Manado
Sendirian Nenek Ini Melayat di Makam Kapiten Kampung Cina Manado di Abad 18: Izin Engkong, Mau Foto
Kuburan tersebut sudah berusia 2 abad. Letaknya pada bagian bawah kuburan Cina di Kelurahan Paal Dua Manado.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Handhika Dawangi
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Kuburan tersebut sudah berusia 2 abad.
Letaknya pada bagian bawah kuburan Cina di Kelurahan Paal Dua Manado.
Yang dikubur disana adalah Teng Tjeng Tiong. Ia mantan Kapiten di kampung Cina Manado.
Di makam tertulis tahun wafat lahir dan wafat pada 1800 an. Tulisan pada kuburan itu berbahasa belanda.
Selasa (5/4/2022), di hari Ceng Beng atau hari dimana keluarga menyambangi makam leluhur, seorang wanita tua membersihkan kuburan itu. Namanya Deby Angkouw.
Ia mengaku salah satu turunan dari sang Kapitan.
"Saya satu satunya, ada lagi tapi mereka di luar daerah," bebernya.
Sebut Deby, sang engkong adalah Tionghoa totok. Tapi dia sudah tidak beragama Tridharma.
Meski demikian, kebiasaan mengunjungi makam leluhur tetap dijalani.
"Kami tetap menjalani ini sebagai bentuk cinta pada leluhur, namun kami sudah tidak ikuti ritualnya," bebernya.
Ungkap dia, tak hanya sang kapitan yang dimakamkan disana. Turut pula istri serta anggota keluarga yang lain.
Ia menuturkan, sudah biasa berkunjung ke makam leluhur saat Ceng Beng sejak berusia remaja.
Dari omanya ia beroleh nasihat agar tidak ikut ikutan merampas makanan dalam Ceng Beng. "Itu disajikan untuk para arwah," kata dia.
Pernah, kata dia, seseorang melihat para arwah yang dipanggil dalam acara Ceng Beng. Namun sang engkong tak ada. "Karena ia sudah tidak beragama Tridharma lagi," katanya.
Kepada salah satu saudaranya, ia berjanji akan terus berkunjung ke makam leluhur tiap Ceng Beng.
Makam engkongnya dekat jalan tapi sulit dijangkau.
Ada semak - semak tinggi, jalan menanjak dan deretan kuburan.
Semua kesulitan itu dilaluinya demi cinta pada engkong serta keluarganya.
Ada peristiwa unik saat Tribun Manado hendak mengabadikan momen itu. Di foto berulangkali tidak jadi. Kemudian dia bermohon.
"Izin engkong ini wartawan tribun manado, mau ambil foto dan taruh di koran," katanya.
Anehnya, setelah itu baru jadi. Sebuah foto berlatar makam sang Kapitan. Entah pekerja yang jadi tukang foto dadakan salah foto atau memang ada sesuatu yang lain.
Lia warga lainnya mengaku datang ke makam neneknya.
Ia bersama keluarga besarnya. "Ada suami, kakak, adik, ipar, kemanakan dan cucu, dari Manado dan luar Manado, bahkan ada yang dari Jakarta," katanya.
Begitu tiba di kuburan, ia langsung pasang dupa.
Kemudian menabur kertas perak yang ditimpa batu di atas kuburan.
Lalu kertas emas yang merupakan simbol dermawan. "Sesudah itu kami makan makan, sengaja makan bakmie karena itu kesukaan nenek," katanya.
Ia mengaku datang untuk menjalankan perintah Nabi Kongzi. Yakni menghormati leluhur. Hal ini, sebut dia, berimplikasi luas. "Jika
kita cinta leluhur berarti kita cinta pula kemanusiaan dan berarti cinta pula pada negara," katanya. (Art)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/foto-deby-angkouw.jpg)