Digital Activity
Sulut 'Koleksi' Ribuan Perpustakaan, Tapi Minat Baca Masih Rendah
Jumlah perpustakaan di Sulut ada 7.551 unit. sebagai pembanding, Indonesia itu termasuk nomor 2 jumlah perpustakaan terbanyak.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Provinsi Sulut punya ribuan perpustakaan, meski bertabur fasilitas justru tdak berbanding lurus dengan tingkat minat baca.
Asripan Nani, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Daerah (DPKD) Provinsi Sulut mengatakan di Indonesia termasuk Sulut ada anomali.
"Perpustakaan nomor 2 terbanyak, tapi kegemaran membaca lihat saja 1 buku 15 orang yang baca," kata dia saat hadir sebagai tamu di Poscast Tribun Manado, Senin (10/1/2022)
Asripan Nani mengatakan, ada dua indeks mengukur berkaitan dengan minat baca ini
Pertama, Nilai Tingkat Kegemaran Membaca Masyarakat Sulut,
"Data saya peroleh kurang lebih 57,22 persen tingkat kegemaran membaca di Sulut di segala umur, mulai SD sampai masyarakat umum," ungkap dia.
Jumlah penduduk Sulut sekitar 2,5 juta jiwa, sementara jumlah kluster membaca itu sekitar 2,2 juta
"Dari jumlah itu didapat 57,22 persen," ujarnya
Alangkah baiknya indeks ini jika sudah menyentuh angka 75 persen, sehingga bisa dikatakan baik.
Kedua, Indeks Pembangunan Literasi Sulut ada di angka 40,99 persen
"Dari dua variabel ini, berarti saya berpikir mesti kerja keras ini, ada GAP harus dicapai.
Minimal pada RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) itu 60-70 persen pada dua variabel ini," kata Mantan Sekda Bolaang Mongondow Utara ini.
Ia pun berpikir mesti ada langkah-langkah strategi yang harus dilakukan, itu pun tidak cukup hanya dengan kekuatan DPKD saja, tapi mesti ada komunitas yang memberi dukungan, termasuk satu di antaranya Duta Baca.
"Nanti akan menggenjot presentase Indeks Literasi Masyarakat di Sulut," ujar Birokrat asal Bolmong Raya ini.
Dari data ini menyimpulkan ada permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Ia mengatakan, ada kesan di masyarakat, perpustakaan itu tempat membaca, tapi paradigma baru perpustakaan itu inklusi sosial
"Perpustakaan provinsi sebagai pembina sudah bertransformasi lebih ke life skill, arahnya mendapat kesejahteraan," ujarnya.
Tantangannya bagaimana DPKP mewujudkan agar orang merasa senang dulu datang ke perpustakaan, kemudian sisi penataan ruang, maupun daya tarik.
"Supaya orang datang, bukan cuma datang belajar, tapi ngopi, berdiskusi, membedah buku," ungkap dia.
Saat ini sudah era menuju ke arah digitalisasi perpustakaan meski kata dia masih terkendala dua hal. Pertama, sisi kesiapan SDM, kedua perangkat pendukung masih terbatas .
Faradila Bachmid Duta Baca Sulut mengatakan soal literasi itu cakupannya luas, salah satunya baca tulis itu baru merupakan pintu masuk.
Literasi ini semisal mencakup sains, finansial, digital, kewargaa, budaya hingga numerasi
Dari cakupan ini, ia mengatakan Sulut punya potensi, apalagi dari para anak muda generasi milenial.
Sebenarnya para generasi milenial sudah banyak yang jadi pelaku literasi meski di antaranya beraktivitas dalam diam.
Ia mencoba mendorong agar apa yang dilakukan bisa berbagi sehingga diketahui banyak orang
"Bagaimana bisa menjadi influencer, untuk masyarakat luas," ujarnya.
Kembali soal perpustakaan, ia sepakat perpustakaan harus bertransformasi menjadi inklusif
Anak muda sekarang perpustakaan bertransformasi jadi inklusif sosial
Namun pemerintah pun harus merespon cepat dan tepat agar program ini bisa berjalan dengan baik
Ia mencontohkan perpustakaan hadir di Kota Bitung, berbasis inklusif sosial lebih condong ke disabilitas. Perpustakaan ini menyediakan literasi berupa life skill
"Tidak sebatas orang normal berikan life skill. Literasi aware dengan teman disabilitas," ungkap Pegiat Literasi ini. (ryo)
• Tertua di Minahasa, Rumah Kopi Gembira Kawangkoan Jadi Tempat Nongkrong Favorit
• Menteri Erick Thohir Laporkan Dugaan Korupsi di Garuda : Ini Audit Investigasi, Bukan Tuduhan
• Bupati Bolsel Kunjungi Tribun Manado, Iskandar Kamaru Pantau Ruang Redaksi dan Percetakan