Tribun Network
Wawancara Khusus dengan Ketua KPU RI Ilham Saputra, Nikmati Kerja Walau Kerap Kena Bully
Ilham Saputra mengakui pernah ada orang yang mencoba melobinya terkait penyelenggaraan pemilihan umum
TN : Tugas Komisioner KPU tidak ringan, mobilitas tinggi, bagaimana cara Anda supaya tetap dalam kondisi fit?
IS: Tentu di waktu luang saya menggunakannya untuk olahraga. Saya suka sepedaan, kadang saya main sepak bola. Menjaga stamina ini penting karena mengatur waktu untuk istirahat dan berolahraga penting karena memang pekerjaan kita ini sepenuh waktu. Kadang hari libur masuk, tapi saya kadang mencuri-curi waktu untuk berolahraga agar saya tetap fit.
TN : Sepanjang menjadi Komisioner dan Ketua KPU, apa catatan yang bisa Anda sampaikan kepada orang yang menjadi penerus selanjutnya?
IS : Yang paling penting dalam menjadi penyelenggara pemilu, dia harus kemudian menghormati sumpah ketika dilantik. Tentu ini kan bersumpah atas nama Tuhan dan bersedia bekerja penuh waktu. Karena ketika masuk tahapan itu seluruh pekerjaan itu ya harus standby di kantor, kita memastikan seluruh tahapan itu berjalan dengan baik. Kadang-kadang rapat juga mendadak karena ada sesuatu yang perlu kita putuskan. Kemudian menjaga integritas.
TN : Bagaimana caranya menjaga integritas?
IS : Itu tadi, berkaca atau mengacu pada sumpah yang diambil bahwa itu sumpah kita kepada Tuhan. Kemudian memahami bahwa melanggar integritas itu adalah sebuah perbuatan yang melanggar undang-undang. Itu penting ditanamkan kepada komisioner siapapun yang akan menyelenggarakan pemilu dan pilkada 2024 yang akan datang.
TN : Untuk menghindari fraud, apa perlu melibatkan lembaga lain? Bagaimana wujudnya?
IS: Tentu. Pertama di undang-undang diatur soal fraud atau kecurangan itu ada pengawas pemilu ada Bawaslu, kemudian ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Itu juga kan untuk menjaga komisioner KPU maupun Bawaslu tetap lurus, dan menjaga etiknya sebagai penyelenggara pemilu. Jadi kanal-kanal untuk membuat orang tidak berbuat seperti itu sudah ada, ada pengawasan. Bahkan ada teman-teman NGO, masyarakat sipil, yang sudah melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja kita dalam menjalankan tahapan pemilu.
TN : Ada anggapan suara bisa direkayasa lewat oknum KPU. Secara teknis, mungkin tidak?
IS: Sebetulnya secara administrasi itu berjenjang. Dari TPS ke Kecamatan, nanti kan dilihat formulir yang di TPS dibawa ke Kecamatan, oh ini. Kemudian dari Kecamatan ke Kabupaten. Dari Kabupaten ke Provinsi. Provinsi ke KPU RI.
Dalam proses itu tentu ada pengawasan, kemudian kita menghadirkan saksi dan menghadirkan jika diperlukan orang yang melakukan rekapitulasi di tingkat bawah.
Seharusnya itu tidak terjadi, tetapi kita tidak menutup mata bahwa memang masih ada juga penyelenggara pemilu yang melakukan tindakan seperti itu. Tetapi dalam pengalaman 2019 itu kita laporkan kepada etik, bahkan kita laporkan bisa menjadi tindak pidana pemilu karena melakukan manipulasi suara.
TN : Secara teknis berarti memungkinkan?
IS: Sebenarnya kalau nakal ya berbahaya. Makanya saya bilang tadi di dada setiap penyelenggara pemilu itu harus ada sikap integritas bahwa anda penyelenggara pemilu disumpah sama Tuhan maka tidak boleh melakukan tindak manipulasi seperti itu.