Berita Bitung
Warga Masih Beraktivitas Seperti Biasanya di Lokasi KEK Bitung
Luas lahan total ada 534 hektare. Terbagi 92,79 hektare sudah dimiliki pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan 441 hektera dimiliki masyarakat umum.
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado – Warga yang menempati KEK Bitung Provinsi Sulut, di Kelurahan Sagerat, Manembo-Nembo dan Tanjung Merah Kecamatan Matuari belum menunjukkan tanda-tanda berkemas meninggalkan lokasi itu, Senin (25/10/2021).
Amatan di lapangan, warga masih tinggal beraktifitas di rumah semi permanen dari kayu, tripleks dan setengah beton.
Terinformasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara bakal melakukan penertiban, di lahan milik pemerintah.
Bangunan rumah warga, tersebar luas di lokasi KEK yang oleh pemerintah akan dikembangkan untuk investasi perikanan, industri, kelapa dan turunan serta investasi lainnya.
Luas lahan total ada 534 hektare. Terbagi 92,79 hektare sudah dimiliki pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan 441 hektera dimiliki masyarakat umum dan perusahan swasta.
Lokasi KEK berada di tiga wilayah, yaitu Kelurahan Sagerat, Manembo-Nembo dan Tanjung Merah semuanya di Kecamatan Matuari.
Berjarak 36 kilometer (KM) dari Kota Bitung, 8 Km dari Pelabuhan Bitung dan 30 Km dari Bandara Internasional Sam Ratulangi Bitung.
Pada bagian depan rumah, rata-rata diberi tanda atau nomor dan blok dengan piloks warna hitam.
Sejumlah terlihat melakukan aktivitas di luar rumah seperti menyapu halaman, dan adapula yang beraktivitas di dalam rumah.
“Tanya jo ke pengurus di kantor,” kata seorang warga pria saat disambangi untuk dilakukan wawancara, Senin (25/10/2021).
Warga lainnya yang dijumpai disela-sela memberi makan hewan ternak sapi, mengaku sudah setahun lebih menumpang di rumah warga Kota Bitung yang berada di lokasi KEK.
Warga laki-laki ini, mengaku merupakan perantau dari Gorontalo dan bekerja menjaga, merawat perkebunan milik dan hewan ternak sapi milik warga Bitung di KEK.
Dia bilang, sudah beberapa kali mengetahui terkait informasi aka nada pengosongan.
“Disini hanya menumpang, tidak ada rumah. Kalau pun mau pindah balik ke Gorontalo,” katanya.
Di rumah yang di huni bersama keluarga, istri dan anak adalah rumah milik dari orang lain.