Solar di Sulut Langka
Solar Langka di Sulut, ALFI Beber Oknum Nakal Borong BBM Subsidi Jual ke Industri
Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar masih mengalami kelangkaan di Provinsi Sulawesi Utara.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Chintya Rantung
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar masih mengalami kelangkaan di Provinsi Sulawesi Utara.
Kondisi ini bahkan sudah berlangsung sekitar 3 bulan.
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) satu di antara yang merasakan dampak kelangkaan solar tersebut.
Para pengusaha logistik tergabung dalam ALFI Sulut memiliki 500 lebih armada truk yang membutuhkan pasokan solar tiap hari.
Ramlan Ifran, Sekretaris ALFI Sulut mengatakan, sebenarnya kebutuhan solar Sulut sudah mencukupi, persoalannya masalah klasik.
"Ada oknum yang main solar, beli solar subsidi kemudian di jual ke industri," ujar Ramlan Irfan kepada tribunmanado.co.id, Rabu (20/10/2021).
Masalah ini pun sudah diangkat saat rapat dengar pendapat di DPRD Sulut, Selasa (19/10/2021) malam, bersama Pemprov, Pertamina, dan Hiswana Migas.
Ramlan menjelaskan, alasan ada oknum-oknum main solar subsidi ini. Pasalnya ada selisih harga antara solar subsidi dan solar industri.
Harga solar subsidi yang biasa digunakan masyarakat Rp 5.150, sementara harga solar industri Rp 8.000.
"Ada selisih sekitar Rp 4.000 per liter," kata dia.
Ini jadi peluang bagi oknum nakal mengeruk keuntungan.
"Mereka beli di SPBU harga subsidi, kemudian jual ke industri, dapat untung," ungkapnya.
Masalah yang muncul kemudian solar jadi langka, kuota yang harusnya digunakan masyarakat dialihkan ke industri.
Ramlan mengatakan, pihaknya sudah seringkali memergoki permainan solar ini.
Caranya juga klasik
"Contoh mobil yang dimodifikasi untuk isi solar, ini banyak terjadi, ada lagi yang tampung pakai gelon di SPBU," kata dia.
Ramlan mengatakan, masalah ini karena ada oknum-oknum yang bermain, bahkan menuding petugas SPBU ikut terlibat.
Tapi itu belum cukup "Cari celah main, pasti ada yang back up, oknum ini berpengaruh, bukan orang biasa," katanya.
Ramlan mengaku punya bukti praktek-praktek culas ini dilakukan, bahkan punya rekaman videonya. Ia berharap para oknum ini ditangkap dan dibuka semua siapa dalangnya.
Jems Tuuk, Anggota DPRD Sulut pun menemui masalah yang sama di daerah pemilihannya.
Ia mendapati di wilayah Dumoga, Bolaang Mongondow beredar solar harganya Rp8.500 per liter, padahal harga subsidi beli di SPBU hanya Rp 5.150.
"Solar gelap masuk ke Dumoga 8500 per liter," kata Politisi PDI Perjuangan ini.
Mau tak mau, solar itu dibeli pasalnya tidak ada lagi solar di Dumoga, apalagi SPBU di wilayah ini pun sudah tak beroperasi.
Masalah kelangkaan solar pun sudah menyebar ke sektor lain, semisal pertanian. Petani jadi tak bisa mengoperasikan mesin traktor untuk membajak sawah.
"Pertamina tidak menyelesaikan permasalahan. Kita bayangkan Pertamina BUMN terbesar di Indonesia pelayanan masyarakat model begini," ungkap Tuuk.
Sandra Rondonuwu, Anggota DPRD Sulut mengatakan, masalah kelangkaan ini tidak akan terjadi jika BBM bersubsidi tepat sasaran.
Persoalannya BBM ini tidak tepat sasaran
"Pengawasannya bagaimana? Ada industri tidak boleh pakai subsidi tapi memakai subsidi," kata dia.
Persoalan ini kata dia, tidak akan selesai, meski kuota BBM pun ditambah untuk Sulut.
Tito Rivanto Sales Manager Area Pertamina Sulutgo menargetkan dalam waktu 7 hari akan diuraikan masalah antrean solar ini.
"Kami ingin sama-sama kondusif, penyaluran (BBM) kondusif, tapi kami hanya menyalurkan sesuai amanat Migas," kata dia.
Namun ia juga meminta Pertamina dibantu Pemprov dan DPRD Sulut untuk penambahan kuota dari pusat. (ryo)
Baca juga: Stefan William Ungkap Akhir Kisahnya Bersama Celine: Saya Terpukul selama Proses Perceraian Kami
Baca juga: Terbitkan Ijazah S1 Olahraga Hingga Pendidikan, Kampus Theologia di Minut Diperiksa Polisi
Baca juga: Kanye West Sah Ganti Nama Menjadi YE, Kata yang Sering Dikatakan dalam Alkitab