G30S PKI
Kesaksian Eks Cakrabirawa Ungkap Pertemuan Letkol Untung dan Soeharto pada 30 September 1965
Nama Cakrabirawa pun tercoreng usai peristiwa penculikan para jenderal pahlawan revolusi.
"Pikiran kami, ada yang mau menggulingkan pemimpin revolusi. Karena itu kami siap melaksanakan perintah komandan," katanya.
Pada 30 September 1965, sebelum misi itu dijalankan, ia melihat Letkol Untung bersama Kolonel Latief sempat menemui Panglima Kostrad Soeharto di RS Subroto.
Soeharto saat itu sedang menunggui Tommy Soeharto yang dirawat karena tersiram air panas.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan disebar untuk menjemput para jenderal.
Satu rombongan penjemput jenderal berisi sekitar 35 prajurit, termasuk di dalamnya anggota Cakrabirawa.
Sulemi termasuk dalam rombongan pasukan yang bertugas menjemput Jenderal AH Nasution.
Pemahaman Sulemi, rombongan pasukannya diperintah untuk menjemput AH Nasution agar menghadap Presiden Soekarno.
Namun, Nasution berhasil lolos keluar dengan melompat pagar.
Cerita Ishak Bahar
Terpisah, Ishak Bahar (87), mantan Komandan Regu Pengawal Istana Batalion Cakrabirawa, menyampaikan keterangan tak jauh berbeda.
Ia merupakan pasukan Cakrabirawa yang mengawal Letkol Untung dan Kolonel Abdul Latief (Komandan Garnisun Kodam Jaya), ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Di sana, Ishak diperintahkan untuk bersiaga di sebuah rumah pondok.
Menjelang tengah malam, pasukan Batalyon Cakrabirawa yang lain datang berduyun-duyun.
“Saya kaget malah, pasukan-pasukan datang, ya anggota Cakrabirawa, teman-teman saya. Tahu-tahu dibagi regu untuk menculik jenderal. Saya tidak (menculik), saya ngawal Untung di Lubang Buaya,” ujar Ishak.
Masuk 1 Oktober pukul 01.00 WIB, satu per satu regu bergerak untuk menculik Dewan Jenderal.
Pukul 03.00 WIB, para jenderal datang silih berganti. Ishak menuturkan, tidak semua jenderal yang dibawa oleh prajurit Cakrabirawa dalam keadaan hidup.
“Jenderal Yani (Letjen Ahmad Yani), Panjaitan (Brigjen DI Panjaitan), Haryono (Mayjen Harjono) mati, dan Toyo (Brigjen Sutoyo) sudah meninggal. Yang hidup hanya tiga, Jenderal Prapto (Mayjen R Soeprapto), Jenderal Parman (Mayjen S Parman) dan Tendean (Lettu Pirre Tandean). Jenderal Nasution enggak ada,” kata Ishak.
“Saya kaget, saya panik malah, kok ada begini, ada apa,” sambungnya.
Karena kepanikan itu, para jenderal yang diculik, baik masih hidup atau sudah meninggal dijebloskan ke dalam sebuah sumur tua.
Tubuh mereka dilempar lalu ditembak dari atas secara membabi-buta.
Telah tayang di Tribun Medan
Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dengan judul Terungkap Pertemuan Letkol Untung & Soeharto pada 30 September 1965, Eks Cakrabirawa Beri Kesaksian