Kasus ACT
Didesak Cabut Izin ACT karena Selewengkan Uang Donasi, Anies: Biarkan Proses Hukum Berjalan
Didesak untuk cabut izin ACT, Begini tanggapan Anies Baswedan soal pencabutan izinnya
"Izin diterbitkan oleh PTSP berupa tanda daftar yayasan sosial dan izin kegiatan yayasan," tutur Benni.
ACT juga memiliki izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) dari Kementerian Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 239/HUK-UND/2020 untuk kategori umum dan nomor 241/HUK-UND/2020 untuk kategori Bencana.
Izin itu diperbarui setiap tiga bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Sebelumnya, Kementerian Sosial telah mencabut izin PUB tersebut pada Selasa (5/7/2022).
"Jadi alasan kami mencabut (izin), dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial, sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi di Jakarta, Selasa pekan lalu.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Foto : Kasus ACT dugaan penyelewengan dana donasi . (Tribunnews.com/Naufal Lanten)
Sementara dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan, menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 60 rekening atas nama Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT terkait dugaan penggunaan dana yang melanggar perundang-undangan.
"Per hari ini, PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan, sudah kami hentikan," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Rabu (6/7/2022).
PPATK juga telah menganalisis transaksi keuangan ACT dan hasilnya ada indikasi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan ada dugaan aktivitas terlarang.
Ia juga menemukan ada karyawan ACT yang mengirimkan dana ke negara yang disebut PPATK berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme dengan rincian 17 kali transaksi dengan nilai total Rp 1,7 miliar.
Telah tayang di Kompas.com