Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hukum dan Kriminal

Hancurnya Hati Orangtua Korban Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santrinya, Hingga Lahirkan 8 Anak

Selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orang tua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya

Editor: Finneke Wolajan
stimewa
Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Hancurnya orangtua santri Guru Pesantren di Bandung yang rudapaksa 12 anak didiknya

Guru tersebut adalah Herry Wirawan yang melecehkan 12 santriwati yang harusnya ia didik.

Beberapa dari korban bahkan memiliki bayi akibat dilecehkan oleh Herry.

Sebelas dari 12 korban adalah anak asal Kabupaten Garut

Bukan cuma keluarga, kekecewaan juga dirasakan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan.

Dia merasakan betul rasa marah dan perasaan yang berkecamuk dari para orang tua santri dari Garut yang anaknya menjadi korban perkosaan gurunya di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, itu.

Herry Wirawan, guru pesantren di <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/bandung' title='Bandung'>Bandung</a> yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi
Herry Wirawan, Guru Pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi (Tribun Jabar)

Korban rudapaksa Guru Pesantren bernama Herry Wirawan yang berasal dari Garut ternyata masih ada pertalian saudara serta bertetangga.

Diah menyaksikan pilunya momen pertemuan para orang tua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dirudapaksa guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya.

"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia empat bulan oleh anaknya, semuanya nangis," kenang Diah.

Orang tua korban pun berat terima kenyataan

Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orang tua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.

Kondisi yang sama, menurut Diah, juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orang tua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya sebelum akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung, sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.

Menurut Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orang tua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.

"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved