Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Pengakuan Saksi G30S PKI: ''Pak Untung dan Pak Latief Pamitan dengan Soeharto Mau Nyulik Jenderal''

Pengakuan dari seorang mantan anggot pasukan Cakrabirawa, Ishak Bahar (87) saat peristiwa Gerakan 30 September atau G30S PKI 1965.

Editor: Frandi Piring
Via Kompas.com/Koleksi pribadi Nani Nurrachman Sutojo
Pengakuan saksi G30S PKI 1965. Kolonel Latief dan Letkol Untung bertemu Soeharto sebelum culik Dewan Jenderal. 

Ishak menuturkan, tidak semua jenderal yang dibawa oleh prajurit Cakrabirawa dalam keadaan hidup.

“Jenderal Yani (Letjen Ahmad Yani), Panjaitan (Brigjen D.I. Panjaitan), Haryono (Mayjen Harjono) mati, dan Toyo (Brigjen Sutoyo) sudah meninggal. Yang hidup hanya tiga, Jenderal Prapto (Mayjen R. Soeprapto), Jenderal Parman (Mayjen S. Parman) dan Tendean (Lettu Pirre Tandean). Jenderal Nasution enggak ada,” kata Ishak.

“Saya kaget, saya panik malah, kok ada begini, ada apa,” sambungnya.

Karena kepanikan itu, para jenderal yang diculik, baik masih hidup atau sudah meninggal dijebloskan ke dalam sebuah sumur tua.

Tubuh mereka dilempar lalu ditembak dari atas secara membabi-buta.

“Saya menyaksikan langsung dengan satu polisi namanya Soekitman.

Awalnya, Soekitman ini suruh dibunuh, tapi saya tahan, saya lindungi, saya bilang kamu tidak tahu apa-apa,” kata Ishak sambil memperagakan detik-detik penembakan.

Kelak, Soekitman yang diselamatkan Ishak ini menjadi saksi kunci bagaimana kebiadaban para tentara Cakrabirawa membantai Dewan Jenderal.

Dia pula yang menunjukkan lokasi jasad Dewan Jenderal dibenamkan dalam sumur tua lalu diuruk dan ditanam pohon pisang.

Ishak mengungkapkan, peristiwa pembantaian itu berlangsung sangat cepat.

Bahkan, sampai detik terakhir penembakan jenderal, dia masih belum percaya apa yang terjadi di depan matanya adalah nyata.

“Saya hanya sedikit tahu kalau Dewan Jenderal ini mau menggulingkan Pak Karno, sebagai pasukan pengawal presiden, Cakrabirawa berkewajiban menggagalkan itu,” terangnya.

Ishak mulai sadar, bahwa dirinya sudah terjebak masuk dalam pusaran gejolak politik yang maha dahsyat.

Meski demikian, Ishak belum sepenuhnya paham skenario seperti apa yang akan menjeratnya setelah itu.

“Setelah itu lalu bubar, saya enggak tahu (Untung dan Latief) pada ke mana, saya ditinggal dengan pasukan-pasukan yang lain.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved