Brigadir J Tewas
Akhirnya Terungkap Bharada E Pastikan Brigadir J Dilumpuhkan, Beri 2 Tembakan Tambahan Jarak 1 Meter
Bharada E memastikan Brigadir J dilumpuhkan usai baku tembak yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022 lalu.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Akhirnya terungkap Bharada E memastikan Brigadir J dilumpuhkan meski sudah tak sadarkan diri usai baku tembak yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022 lalu.
Kepada Komisi Nasional Hak Asasi dan Manusia (Komnas HAM), Bharada E mengungkapkan kronologi baku tembak dengan Brigadir J.
Bharada E sempat beberapa kali adu tembak sampai melumpuhkan Brigadir J hingga tersungkur.
Baca juga: Baru Terungkap Fakta Paling Terbaru Kasus Pembunuhan di Subang, Yanti Istri Yosef Bongkar Fakta Lain
Baca juga: Gempa Guncang Sumut Pagi Ini Selasa 2 Agustus 2022, Baru Guncang di Darat, Info BMKG Magnitudonya
Baca juga: Akhirnya Terungkap Vera Belum Resign dari Puskesmas, Beda Pernyataan dengan Kuasa Hukum Brigadir J
Foto: Ilustrasi senjata yang dipakai Bharada E saat menembak Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo (Istimewa/Internet)
Bharada E kembali melepaskan dua tembakan pada Brigadir J, meski seniornya itu sudah tak sadarkan diri.
Di hadapan Komnas HAM, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E membeberkan detik-detik terlibat adu tembak dengan seniornya Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J atau Brigadir Joshua, Jumat (8/7/2022).
Diceritakan, awalnya rombongan tiba di rumah dinas dari untuk menjalani isolasi mandiri (isoman).
Saat itu Bharada E langsung naik ke kamarnya di lantai dua untuk beristirahat.
"Dia (Bharada E) bilang masuk ke ruangan ADC (aide de camp atau ajudan), dia bersih-bersih, tidur.
Tiba-tiba dia mendengarkan suara teriakan dari ibu P (red. Putri Candrawathi )," terang Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik dalam tayangan di YouTube metrotvnews, yang dikutip Tribunnews.com, Minggu (31/7/2022).
Bharada E bergegas turun ke lantai satu karena mendengar teriakan istri Irjen Ferdy Sambo yang memanggil namanya dan ketika turun, Bharada E melihat ada Brigadir J.
Ketika mencoba bertanya pada Brigadir J mengenai apa yang terjadi, Bharada E justru ditembak.
Lantaran merasa terancam, Bharada E memilih mundur untuk mengambil senjatanya.
Ia pun melepaskan tembakan ke arah Brigadir J untuk melindungi diri.
Foto: Potret Bharada E, Ajudan Kadiv Propam yang tembak Brigadir J karena bela istri Irjen Ferdy Sambo (Foto Istimewa)
"Nah, setelah beberapa tembakan itu dia mundur ke belakang, dia mengambil senjatanya, mengokang dan membalas tembakan itu," kata Taufan.
Sempat beberapa kali adu tembak, Bharada E berhasil melumpuhkan Brigadir J hingga tersungkur.
Bharada E kembali melepaskan dua tembakan pada Brigadir J, meski seniornya itu sudah tak sadarkan diri.
Alasannya, kata Taufan, Bharada E ingin memastikan Brigadir J telah berhasil dilumpuhkan.
"Menurut dia, kena tembakannya.
Setelah itu masih adu tembak lagi sampai kemudian saudara Brigadir J ini tersungkur."
"Dia datang ke jarak lebih dekat, kira-kira satu, dua meter, lalu menembak dua kali lagi untuk memastikan orang yang menyerang dia ini betul-betul bisa dilumpuhkan."
"Itu kesaksian dia sebagai terduga pelaku penembakan," terang Taufan.
Pengakuan Bharada E ini sama dengan yang disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan.
Pemicunya Bharada E menembak Brigadir J lantaran ingin melindungi diri dan istri Irjen Ferdy Sambo.
Istri Irjen Ferdy Sambo, kata Ahmad, sempat dilecehkan oleh Brigadir J ketika berada di kamar.
“Itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar,” ujar Ramadhan, Senin (11/7/2022), dilansir Kompas.com.
“Setelah dengar teriakan, itu Bharada E itu dari atas, masih di atas itu bertanya, ‘Ada apa Bang?’
Tapi, langsung disambut dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J,” ungkap Ramadhan.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hingga kini belum memeriksa istri Kadiv Propam Polri non-aktif Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawati soal permohonan perlindungan.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo menyebut sedianya Putri dilakukan pemeriksaan soal permohonan tersebut pada Rabu (27/7/2022).
Namun, pihak kuasa hukum melayangkan surat ke LPSK jika Putri belum bisa diperiksa karena kondisi psikologinya masih belum stabil.
"Sebenarnya kan dijadwalkan Rabu yang lalu tapi pengacaranya mengirimkan surat ibu Ferdy belum bisa memberikan keterangan karna kondisi psikologisnya.
Yaudah sikap kami menunggu saja," kata Hasto saat dihubungi, Minggu (31/7/2022).
Hasto menyebut pihaknya memberikan tenggat waktu selama 30 hari kerja sejak permohonan perlindungan tersebut dilayangkan.
Jika hingga waktu yang ditentukan Putri belum juga dilakukan pemeriksaan. Maka, LPSK akan menolak permohonan tersebut.
"Kami informasikan 30 hari kerja itu harus bisa diselesaikan.
Kalau 30 hari kerja lewat kita belum bisa melakukan asesmen ya kita putuskan tolak permohonannya," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Putri Chandrawati, istri dari Irjen Pol Ferdy Sambo dan Bharada E sudah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK terkait kasus kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Bharada E dan istri Irjen Ferdy Sambo yakni Putri Candrawati melayangkan permohonan perlindungan itu sejak 14 Juli kemarin.
Laporan istri Irjen Ferdy Sambo soal dugaan pelecehan dan pengancaman yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kini sudah naik ke penyidikan.
Artinya, pihak kepolisian saat ini menemukan adanya unsur pidana dalam laporan tersebut.
"Pasal yang kemarin disampaikan Pak Kapolri, perbuatan cabul dan pengancaman," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa (19/7/2022).
Dalam laporannya, istri Ferdy Sambo mempersangkakan Brigadir J dengan Pasal 335 KUHP dan 289 KUHP.
Pasal 335 KUHP Ayat (1) berbunyi Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Pasal 289 KUHP berbunyi; Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.
"(Kasus dilimpahkan) Ke Polda Metro Jaya untuk proses sidiknya (penyidikan), Bareskrim laksanakan asistensi," jelasnya.
(Tribunnews.com)
Tayang di Tribunnews.com