Polisi Tembak Polisi
Awal Mula Kasus Polisi Tembak Polisi Terungkap, Sebab Ajudan Kadiv Propam Brigadir J Meninggal Dunia
Berikut Ini dirangkum mulai dari awal mula kasus polisi tembak polisi terungkap, penyebab, hingga kabar terkini.
Penulis: Handhika Dawangi | Editor: Handhika Dawangi
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mempertanyakan alasan Bharada E bisa diizinkan menggunakan senjata api (senpi) saat bertugas sebagai pengawal Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Bambang Rukminto, seharusnya Bharada E tak diperbolehkan membawa senjata laras pendek lantaran pangkatnya masih Bhayangkara 2.
Karena itu, Polri harus mengungkap asal-usul senjata api milik Bharada E.
"Pelaku adalah tamtama berpangkat Bhayangkara 2 tentunya tak diperbolehkan membawa senjata laras pendek, makanya perlu disampaikan ke publik apa senjata pelaku, dari mana asal senjata maupun peluru yang digunakan," kata Bambang Rukminto saat dikonfirmasi, Selasa (12/7/2022).
Bambang menuturkan bahwa pengungkapan kasus ini harus dilakukan secara transparan. Termasuk, pemeriksaan senjata api pelaku maupun korban yaitu jenis maupun izin penggunaan bagi anggota Polri.
"Artinya Irjen Sambo sebagai atasan langsung juga harus bertanggung jawab pada senpi yang digunakan pelaku maupun korban," jelas Bambang.
Bambang menambahkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta untuk bertindak cepat, tegas dan transparan dalam mengungkap kasus tersebut agar tidak adanya asumsi liar.
"Segera menon-aktifkan Irjen Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam dalam tempo secepatnya untuk memudahkan penyeledikan yang obyekti, transparan dan berkeadilan," ujarnya. (tribunnews.com)
4. Anggota DPR RI Ingatkan Polri
Pada Selasa 12 Juli anggota DPR RI mengingatkan institusi Polri.
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengingatkan institusi Polri dengan sebuah pepatah.
Dia tak ingin citra Korps Bhayangkara menjadi rusak karena kasus tersebut.
"Kita tidak ingin Polri ini menjadi sebuah lembaga yang karena nila setitik rusak susuk sebelanga," ujar Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/7/2022).
Namun begitu, Pria yang akrab disapa Bambang Pacul menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada pengawasan internal Polri.
"Jadi menurut saya, ini kita tunggu pengawasan internal bekerja, kita tunggu pengawasan internal bekerja. Ada Paminal di sana, kemudian ada Propam di sana, ada ASDM di sana bidang pembinaan anggota Polri," jelas Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengharapkan kasus tersebut tidak terulang lagi. Apalagi, mereka bekerja memakai uang yang berasal dari rakyat.
"Kita berharap mendapat penjelasan lebih rinci lagi ke depan. Bahasanya kawan-kawan supaya masalah ini lebih terang benderang urusannya. Saya tidak akan bicara banyak karena kita sedang tunggu kinerja Polri," pungkasnya. (tribunnews.com)
5. Ayah Brigadir J Ungkap Kejanggalan Kematian Anaknya
Pada Selasa (12/7/2022), Samuel Hutabarat Ayah Brigadir Nofriansyah alias Brigadir J mengungkap kejanggalan kasus polisi tembak polisi.
Samuel Hutabarat menngungkap bahwa setahu dia, anaknya adalah seorang sniper khusus.
Samuel menganggap keterangan dari Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dirasanya aneh.
Diketahui, Ramadhan mengatakan ketika peristiwa saling tembak itu terjadi, Barada E melesatkan lima tembakan dan seluruhnya mengenai tubuh Brigadir Yosua.
Namun, saat Brigadir Yosua menembakan tujuh peluru, Ramadhan mengatakan tidak ada satu pun peluru yang mengenai Barada E.
Apalagi Ramadhan mengungkapkan orang yang pertama kali menembakan peluru adalah Brigadir Yosua.
Pernyataan Ramadhan inilah yang membuat Samuel menemukan ada keanehan.
Ditambah, kata Samuel, anaknya itu adalah seorang sniper khusus yang biasa ditempatkan di lokasi rawan.
Samuel pun membuktikannya dengan menyebut anaknya itu pernah mengikuti pendidikan Brimob dan lulus di tahun 2012.
"Kawan-kannya juga bilang kalau dia (Yosua) ini sniper yang khusus ditempatkan di titik rawan," ujarnya pada Selasa (12/7/2022).
Dengan latar belakang Brigadir Yosua sebagai sniper, Samuel pun menganggap tidak mungkin tembakan anaknya sama sekali tidak mengenai Barada E.
"Logikanya, kalau jarak dekat, kok bisa tidak kena tembakan anak saya," tegasnya.
Kejanggalan menurut Samuel pun bertambah ketika tiga ponsel milik anaknya juga belum ditemukan keberadaannya hingga saat ini.
"Mereka bilang tidak menemukan HP anak saya," kata Samuel.
Ingin Lihat Rekaman CCTV Rumah Ferdy Sambo
Berbagai kejanggalan yang ditemukan Samuel ini pun membuat dirinya ingin melihat rekaman CCTV di kediaman Ferdy Sambo yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
Ia pun mengaku telah siap untuk menyaksikannya meskipun mungkin isinya mengerikan.
Bukti rekaman CCTV ini, kata Samuel, demi kebenaran terkait apakah memang anaknya yang terlebih dahulu melakukan penembakan.
Di sisi lain, Samuel mengatakan di kediaman perwira tinggi seperti Ferdy Sambo tentunya memiliki CCTV dan juga dalam pengawasan ketat.
Itu kan rumah perwira tinggi, tolong diperhatikan rekaman CCTV," ujarnya.
Minta Kapolri Bentuk Tim Pencari Fakta
Atas kejanggalan tewasnya anak Samuel, ia pun meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membentuk Tim Pencari Fakta.
"Saya minta kepada pak Jenderal Listyo Sigit Prabowo, supaya ada perhatiannya dalam membentuk tim pencari fakta yang murni atas perintah bapak sebagai Kapolri," pinta Samuel dikutip dari Tribun Jambi.
Fakta Lain Tewasnya Brigadir Yosua: Sempat Hubungi Orang Tua Beberapa Jam sebelum Tewas hingga Telah Rencanakan Menikah
Sementara sebelum Brigadir Yosua tewas, Samuel mengatakan dirinya sempat berkomunikasi dengan anaknya itu.
Pada saat berkomunikasi itu, Samuel mengungkapkan keluarganya sedang berada di Balige, Sumatera Utara untuk melakukan ziarah ke makam luhur.
Kemudian, saat berkomunikasi itu, Samuel mengatakan bahwa anaknya sedang mendampingi keluarga Polri ke Magelang.
"Waktu itu masih aktif chat," tuturnya.
Tidak hanya berkomunikasi dengan Samuel, Yosua juga sempat menelpon ibunya.
Lantas, untuk memastikan dirinya telah tiba dari Magelang ke Jakarta, Samuel dan istri pun menghubungi anaknya.
Hanya saja, Brigadir Yosua justru tidak bisa dihubungi dan disebut kontak keluarganya telah diblokir.
"Semua diblokir, kakaknya dan yang lainnya diblokir," ujarnya.
Nahas, ketika tidak bisa dihubungi, Samuel dan istri justru mendapat kabar anaknya telah meninggal dunia.
Namun, informasi itu tidak disampaikan langsung oleh pihak kepolisian namun dari adik kandung Yosua yang juga bertugas di Mabes Polri.
Selain itu, Samuel juga menjelaskan pihaknya tidak memperoleh persetujuan atas autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.
Bahkan ketika sampai ke rumah duka, Samuel mengaku jasad anaknya dalam kondisi lebam di sekujur tubuh serta luka tembak di bagian dada, tangan, leher, serta bekas jahitan hasil autopsi.
Sementara cerita lain diungkapkan oleh bibi Brigadir Yosua, Rohani Simanjutak.
Rohani mengungkapkan Brigadir Yosua seharusnya akan menikah dalam waktu dekat.
"Ya dia akan menikah sekitar tujuh bulan lagi," ujarnya.
Selain itu, dirinya juga mengatakan ibu Brigadir Yosua juga telah bertanya kepada kekasih anaknya itu terkait rencana pernikahan.
"Kuatnya kau nak menunggu," tuturnya dikutip dari Tribun Jambi. (tribunnews.com)
6. Pernyataan Kompolnas: Tidak Ada yang Janggal Peristiwa Tewasnya Brigadir J
Tidak ada yang janggal dari peristiwa tewasnya Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Harian Kompolnas, Irjen (Purn) Benny Mamoto.
"Tidak ada (kejanggalan dalam peristiwa itu)," kata Benny Mamoto dikutip dari tayangan Kompas Tv, Rabu (13/7/2022).
Benny kemudian menjelaskan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pengumpulan data dan bukti dari para saksi.
Termasuk melihat dari foto-foto yang ada.
"Jadi kasus ini kan memang berawal dari terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J. Dia masuk ke kamar kemudian istri (Kadiv Ferdy Sambo) lalu Bharada E itu dengar (suara minta tolong dan) langsung turun untuk mengecek ada kejadian apa."
"Nah setelah turun ternyata ditemui di situ ada Brigadir J justru malah menodongkan senjata kemudian melakukan tembak."
"Kemudian terjadilah tembak-menembak yang akhirnya Brigadir J meninggal dunia," jelas Benny.
Banyak orang bertanya, mengapa tujuh tembakan Brigadir J tidak ada yang mengenai Bharada E, sementara lima tembakan Brigadir E itu kena semua.
"Nah yang pertama perlu dijelaskan bahwa kondisi Brigadir J ini dalam keadaan panik dalam keadaan tidak fokus untuk membidikkan senjatanya karena kaget ketahuan sehingga arah tembakannya tidak menentu, disamping itu juga terhalang oleh tangga."
"Sementara Bharada E dapat fokus karena dia ada di atas bisa mengarahkan senjatanya ke Brigadir J, ini posisinya sing memudahkan dia membidik."
"Disamping itu Bharada E ini ternyata memang juara menembak dari Brimob hingga bidikannya tepat, itu dalam sisi masalah (skil) tembakan," lanjut Benny.
Terkait beredarnya isu masalah ada luka sayatan dan luka-luka hingga terlihat lebam, Benny memberikan klarifikasi.
"Sudah kami klarifikasi kami melihat langsung foto-fotonya tidak ada luka sayatan yang ada adalah luka bekas pecahan peluru."
"Kalau sayatan itu tipis ya seperti kena pisau itu kan tipis, itu tidak (terlihat ada)"
"Kemudian juga dikatakan bahwa jarinya putus (itu) tidak, jarinya memang luka karena ketika dia megang pistol kena tembakan dari Bharada E," jelas Benny.
Selain itu, sambung Benny, saksi mengatakan tidak ada pemukulan yang terjadi dalam peristiwa itu.
"Ketika melepas tembakan dan pelurunya itu mengenai benda lain baru mengenai tubuh, proyektil itu pecah, maka lukanya belum tentu selebar lingkarannya itu kalau kena peluru utuh," jelas Benny.
Sementara itu, terkait dengan pertanyaan mengapa tiga hari kemudian baru disampaikan ke publik, Benny menyebut bahwa pada saat itu adalah Hari Raya Iduladha.
"Kita semua tahu dan itu Hari Raya Iduladha dan kejadian sore, sehingga polisi yang fokus untuk olah TKP untuk mengumpulkan bukti dan tentunya semua orang sedang liburan atau sedang merayakan Iduladha."
"Selain itu, masalah ini cukup sensitif tentunya harus dipastikan dulu kejadian sesungguhnya, baru kemudian bisa dirilis," jelas Benny.
Kendati demikian, untuk memperdalam dugaan dan opini yang berkembang di masyarakat, pihak kepolisian saat ini juga telah membentuk tim gabungan.
Diharapkan dengan transparansi ini nanti masyarakat jadi lebih yakin bahwa penangananya betul-betul profesional transparan dan akuntabel. (tribunnews.com)
7. Nomor WhatsApp ayah, ibu, dan adik Brigadir J diretas.
Nomor WhatsApp mereka diretas satu per satu sejak Selasa (12/7/2022) pagi hingga sore.
Mengutip Tribun Jambi, pakar IT dari Universitas Dinamika Bangsa, Ahmad Asyhadi S.Kom, M.Si, memastikan bahwa nomor WhatsApp keluarga Brigadir J diretas.
Hal ini dilihat dari notikasi yang muncul.
Keluarga pun tak bisa mengakses WhatsAppnya.
Hingga Rabu (13/7/2022), nomor WhatsApp keluarga Brigadir J masih diretas.
Padahal komunikasi terakhir dengan Brigadir J ada di ponsel tersebut. (Tribunnews.com)
8. Kapolres Metro Jakarta Selatan Ungkap Kronologi Penembakan, karena dipicu pelecehan seksual
Pada Rabu (13/7/2022). Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengungkap kronologi kejadian polisi tembak polisi.
Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengungkapkan baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam dipicu pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo.
Ketika itu disebutkan bahwa istri Ferdy Sambo baru saja pulang dari perjalanan luar kota dan sedang menjalani isolasi mandiri sambil menunggu hasil tes PCR.
Istri Kadiv Propam itu kemudian beristirahat di kamar pribadinya yang berada di lantai dasar.
"Setelah berada di kamar, sambil menunggu karena lelah mungkin pulang dari luar kota, ibu (istri Ferdy Sambo) sempat tertidur," ujar Budhi.
Secara tiba-tiba, jelas Budhi, Brigadir J masuk ke kamar istri Ferdy Sambo dan melakukan pelecehan seksual.
"Tiba-tiba Brigadir J masuk dan kemudian melakukan pelecehan terhadap ibu. ," terang Kapolres.
Budhi menuturkan, istri Ferdy Sambo terkejut dengan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J. Istri Ferdy Sambo lalu berteriak meminta tolong. Teriakan itu membuat Brigadir J panik.
"Saudara J membalas 'diam kamu!' sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan kd ibu Kadiv," ucap Budhi.
Bharada E dan seorang saksi berinisial K yang sedang berada di lantai 2 bergegas turun tangga mendengar teriakan meminta tolong.
"Baru separuh tangga, kemudian melihat saudara J keluar dari kamar tersebut. Saudara RE menanyakan ada apa, bukan dijawab tapi dilakukan dengan penembakan," kata Budhi.
Setelahnya, baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J tak terelakkan.
Dalam baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Bharada E menggunakan senjata jenis Glock yang berisi 17 butir peluru.
"Kami menemukan di TKP bahwa barang bukti yang kami temukan tersisa dalam magasin tersebut 12 peluru. Artinya ada 5 peluru yang dimuntahkan atau ditembakan," ungkap Budhi.
Sementara itu, Brigadir J menggunakan senjata jenis HS berisi 16 butir peluru. Ia disebutkan melepaskan 7 tembakan ke arah Bharada E.
Namun, dari 7 tembakan yang ditembakan, tak ada satu peluru pun yang mengenai Bharada E.
Sebaliknya, Brigadir J menderita 7 luka tembak dari 5 tembakan yang dilepaskan Bharada E. Satu tembakan di antaranya bersarang di dada Brigadir J.
"Dari 5 tembakan yang dikeluarkan Bharada RE tadi, disampaikan ada 7 luka tembak masuk. Satu proyektil bersarang di dada," ujar Budhi.
Belakangan diketahui bahwa Bharada E masuk dalam tim penembak nomor satu di Resimen Pelopor.
"Sebagai gambaran informasi, kami juga melakukan interogasi terhadap komandan Bharada RE bahwa Bharada RE ini sebagai pelatih vertical rescue, dan di Resimen Pelopor dia sebagai tim penembak nomor satu kelas satu di Resimen Pelopor," ungkap Budhi.
Polisi menyatakan belum menemukan alat bukti untuk meningkatkan status Bharada E menjadi tersangka.
Kombes Budhi mengatakan, hingga kini Bharada E masih berstatus sebagai saksi.
"Perlu kami sampaikan bahwa yang bersangkutan sebagau saksi," kata Budhi.
Budhi menjelaskan, penyidik belum menemukan alat bukti untuk meningkatkan status Bharada E menjadi tersangka.
"Sampai saat ini kami belum menemukan satu alat bukti pun yang mendukung untuk meningkatkan statusnya sebagai tersangka," ujar dia. (TribunJakarta.com)
9. Polisi Gelar Olah TKP Kasus Polisi Tembak Polisi
Pada Rabu 13 Juli 2022, Polisi menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Olah TKP digelar di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto dan Wakapolres AKBP Harun terlihat berada di lokasi.
Selain itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit juga ikut dalam olah TKP kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam.
Pantauan TribunJakarta.com sekitar pukul 12.20, tim Inafis Polri membawa tiga koper saat keluar dari rumah dinas Ferdy Sambo.
Dua koper di antaranya berwarna hitam dan satu koper lainnya berwarna oranye.
Hingga kini olah TKP di rumah dinas Kadiv Propam masih berlangsung.
Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan rekannya sesama polisi, Bharada E, di rumah dinas Kadiv Propam di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00.
Kapolres mengungkapkan, baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam dipicu pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo.
Ketika itu disebutkan bahwa istri Ferdy Sambo baru saja pulang dari perjalanan luar kota dan sedang menjalani isolasi mandiri sambil menunggu hasil tes PCR.
Istri Kadiv Propam itu kemudian beristirahat di kamar pribadinya yang berada di lantai dasar.
"Setelah berada di kamar, sambil menunggu karena lelah mungkin pulang dari luar kota, ibu (istri Ferdy Sambo) sempat tertidur," ujar Budhi.
Secara tiba-tiba, jelas Budhi, Brigadir J masuk ke kamar istri Ferdy Sambo dan melakukan pelecehan seksual.
"Tiba-tiba Brigadir J masuk dan kemudian melakukan pelecehan terhadap ibu. ," terang Kapolres.
Budhi menuturkan, istri Ferdy Sambo terkejut dengan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J. Istri Ferdy Sambo lalu berteriak meminta tolong. Teriakan itu membuat Brigadir J panik.
"Saudara J membalas 'diam kamu!' sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan kd ibu Kadiv," ucap Budhi.
Bharada E dan seorang saksi berinisial K yang sedang berada di lantai 2 bergegas turun tangga mendengar teriakan meminta tolong.
"Baru separuh tangga, kemudian melihat saudara J keluar dari kamar tersebut. Saudara RE menanyakan ada apa, bukan dijawab tapi dilakukan dengan penembakan," kata Budhi.
Setelahnya, baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J tak terelakkan.
Dalam baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Bharada E menggunakan senjata jenis Glock yang berisi 17 butir peluru.
"Kami menemukan di TKP bahwa barang bukti yang kami temukan tersisa dalam magasin tersebut 12 peluru. Artinya ada 5 peluru yang dimuntahkan atau ditembakan," ungkap Budhi.
Sementara itu, Brigadir J menggunakan senjata jenis HS berisi 16 butir peluru. Ia disebutkan melepaskan 7 tembakan ke arah Bharada E.
Namun, dari 7 tembakan yang ditembakan, tak ada satu peluru pun yang mengenai Bharada E.
Sebaliknya, Brigadir J menderita 7 luka tembak dari 5 tembakan yang dilepaskan Bharada E. Satu tembakan di antaranya bersarang di dada Brigadir J.
"Dari 5 tembakan yang dikeluarkan Bharada RE tadi, disampaikan ada 7 luka tembak masuk. Satu proyektil bersarang di dada," ujar Budhi.
Belakangan diketahui bahwa Bharada E masuk dalam tim penembak nomor satu di Resimen Pelopor.
"Sebagai gambaran informasi, kami juga melakukan interogasi terhadap komandan Bharada RE bahwa Bharada RE ini sebagai pelatih vertical rescue, dan di Resimen Pelopor dia sebagai tim penembak nomor satu kelas satu di Resimen Pelopor," ungkap Budhi.
Polisi menyatakan belum menemukan alat bukti untuk meningkatkan status Bharada E menjadi tersangka.
Kombes Budhi mengatakan, hingga kini Bharada E masih berstatus sebagai saksi.
"Perlu kami sampaikan bahwa yang bersangkutan sebagai saksi," kata Budhi.
Budhi menjelaskan, penyidik belum menemukan alat bukti untuk meningkatkan status Bharada E menjadi tersangka.
"Sampai saat ini kami belum menemukan satu alat bukti pun yang mendukung untuk meningkatkan statusnya sebagai tersangka," ujar dia. (TribunJakarta.com)
10. Istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo Jalani Trauma Healing
Istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo telah menjalani pemulihan trauma atau trauma healing setelah peristiwa baku tembak di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Dalam hal ini, Polres Metro Jakarta Selatan menunjuk psikolog Novita Tandry untuk memberikan trauma healing kepada istri Ferdy Sambo.
Sebelum aksi baku tembak, istri Ferdy Sambo diduga sempat mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang merupakan sopir dinasnya.
Novita menyebut istri Ferdy Sambo masih trauma seusai peristiwa baku tembak dan pelecehan yang dialaminya.
"Beliau sangat syok ya, goncangan pastinya. Memang dalam proses pendampingan," kata Novita dalam keterangannya, Rabu (13/7/2022).
Bahkan, sambung Novita, istri Ferdy Sambo mengalami gangguan traumatis dan terus menangis.
"Yang pasti, beliau sekarang mengalami gangguan traumatis karena langsung berada saat kejadian itu terjadi. Sangat syok dan terus-menerus menangis, keadaannya secara mental psikologis memang sangat butuh pendampingan dari ahlinya atau psikolog," ungkap Novita.
Selain memberikan pendampingan kepada istri Ferdy Sambo, Novita mengaku juga mengawasi anak dari jenderal bintang dua itu.
Ia mengungkapkan, Irjen Ferdy Sambo dan istri memiliki tiga orang anak. Satu di antaranya masih berusia 1,5 tahun.
"Tidak lepas juga anak-anak, karena bagaimana pun walau yang pertama sudah dewasa, 17 tahun, 15 tahun dan 1,5 tahun. Itu semuanya saya dampingi," ujarnya. (TribunJakarta.com)
11. Irjen Ferdy Sambo Bertemu Fadil Imran
Beredar video memperlihatkan pertemuan Irjen Ferdy Sambo dan Fadil Imran.
Diketahui saat bertemu Irjen Ferdy Sambo langsung memeluk Fadil Imran hingga menangis.
Beredar sebuah video singkat yang memperlihatkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo memeluk erat Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.
Dalam video nampak Kapolda Irjen Fadil Imran yang datang masuk ke ruangan langsung disambut peluk oleh Irjen Ferdy Sambo.
Isak Tangis pun ditampakkan Ferdy Sambo seraya pelukan Kapolda yang makin erat.
Video beredar di tengah sorotan publik terkait kasus penembakan Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo.
Namun hingga saat ini belum ada keterangan mengenai video tersebut.
Ferdy Sambo pun hingga kini belum memberi keterangan terkait insiden polisi tembak polisi yang terjadi di rumahnya.
Kapolres Jakarta Selatan sebelumnya menyebut aksi penembakan berawal dari pelecehan Brigadir J pada istri Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Di tengah perkembangan kasus tersebut dan pertanyaan publik tentang di mana Ferdy Sambo, beredar sebuah video singkat yang memperlihatkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo memeluk erat Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.
12. Terungkap Siapa yang Selalu Berada di Rumah Dinas Kadiv Propam
Mayjen (Purn) Seno Sukarto, Ketua RT 05/RW 01 Komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, mengungkapkan sosok yang kerap berada di rumah dinas Kadiv Propam.
Ternyata, sosok yang kerap berada di rumah dinas tersebut bukanlah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dan istrinya.
Seno mengatakan keduanya jarang menempati rumah dinas tersebut.
Rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo menjadi sorotan setelah menjadi lokasi penembakan yang menewaskan Brigadir Polisi Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Seno juga beberapa kali menanyakan keadaan di rumah dinas Ferdy Sambo kepada satpam komplek.
"Jarang (Ferdy Sambo dan istri di rumah dinas), karena saya sering tanya kok sepi. Iya Pak, nggak ada. Satpam sering saya tanya sekitar-sekitar ini, kan gampang dilihat," kata Seno di kediamannya, Rabu (13/7/2022) malam.
Sebagai informasi, lokasi rumah dinas Ferdy Sambo dan pos satpam hanya berjarak sekitar 50 meter.
Purnawirawan polisi bintang 2 itu mengungkapkan, rumah dinas Ferdy Sambo biasanya lebih sering dihuni oleh sopir dan beberapa orang lainnya.
"Biasanya itu pengemudi-pengemudi dan juga ya orang lain saja," jelas dia.
Di sisi lain, ia menyebut decoder CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo tidak mengalami kerusakan sebelum dan saat terjadi baku tembak.
"Kalau (CCTV) yang di luar masih aktif. Yang di dalam saya enggak tahu, yang punya rumah. Kecuali CCTV yang punya rumah mati, kita yang perbaiki," ujarnya. (TribunJakarta.com)
13. Beredar isu pencopotan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo
Isu pencopotan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo kian berhembus kencang.
Pencopotan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo disebut-sebut buntut kasus penembakan yang terjadi di rumah dinasnya di Kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatanbeberapa waktu lalu.
Di mana dalam peristiwa tersebut, Brigadir J meninggal dunia.
Peluang pencopotan Irjen Ferdy Sambo disampaikan langsung oleh Kapolri beberapa waktu lalu.
Di mana menurut orang nomor satu di Polri itu, kebijakan akan diambil setelah Polri menerima masukan dari tim gabungan yang telah dibentuk.
"Saya kira tim sudah bekerja, tim gabungan sudah dibentuk. Tentunya rekomendasi dari tim gabungan ini akan menjadi salah satu, kita jadikan untuk bahan saya untuk mengambil kebijakan-kebijakan lebih lanjut," kata Listyo dalam tayangan Breaking News Kompas TV, Selasa (12/7/2022).
Tim gabungan investigasi yang telah terbentuk dalam kasus tersebut dipimpin langsung Wakapolri.
Anggotanya adalah Irwasum, Kabareskrim, Kabaintelkam, Biro SDM plus Kompolnas dan Komnas HAM.
Sementara itu, kabar pencopotan Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam, kian menguat hingga sosok Brigjen Pol Hendro Pandowo disebut menggantikan posisinya.
Dari informasi yang dihimpun, sosok pengganti Ferdy Sambo yakni Brigjen Pol Hendro Pandowo, tengah menjabat sebagai Wakapolda Metro Jaya.
Brigjen Pol Hendro pernah menjabat sebagai Karo Provos Propam Polri.
Sosok Brigjen Pol Drs Hendro Pandowo, M.Si, yakni seorang perwira tinggi Polri yang sejak 3 Maret 2020 menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Hendro, merupakan lulusan Akpol 1991 dan berpengalaman dalam bidang reserse.
Jabatan terakhir jenderal bintang satu ini adalah Karoprovos Divpropam Polri.
Kasus yang terkenal ditangani Hendro yakni bom Sarina Thamrin. (Tribun-Medan.com)