Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Perang Rusia Vs Ukraina

AS dan Barat Pantau Hubungan China-Rusia Pasca Invasi ke Ukraina

Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akan melakukan panggilan telepon pada Jumat (18/3/2022) di tengah meningkatnya

Editor: Aswin_Lumintang
AFP PHOTO/POOL/LINTAO ZHANG
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping di Aula Besar Rakyat di Beijing 

TRIBUNMANADO.CO.ID, AMERIKA - Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akan melakukan panggilan telepon pada Jumat (18/3/2022) di tengah meningkatnya invasi Rusia ke Ukraina.

Bersamaan dengan situasi saat ini, posisi Beijing berada di bawah pengawasan internasional yang meningkat.

Dilansir CNN, China dan Rusia bukanlah sekutu militer.

Baca juga: Potret Cantik Adik Venna Melinda yang Jarang Disorot, Ternyata Istri TNI, Karier Tak Kalah Mentereng

Baca juga: Baru Terungkap Arti Nama Mandalika di Lombok Tengah NTB, Pantas Diidamkan Banyak Pria, Ini Kisahnya

Namun dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara ini meningkatkan kemitraan di sektor perdagangan, teknologi, dan pelatihan militer.

Baik Kremlin maupun Beijing, juga vokal terhadap tindakan Barat yang mereka sebut mencampuri urusan keduanya.

Perang di Ukraina dimulai beberapa minggu setelah Beijing mendeklarasikan kemitraan tanpa batas dengan Moskow.

Presiden AS Joe Biden (kiri) saat memberikan sambutan di Washington, DC pada 15 Maret 2021; dan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) di Kremlin di Moskow pada 5 Maret 2020. AS memberlakukan sanksi baru terhadap delapan anggota elit Rusia bersama dengan anggota keluarga mereka.
Presiden AS Joe Biden (kiri) saat memberikan sambutan di Washington, DC pada 15 Maret 2021; dan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) di Kremlin di Moskow pada 5 Maret 2020. AS memberlakukan sanksi baru terhadap delapan anggota elit Rusia bersama dengan anggota keluarga mereka. (Pavel Golovkin, Eric BARADAT / AFP / POOL)

Di Februari lalu, Xi Jinping bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing.

Kedua pemimpin negara ini menandatangani pernyataan bersama yang mencakup ketidaksetujuan terhadap ekspansi NATO.

Diketahui, ekspansi NATO ke negara bekas Uni Soviet dan niat Ukraina untuk bergabung ini lah yang menjadi alasan Putin melancarkan invasi.

Baca juga: Selaraskan Program, Pemkot Tomohon Gelar Forum Lintas Perangkat Daerah

 
Beberapa hari menjelang invasi, Beijing secara terbuka menyangkal laporan intel AS bahwa Rusia akan segera menyerang Ukraina.

Sejak perang dimulai, China mencoba untuk memproyeksikan sikap netral.

Beijing tidak mengutuk tindakan Rusia dan menolak menyebut serangan itu sebagai invasi.

Diplomat China sempat mengkritik ekspansi NATO dan menuduh Amerika Serikat memicu konflik, tetapi juga menyerukan solusi diplomatik.

Namun dengan perang yang masih berlanjut, para ahli percaya posisi Beijing semakin tidak dapat dipertahankan karena dua alasan ini:

1. Ancaman Ekonomi

Jika China memberikan dukungan kepada Rusia, itu bisa melanggar sanksi Barat.

Perusahaan China yang terlibat, terancam hukuman sekunder yang akan mengancam mereka di pasar global.

2. Ancaman Diplomatik

Sikap Beijing dapat menenggelamkan hubungan antara China dan mitra dagang utamanya di Barat.

Perdagangan antara Uni Eropa dan China mencapai $800 miliar tahun lalu dan perdagangan AS-China lebih dari $750 miliar, menurut data resmi China, sementara perdagangannya dengan Rusia hanya di bawah $150 miliar.

Bahkan sebelum perang, hubungan AS-China memburuk karena masalah-masalah seperti perdagangan, Taiwan, dan catatan hak asasi manusia Beijing.

Sementara itu, negara-negara Eropa juga mulai mengeraskan pandangannya terhadap China.

Menurut percakapan CNN dengan dua pejabat AS, Rusia dikatakan meminta dukungan militer dan ekonomi dari China.

Intelijen AS menilai, Beijing telah menyatakan keterbukaan terhadap permintaan ini.

Kendati demikian, kata sumber pejabat AS, belum jelas kebersediaan Beijing memberikan bantuan kepada Moskow.

Namun Gedung Putih menyebut, Biden akan memaparkan ancaman konsekuensi dari tindakan semacam itu selama panggilan telepon dengan Xi.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved