Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Pahlawan

Profil Arnold Mononutu, Tokoh Pergerakan Nasional Asal Sulut, Peran Besar dalam Kemerdekaan

Selama hidupnya, kata Denni, Arnold dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta.

Penulis: Ventrico Nonutu | Editor: Rhendi Umar
ISTIMEWA
Sosok Arnold Mononutu, Pahlawan Nasional Akan Dilantik Presiden Jokow 

Upaya Belanda untuk menemukan solusi federalis untuk Indonesia termasuk diantaranya pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) pada tahun 1946.

Arnold Mononutu menjadi anggota parlemen NIT dan memimpin kelompok anggota parlemen yang pro-republik.

Dia memfokuskan usahanya untuk membujuk anggota parlemen lain untuk mendukung gagasan menyatukan NIT dengan Republik Indonesia.

Setelah Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, Arnold Mononutu mendirikan Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Organisasi ini berusaha menyoroti tindakan Belanda yang berupaya untuk kembali menjajah Indonesia.

Pada bulan Februari 1948, ia memimpin sebuah delegasi NIT untuk mengunjungi dan bertemu dengan para pemimpin Republik Indonesia di Yogyakarta.

Pada tahun 1949, NIT menjadi konstituen dari Republik Indonesia Serikat (RIS), yang kemudian dibubarkan pada 17 Agustus 1950 dan digantikan oleh Republik Indonesia yang bersatu.

Menteri Penerangan

Arnold Mononutu ditunjuk sebagai Menteri Penerangan dalam pemerintahan Indonesia pada tiga kesempatan terpisah:

Di Kabinet Republik Indonesia Serikat mulai 20 Desember 1949 hingga 6 September 1950.

Di Kabinet Sukiman-Suwirjo dari 27 April 1951 hingga April 1952.

Di Kabinet Wilopo dari 3 April 1952 hingga 30 Juli 1953.

Selama menjabat sebagai menteri penerangan, beberapa daerah di Indonesia diguncang oleh pemberontakan-pemberontakan termasuk di Jawa Barat (Angkatan Perang Ratu Adil), Sulawesi Selatan (oleh Andi Azis), dan Maluku (oleh Chris Soumokil).

Arnold Mononutu bersama dengan Soekarno mengunjungi daerah-daerah ini dan dalam rapat-rapat terbuka mempromosikan cita-cita sebuah bangsa yang bersatu.

Pada tahun 1949 sesudah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, dalam suatu tim kerja dengan kolega terdekatnya sesama Diplomat, Mr. Soedibjo Wirjowerdojo (yang kemudian mendampinginya selaku charge d'affaires/Wakil Duta Besar di RRC tahun 1953–1955), ia yang pertama kali mengumumkan nama Batavia menjadi Jakarta.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved