Bentara Budaya
Melihat Karya dan Perjalanan Kepenulisan Sindhunata di Bentara Budaya Yogyakarta
Acara ini terselenggara atas kerja sama Bentara Budaya dengan Harian Kompas, Gramedia Pustaka Utama (GPU), Majalah Basis, dan Omah Petroek.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mau melihat catatan sumbangsih kesenian dan perjalanan kepenulisan wartawan senior sekaligus sastrawan Sindhunata?
Datanglah di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2, Kotabaru.
Selama lima hari atau 17 hingga 22 Mei 2022, digelar Pameran Literasi Lelaku Nulis 70 Tahun Sindhunata di Bentara Budaya Yogyakarta.
Acara ini terselenggara atas kerja sama Bentara Budaya dengan Harian Kompas, Gramedia Pustaka Utama (GPU), Majalah Basis, dan Omah Petroek.
Seluruh catatan sumbangsih kesenian dan perjalanan kepenulisan Sindhunata itu dapat disaksikan di Bentara Budaya Yogyakarta sampai dengan 22 Mei 2022.
Pengunjung diharapkan melakukan reservasi terlebih dahulu dan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.
Mengutip rilis yang diterima tribunmanado.co.id, pameran ini dilaksanakan sekaitan usia Sindhunata yang genap 70 tahun pada Kamis (12/5/2022) lalu.
Selama puluhan tahun berkarya, Sindhunata tak hanya menjadi penulis serba bisa yang menghasilkan aneka ragam tulisan, tetapi juga guru kehidupan yang mengajarkan berbagai nilai melalui karya-karyanya.
Makanya pameran ini menghadirkan karya ilustrasi, cover buku/majalah/koran, data, buku-buku dan repro kliping tulisan, juga foto perjalanan Sindhunata dalam berkarya di bidang jurnalistik, humaniora, filsafat, spiritualitas, bola, dan sastra.
Baca juga: Segini Kenaikan Anggaran Belanja di APBN 2022, Cukup Besar Jumlahnya, Usulannya Disetujui DPR RI
Pada pembukaan yang berlangsung 17 Mei 2022, telah ditampilkan pembacaan nukilan karya Sindhunata oleh dramawan Landung Simatupang.
Juga pementasan tari Remo Arjasura, pertunjukan musik oleh Kiki & The Klan, dan John & The Jail Story.
Tentang Sindhunata
Sindhunata memiliki nama lengkap Dr. Gabriel Possenti Sindhunata SJ. Dilahirkan pada 12 Mei 1952 di Kota Batu.
Memulai kariernya sebagai wartawan Majalah Teruna, Balai Pustaka pada tahun 1974.
Kemudian menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1977.
Beberapa karyanya antara lain: Anak Bajang Menggiring Angin (1983), Menyusu Celeng (2018), Air Kata-kata (2003), Air Kejujuran (2019), Putri Cina (2007), Anak Bajang Mengayun Bulan (2022), dan lain-lain.
Baca juga: Ini Alasan Kenapa Sebaiknya Sarapan di Pagi Hari Sebelum Melakukan Aktivitas
Sampai saat ini, Sindhunata telah melahirkan banyak tulisan jurnalistik serta puluhan buku. Sebagian besar mengedepankan tentang kemanusiaan.
Tema tersebut memang menjadi perhatian utamanya. Bahkan sejak dirinya masih wartawan muda di Majalah Teruna.
Sindhunata tidak hanya menghadirkan kemanusiaan lewat feature atau berita, tapi juga lewat berbagai ragam tulisan lain.
Novel Anak Bajang Menggiring Angin, salah satu karya Sindhunata berlatar kisah pewayangan Ramayana mampu menampilkan sisi kemanusiaan yang kuat.
Novel Anak Bajang Menggiring Angin bukan saja sebuah cerita yang menghadirkan keindahan kata-kata, tapi ibarat cermin kehidupan manusia yang penuh ambisi, dan pengharapan.
Novel yang bermula dari cerita bersambung di Kompas ini bukan saja jejak penting bagi Sindhunata, namun kehadiran menjadi bermakna di tengah generasi yang tidak lagi dekat dengan wayang.
Pada tahun 2019, novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Herding the Wind.
Baca juga: Sosok Odekta Naibaho Gadis Atlet Lari, Sumbang Medali Emas SEA Games 2021
Tahun 80-an merupakan periode penting bagi Sindhunata.
Selain Anak Bajang Menggiring Angin menjadi karya sastra yang digemari masyarakat, terbit pula bukunya yang lain berjudul Dilema Usaha Manusia Rasional.
Buku ini berisi tentang Sekolah Frankfurt dengan tokoh – tokohnya seperti Marx Hokheimer, dan Theodor Ardono.
Dilema Usaha Manusia Rasional menjadi buku yang diperbincangkan berbagai kelompok.
Bahkan sampai saat ini masih banyak yang mencari buku tersebut sampai kemudian dicetak ulang.
Pada tahun 1982, Sindhunata bersama dengan teman-teman wartawan Kompas dan beberapa seniman mendirikan Bentara Budaya yang menempati ruangan di sebelah toko buku Gramedia Yogyakarta.
Lewat Bentara Budaya, Sindhunata mengenal beberapa perupa. Bahkan dirinya menjadi bagian dari perkembangan seni rupa di Yogyakarta. (*)