Berita Birung
Masyarakat Pinasungkulan Bitung, Minta Ganti Untung Rp 25 Juta Per Meter
PT MSM/TTN memiliki sejumlah lokasi atau lobang tambang, yang terus menerus di keruk kandungan emas didalamnya
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado – Daarrr… bunyi blasting atau pengeboman, yang terasa di tempat wisata Lembah Araren, Kelurahan Pinangunian Kecamatan Ranowulu, Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Rabu (3/11/2021).
Blasting merupakan bagian dari aktivitas pertambangan, dilakukan PT MSM/TTN. Setiap hariya dirasakan masyarakat, bahkan beberapa waktu lalu sempat berdampak ke rumah warga retak dan terkena dengan serpihan batu besar, diduga dari aktivitas blasting.
Blasting itu sempat dirasakan Tribunmanado.co.id, dan seorang wartawan senior di Kota Bitung saat melakukan pulbaket atau pencarian data terkait rencana relokasi kampung Kelurahan Pinasungkulan, untuk eksplorasi perusahan.
Dentuman Blasting, yang dirasakan warga ibarat minum obat 3x1 atau sehari tiga kali, dirasakan warga.
Blasting yang sempat dirasa dan didengar wartawan terjadi di satu diantara lokasi lobang tambang atau pit Alaskar.
PT MSM/TTN memiliki sejumlah lokasi atau lobang tambang, yang terus menerus di keruk kandungan emas didalamnya. Ada Alaskar, kemudian Kopra dan Araren Puncak.
Pelaksanaan blasting atau peledakan, yang dilakukan pihak perusahan di sampaikan dalam media papan informasi.
Disebar dibeberapa titik di Kelurahan Pinasungkulan, serta di depan kantor lurah.
Ayen Kambey tokoh pemuda setempat menyampaikan, terkait dengan informasi relokasi kampung belum ada kejelasan.
Saat ini sebagaimana yang Ayen Kambey rasakan, tinggal di Kelurahan Pinasungkulan sudah tidak menyenangkan.
Dengan adanya aktivitas blasting, operasional tambang, debu yang beterbangan membuat hidup sehari-sehari tidak nyaman.
“Untuk relokasi kampung, belum ada titik temu antara masyarakat dan perusahan. Kalau mau di relokasi lakukan dengan wajar, masyarakat lewat persatuan dan kesepakatan ingin disiapkan tempat seperti rumah, sekolah, gereja, kantor lurah, balai kelurahan perkebunan, peternakan dan semua yang ada seperti di kampung saat ini,” kata Ayen Kambey.
Hal-hal seperti ini, patut ada kepastian agar ketika masyarakat di relokasi masih bisa beraktivitas hingga masih memiliki penghasilan.
Untuk informasi ganti untung, masyarakat ingin rp 25 juta per meter tapi belum ada kesepakatan dengan pihak perusahan.
"Satu diantara yang membuat kami tidak nyaman adalah, aktivitas blasting atau pengeboman yang dirasakan setiap hari tiga kali. Di jam 12 siang dan dua kali di jam 5 sore. Lalu ada dampak dari blasting pernah ada batu besar hingga ke rumah warga,” kata dia.