuk ke rumah.

Mobil Jip itu berisikan istri Ahmad Yani, Yayu Rulia Sutowiryo.”Ibu kaget mendapatkan kami semua sudah bangun.

Ibu bertanya, ada apa pagi-pagi sudah bangun?! Kami hanya dapat berkata, “Bu, bapak, bu. Bapak… bapak ditembak dan dibawa pergi… naik truk!” Ibu tiba-tiba menjerit-jerit lari keluar, dan berteriak:”Cari! Cari, bapak! Cari! Sampai ketemu Kemana bapak! Cari,” .

Amelia mengisahkan, semua orang di kediaman Yani saat itu tertegun, bingung dan kacau.

Ajudan Ahmad Yani pun mondar-mandir dan tidak tahu harus bagaimana.

Selanjutnya istri Ahmad Yani tiba-tiba pingsan.

Ketika sadarkan diri, istri Ahmad Yani lekas mengajak anak-anaknya berdoa bersama-sama.

Istri Yani turut mengatakan pada anak-anaknya, dengan melihat sisa-sisa darah yang berceceran di rumah, berarti Ahmad Yani sudah meninggal dunia.

“Kami semua menjawab, “Belum bu! Bapak masih hidup, ini bekasnya bu. Cuma tangan dan kakinya yang kena, bu.

Jadi bapak masih hidup. Jangan bilang bapak sudah meninggal bu,” dikutip Tribun dari buku Ahmad Yani Tumbal Revolusi.

Istri Ahmad Yani kemudian mengambil segumpal darah hangat yang berceceran, diusapkannya dengan dua telapak tangannya ke wajah, leher dan dadanya untuk menjadi sumber kekuatannya.

Kemudian istri Yani membersihkan darah itu dengan kemeja putih yang sore itu dipakai Ahmad Yani.

“Barulah sekarang kami sadar tentang apa yang telah terjadi. Kami baru dapat menangis. Menangis ditinggalkan oleh bapak,” kenang Amelia Yani.

Sekira pukul 09:00 WIB pagi, sebuah karangan bunga yang indah dari “Bela Flora” datang dengan ucapan, “Selamat Ulang Tahun 1 Oktober 1965” buat ibuku (Yayu Rulia Sutowiryo).

“Adapun yang mengirimnya adalah bapak (Ahmad Yani) sendiri, padahal orang yang mengirim bunga itu entah kini entah berada di mana. Bunga itu membuat kedukaan yang semakin mendalam,” kenang Amelia dalam bukunya.

Baca juga: Kesaksian KKO AL Angkat Jasad 6 Jenderal Korban G30S dari Lubang Buaya: Ngenes Sekali Tali Putus

Sempat Resmikan Jembatan Ampera

Jembatan Ampera atau sebelumnya dikenal dengan nama Jembatan Bung Karno hari ini tepat berusia 55 tahun.

Pada 30 September 1965 Jembatan Ampera diresmikan oleh Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Panglima Angkatan Darat RI.

Sebelum malam berdarah gerakan 30 September, Ahmad Yani paginya berkunjung ke Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Ia mengantikan Presiden Soekarno untuk meresmikan Jembatan Ampera.

Pada kegiatan peresmian Jembatan Ampera itu, Ahmad Yani turut didampingi oleh Gubernur Sumatera Selatan, Brigjen. TNI H. Abu Yasid Bustomi.

Penekanan sirine tanda selesainya jembatan ini dilakukan sendiri oleh Jend. Ahmad Yani.

Tanda dimulainya operasional Jembatan Ampera yang menghubungan wilayah Seberang Ulu dan Seberang Ilir Kota Palembang.

Kemudian sore harinya, Jend. Ahmad Yani bertolak dari Lapangan Terbang Talang Betutu, Palembang menuju Lapangan Terbang Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Baca juga: Resimen Cakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Masa Revolusi, Sejarah dan Pembubaran Seusai G30S PKI

Wafat karena ditembak

Dikutip dari Kompas.com Pada 1 Oktober, Ahmad Yani menjadi salah satu korban penculikan G30S.

Saat akan dijemput, Ahamd Yani menolak untuk ikut serta.

Karena melakukan perlawanan, Ahamd Yani mendapat serangan tembak hingga terbunuh di depan kamar tidurnya.

Setelah tewas, jenazah Ahmad Yani dibawa ke Lubang Buaya dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua bersama enam korban lainnya.

Pada 4 Oktober 1965, jenazah ditemukan dan dimakamkan dengan layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Oleh negara, Jenderal Anumerta Ahmad Yani dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Revolusi berdasarkan SK Presiden Nomor III/KOTI/1965.

Baca juga: Warga Lubang Buaya Saksikan Awal Pembunuhan 6 Jenderal G30S PKI, Syakrim: Saya Minta Mereka Jangan

Profil

Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani merupakan pahlawan revolusi Indonesia.

Achmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah dan meninggal dunia pada 1 Oktober 1965 (43 Tahun) di Lubang Buaya, Jakarta.

Achmad Yani merupakan komandan TNI Angkatan Darat ke-6 yang menjabat pada 23 Juni 1962 hingga 1 Oktober 1965.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Beliau meninggal karena dibunuh oleh Anggota Gerakan 30 September saat akan menculiknya dari rumah.

Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani merupakan pahlawan revolusi Indonesia.

Achmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah dan meninggal dunia pada 1 Oktober 1965 (43 Tahun) di Lubang Buaya, Jakarta.

Achmad Yani merupakan komandan TNI Angkatan Darat ke-6 yang menjabat pada 23 Juni 1962 hingga 1 Oktober 1965.

Beliau meninggal karena dibunuh oleh Anggota Gerakan 30 September saat akan menculiknya dari rumah.

Artikel ini telah tayang di Sripoku.com 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved