Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kondisi Jasad 8 Santri Korban Kebakaran Pesantren Miftahul Mengejutkan, Berpelukan dan Wangi

Jasad 8 santri ditemukan berpelukan, petugas yang cium bau harum bukan bau terbakar saat evakuasi korban kebakaran pesantren di Karawang

Editor: Alpen Martinus
Kolase Tribunnews.com: Kanal YouTube KompasTV dan TribunJabar.id /Dwiky Maulana Vellayati
(Kiri) Detik-detik kebarakan di kebakaran Pesantren Miftakhul Khoirot, Kabupaten Karawang dan (Kanan) Prosesi pemakaman seorang korban. Cerita Petugas Damkar Cium Wangi Harum saat Evakuasi Jasad Santri di Pesantren Miftakhul Khoirot 

Sang Kyai kemudian mencari ilmu ke ke Syekh Tubagus Ahmad Bakri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur di Purwakarta.

Setelah belajar dari Mama Sempur, Kiai Haji Zarkasih mendirikan Pesantren Pusaka.

Abdul Muhaimin (31), pengurus pesantren bercerita kala itu pesantran diikuti oleh bapak-bapak.

Namun dengan berjalannya waktu banyak anak-anak yang ikut mengaji.

"Awalnya hanya pengajian bapak -bapak. Kemudian lama - lama anak-anak juga ikut ngaji. Santri kalong istilahnya," kata Muhaimin.

Sang Kyai kemudian menikahkan anak perempuannya dengan penghapal Alquran, Kyai Haji Muhtadin Al Hafiz.

Sang menantu kemudian meneruskan Pesantren Pusaka dan menggantinya dengan nama Pesantren Miftahul Khoirot.

Kini Miliki 600 Santri

Muhaimin mengisahkan, saat ini pondok pesantren dipimpin oleh generasi ketiga yakni Kiai Haji Agus Muhtadin.

Pesantren tersebut pun kini dikenal dengan menghasilkan para santri penghapal Al-Quran. Jumlah santri pun terus bertambah hingga 600 orang.

Para santri adalah anak-anak yang terbagi menjadi 400 santri perempuan dan 200 santri laki-laki.

"Lalu semakin berkembang santrinya dari 100 orang, kemudian bisa mencapai 200 orang lebih," kata Muhaimin.

Ia bercerita sang ayah ingin banyak anak-anak yang mneghapal Alquran hingga pihak pondok mendirikan madrasah tsanawiyah (MTS) dan madrasah aliyah (MA).

Pesantren tersebut kemudian diurus oleh 14 anak Kiai Haji Agus Muhtadin.

"Seluruh anak abah itu ada 14 orang dan saya anak kesepuluh. Semua anaknya mengurus bagian yang berbeda dan saya untuk mengurus santri yang remaja. Untuk yang menjadi ketua yayasan atau pengasuh itu anak tertua," katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunPekanbaru.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved