Segini Uang Suap yang Diduga Diterima Karomani Rektor Universitas Lampung, Ditangkap KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Dr Karomani MSi sebagai tersangka.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan banyak melirik kasus korupsi yang terjadi di kampus.
Hasilnya mulai terlihat, belum lama ini mereka menangkap Prof Dr Karomani MSi Rektor Universitas Lampung (Unila).
lantaran sang profesor diduga terlibat kasus suap pemerimaan mahasiswa baru jalur seleksi mandiri.
Baca juga: Irjen Ferdy Sambo Dilaporkan ke KPK, Diduga Lakukan Tiga Kasus Suap, Terkait Pembunuhan Brigadir J
Simak video terkait :
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Dr Karomani MSi sebagai tersangka.
Karomani diduga telah menerima suap lebih dari Rp 5 miliar terkait penerimaan calon mahasiswa baru jalur seleksi mandiri di Unila tahun 2022. Karomani ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan selama lebih kurang 24 jam usai terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu (20/8/2022).
"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di kantornya, Minggu (21/8/2022) pagi.
Bukan hanya Karomani yang dijerat, KPK juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah HY (Heryandi) sebagai Wakil Rektor I Bidang Akademi Unila, MB (Muhammad Basri) sebagai Ketua Senat Unila, dan AD (Andi Desfiandi) dari pihak swasta. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, penjeratan keempatnya sebagai tersangka karena diduga telah terjadi transaksi suap.
Baca juga: Akhirnya Terungkap Ada Dugaan Suap Irjen Ferdy Sambo Selain Bunuh Brigadir J, Laporan Diterima KPK
Petugas KPK saat menggelarjumpa pers kasus dugaan kasus suap proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022). Para tersangka ditahan di dua tempat terpisah selama 20 hari kedepan (Tribunnews/JEPRIMA)
Karomani dkk diduga menerima suap terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di Unila. Diduga, ia menerima Rp 100-350 juta per penerimaan mahasiswa tersebut. Salah satunya dari Andi Desfiandi selaku keluarga mahasiswa yang diloloskan. Proses suap menyuap itu dilakukan saat seleksi jalur khusus Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) tahun akademik 2022.
"KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila memiliki wewenang salah satunya terkait mekanisme dilaksanakannya Simanila tersebut," kata Ghufron.
Selama proses Simanila itu, Karomani, kata Ghufron, aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta. Salah satunya dengan memerintahkan bawahannya menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk memberikan sejumlah uang.
"Yang apabila ingin dinyatakan lulus, dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas," katanya.
Baca juga: Dugaan Korupsi Ikan Kaleng, Kejari Kuliti Mantan Kepala Inspektorat Manado Sulawesi Utara
Total Rp 5 miliar Besaran nominal yang disepakati bervariasi, berada pada kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta untuk setiap orang tua calon mahasiswa baru. Kemudian dalam penagihannya, Karomani diduga memerintahkan Mualimin selaku dosen mengumpulkan uang dari para orang tua yang ingin anaknya diluluskan. Salah satu yang memberikan uang adalah Andi Desfiandi.
Dia diduga menghubungi Karomani untuk bertemu langsung menyerahkan uang karena anggota keluarganya dinyatakan lulus Simanila. Namun, Karomani memerintahkan Mualimin menerima uang titipan dari Andi tersebut yang jumlahnya Rp150 juta di Lampung.
Adapun uang yang diterima Karomani melalui Mualimin seluruhnya yakni Rp603 juta. Sekitar Rp575 juta telah digunakan untuk keperluan pribadinya.
KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima oleh Karomani dari Budi Sutomo dan M Basri yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar. Sehingga, diduga uang yang diterima Karomani dkk mencapai Rp5 miliar.
"Uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar," kata Ghufron.
Dalam operasi tangkap tangan ini KPK telah mengamankan barang bukti yang diduga merupakan suap tersebut. Barang bukti itu yakni uang senilai Rp414,5 juta; deposito bank senilai Rp 800 juta; kunci save deposit box diduga isi emas setara Rp1,4 miliar; dan kartu ATM serta buku tabungan yang berisi Rp1,8 miliar. KPK menyatakan akan mengembangkan kasus tersebut dalam proses penyidikan.
Sementara para tersangka saat ini ditahan selama 20 hari ke depan. Terhitung mulai 20 Agustus hingga 8 September 2022, keempat tersangka akan ditahan di Rutan KPK. Andi Desfiandi ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur; Karomani di Rutan KPK pada gedung Merah Putih; serta M Basri dan Heryandi di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Atas perbuatannya, Andi Desfiandi selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara Karomani dkk selaku tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jalur Penerimaan Mandiri Dievaluasi
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan mengevaluasi program seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di semua perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Evaluasi dilakukan buntut kasus dugaan suap yang menjerat rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Prof Dr Karomani MSi. Ia ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap penerimaan calon mahasiswa baru di lingkungan kampus tersebut.
"Langkah konkret kita akan evaluasi, apakah sistem penerimaan mahasiswa baru ini terutama yang mandiri (sudah sesuai). Tadi sudah disampaikan Pak Ghufron (wakil ketua KPK), sebenarnya mandiri ini tujuannya baik pak. Hanya itu tadi, ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan," kata Inspektur Investigasi Inspektorat Kemendikbud, Lindung Saut Maruli Sirait, dalam konferensi pers di KPK, Minggu (21/8/2022).
Lindung memberikan contoh celah yang terjadi dalam proses seleksi mahasiswa baru via jalur mandiri. Celah tersebut yakni interval antara waktu pelaksanaan ujian hingga pengumuman yang panjang. Interval panjang ini berpotensi digunakan untuk praktik transaksional.
"Interval ujian dengan pengumuman itu ada sangat panjang, itu memberikan peluang terjadinya transaksional. Mungkin akan dievaluasi. Contoh, ujian langsung keluar hasilnya, sehingga kemungkinan transaksional itu dapat dimonitor," kata Lindung.
Dia mengatakan evaluasi itu akan dilakukan sesegera mungkin, termasuk soal parameter dan standar yang digunakan dalam seleksi mandiri mahasiswa baru agar transparan.
"Ini akan dievaluasi yang sangat harus dilakukan segera. Kemudian, model penerimaan mandiri ini parameternya tadi dikatakan Pak Ghufron, apa parameternya apa pengukurannya sehingga orang bisa lihat. Di sini lah perlu transparansi dan akuntabilitasnya," kata Lindung.
"Apa parameternya sehingga orang dikatakan lulus, tidak lulus, atau cadangan. Dan itu harus segera diumumkan dengan segera sehingga tidak ada interval waktu yang jadi celah terjadinya transaksional," sambung dia.
Adapun terkait posisi Karomani sebagai rektor, hal itu juga akan diputuskan segera. Apakah nantinya Kemendikbud menunjuk pelaksana tugas atau lainnya.
"Terkait pimpinan Unila, bagaimana? Apakah status pimpinannya? Dengan adanya kasus ini mau tidak mau pimpinan di kementerian harus mengambil (keputusan). Karena tidak boleh ada kekosongan pimpinan. Mungkin akan diisi Plt, itu kebijakan pimpinan dan Mas Menteri nanti," ungkapnya.
Begitu pula nasib mahasiswa yang masuk jalur suap, Lindung mengatakan itu akan diputuskan segera.
"Saya belum dapat mengambil putusan saat ini, mungkin akan kami rapatkan di kementerian bagaimana status mahasiswa ini," kata Lindung.
Ia mengatakan status mahasiswa Unila yang masuk jalur orang dalam itu perlu dikaji dan dievaluasi. Pasalnya, mereka masuk dengan cara curang.
"Karena ini juga menyangkut pertama adanya pelanggaran hukum, namun, mahasiswanya bagaimana ini?" ujar Lindung.
Cacat Yuridis
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penerimaan mahasiswa melalui jalur suap seharusnya dinyatakan cacat secara yuridis. Menurutnya, harus ada konsekuensi dari tindakan curang dalam penerimaan mahasiswa baru itu.
"Status mahasiswanya ini kan urusan administrasi, jadi rekrutmen mahasiswa baru sampai kelulusan itu adalah administrasi akademik. Kalau ada cacat yuridis di dalamnya, tentu kemudian di masing-masing perguruan tinggi itu ada aturan masing-masing," tutur Ghufron.
Namun KPK enggan ikut campur dalam pengambilan keputusan terhadap para mahasiswa Unila yang masuk melalui jalur suap. Ranah KPK cuma memproses hukum Karomani karena menerima suap.
"Kami, KPK menghormati, yang jelas KPK hanya akan melakukan kewenangannya dalam proses penegakan hukum korupsinya, persoalan administrasi konsekuensinya bagi mahasiswanya itu kami menghormati peraturan administrasi akademik perguruan tinggi masing-masing," tutur Ghufron.
Ghufron sendiri menilai kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila adalah sebuah ironi karena terjadi di dunia pendidikan, di mana kita berharap dunia pendidikan mampu mencetak ilmu dan kader-kader bangsa yang diharapkan bisa memberantas dan juga mencegah korupsi.
Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan, kata dia, menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya. Kader-kader bangsa yang diharapkan dapat dididik di lembaga pendidikan yang harapannya ke depan menjadi bangsa pemberantasan korupsi kemudian menjadi tidak memiliki harapan.
KPK, kata dia, melalui penindakan telah menangani berbagai modus perkara di sektor pendidikan baik melalui strategi pencegahan telah mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan mulai dari rekrutmen mahasiswa baru.
Selain itu, kata dia, KPK telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan dan kurang berkepastian. Namun demikian, kata Ghufron, KPK memahami jalur mandiri untuk mahasiwa atau calon mahasiswa baru dengan kebutuhan khusus misalnya daerah tertinggal, mahasiswa yang tidak mampu, dan lain-lain bertujuan mulia.
"Namun, karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur, maka kemudian menjadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel maka kemudian menjadi celah tindak pidana korupsi," kata Ghufron.
Oleh karena itu, kata dia, KPK berharap ke depan proses rekrutmen baik jalur mandiri atau afirmasi yang lain harus diperbaiki agar lebih terukur, akuntabel, dan partisipatif supaya masyarakat bisa turut mengawasi.
"Mudah-mudahan kejadian ini untuk dunia pendidikan tinggi mudah-mudahan kejadian terakhir dan kami tidak berharap untuk adanya tidak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi," ujarnya. (tribun network/git/dod)
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com