Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Terorisme

Fakta-fakta Seorang Dokter yang Ditembak Mati Densus 88, Terduga Teroris, Aktif Berkegiatan Sosial

Tagar #PrayForDokterSunardi menduduki trending nomor 1 di lini masa Twitter Indonesia dengan lebih dari 37 ribu twit, per Jumat sore (11/3/2022).

KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Ilustrasi - Petugas Densus 88 tengah berjaga di sekitar rumah terduga teroris 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini fakta-fakta tersangka teroris Jamaah Islamiyah (JI), dokter Sunardi alias SU ditembak mati Densus 88 karena diduga ingin menabrakkan mobil ke petugas.

Dokter SU merupakan warga Sukoharjo, Jawa Tengah.

Dia diidentifikasi oleh Densus 88 sebagai petinggi teroris JI dan yang memfasilitasi sebuah lembaga untuk mendanai dan merekrut anggota JI.

Baca juga: Pantas Bayi Askara Anak Al dan Andin Hengkang dari Ikatan Cinta, Ternyata Hanya Dibayar Rp 200 Ribu

Penembakan terhadap SU sempat menuai nyinyiran dari warga yang menyayangkan aksi para petugas menembak mati.

Nama Dokter SU menjadi topik pembicaraan di Twitter usai dirinya ditembak mati Densus 88 atau Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Bahkan, tagar #PrayForDokterSunardi menduduki trending nomor 1 di lini masa Twitter Indonesia dengan lebih dari 37 ribu twit, per Jumat sore (11/3/2022).

Diberitakan oleh Kompas.com (10/3/2022), SU ditembak mati lantaran diduga merupakan seorang teroris di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Berikut fakta-fakta Dokter SU, terduga teroris yang ditembak mati oleh Densus 88:

Penembakan guna menggagalkan pelarian

SU ditembak mati oleh Densus 88 pada Rabu (9/3/2022) malam sekitar pukul 21.00 WIB di Desa Gayam, Kecamatan Sukoharjo, lantaran mencoba melarikan diri.

Saat itu, dirinya mencoba melarikan diri menggunakan mobil pribadi.

Dokter berusia 54 tahun itu bahkan sempat menabrak pagar rumah warga di Kelurahan Sugihan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo hingga rusak.

Menurut laporan, dua anggota Densus 88 juga terluka saat hendak menangkap, lantaran terduga teroris mencoba menabrakkan kendaraan yang dikemudikan ke petugas.

Seorang dokter dan aktif berkegiatan sosial

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo Arif Budi Satria membenarkan perihal profesi terduga teroris sebagai dokter.

Arif juga menyebut SU membuka praktik di rumahnya di Gayam, Kecamatan Sukoharjo, dan di Pondok Pesantren Ulul Albab.

“Betul, beliau dokter umum masih aktif,” kata Arief.

Arief menambahkan, SU menjadi anggota IDI sejak lulus pendidikan dokter dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Ia juga aktif melakukan kegiatan sosial dan mengobati pasien secara gratis.

“Beliau berpraktik untuk sosial, banyak yang digratiskan oleh beliau. Kalau itu (pengobatan gratis) kegiatan sosial masing-masing pribadi. Kegiatan (kemanusiaan) itu tidak dilaporkan ke kami,” ujar Arif.

Diduga bagian dari terorisme

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri (Karo Penmas) Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, SU diduga menjabat sebagai deputi dakwah dan informasi, sekaligus nasihat Amir kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI).

Dirinya juga disinyalir merupakan penanggung jawab Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI), yang merupakan sayap organisasi JI dalam bidang kemanusiaan.

HASI sendiri kerap merekrut dan mengirim anggota JI ke Suriah untuk berperang dan menghimpun dana sumbangan dari masyarakat untuk membiayai perjalanan anggota JI ke Suriah.

Pribadi tertutup dan tidak pernah hadir di kegiatan warga

Ketua RT tempat terduga teroris tinggal, Bambang Pujiana Eka Warsono, mengatakan bahwa tempat praktik SU tidak terlalu ramai dengan pasien.

Lebih lanjut Bambang menerangkan, dokter SU terkenal dengan perawakannya yang gempal dan menggunakan tongkat bantu untuk berjalan.

Pengakuan Bambang, SU juga orang yang jarang bersosialisasi dengan warga sekitar.

Keluarga akan melakukan upaya hukum

Keluarga SU akan melakukan upaya hukum atas tindakan Densus 88 yang menembak SU hingga meninggal.

Hal tersebut dikarenakan pihak keluarga yakin terduga teroris tidak terlibat dalam jaringan terorisme.

“Yang jelas kita menyayangkan sikap penegakan hukum yang kemudian ada kekerasan, apalagi tembak mati. Mestinya ada upaya paksa, atau upaya hukum yang sifatnya melumpuhkan. Bukan mematikan,” tegas perwakilan keluarga Endro, kepada Kompas.com (10/3/2022).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved