Nasional
Menunggu dan Menagih Janji Jokowi soal Perlindungan Data Pribadi, RUU PDP Masih Buntu
Jokowi menegaskan bahwa kedaulatan data harus diwujudkan, salah satu bentuknya adalah dengan melindungi data pribadi melalui regulasi.
Pada Mei 2020 setidaknya terjadi tiga kasus kebocoran data.
Pertama, sebanyak 91 juta data pengguna dan 7 juta penjual di Tokopedia diduga bocor.
Kedua, 1,2 juta data penggunan Bhineka.com diduga bocor dan diperjualbelikan di Dark Web.
Ketiga, sebanyak 2,3 juta data pribadi warga Indonesia dari daftar Pemilu 2014 diduga berhasil dipanes dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU).
RUU PDP mendesak disahkan
Melindungi data pribadi adalah hak asasi setiap individu. UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (4) menyatakan, setiap orang berhak punya hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Data pribadi bukan sekadar komposisi dalam KTP seperti nama, tanggal lahir, nomor induk, dan sebagainya.
Terdapat beberapa data pribadi yang perlu diperhatikan, seperti data kondisi fisik dan mental, tanda tangan, retina mata, sidik jari,
dan aib seseorang, detak jantung, aktivitas olahraga, riwayat pencarian, perjalanan dan lokasi termasuk dalam kategori data pribadi.
Pengetahuan ini sangat penting untuk dipahami masyarakat dan pemerintah bahwa beberapa hal itu juga merupakan data pribadi yang perlu dilindungi.
Terdapat konsekuensi untuk diri sendiri dan negara ketika kita mengizinkan data ini dikumpulkan oleh pihak lain.
Oleh karena itu, instrumen hukum dan RUU PDP harus segera disahkan.
"Pemerintah harus segera menyelesaikan keamanan data dengan merampungkan UU PDP dan juga meningkatkan pengamanan server-server penyimpanan data," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono.
Menurut Dave, RUU PDP penting untuk disegerakan mengingat banyaknya kasus dugaan kebocoran data masyarakat Indonesia.
Ketika ditanya mengenai proses pembahasan RUU PDP, Dave mengaku belum mengetahui perkembangan terkininya.