Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Nasional

Petugas Kesehatan Tak Perlu Pakai Baju Hazmat Saat Tangani Pasien Covid 19, Ini Penjelasan Kemenkes

Baju putih layaknya astronot itu biasa menghiasi keadaan selama pandemi Corona baik saat menjemput orang terpapar Covid-19 atau ketika pemakaman.

Editor: Alpen Martinus
Weibo via Daily Mail
Heboh video petugas medis lepas baju hazmat dan cairan yang diduga keringat keluar begitu banyak. 

TRIBUNMANADO.CO.ID- penggunaan baju hazmat kini menjadi teren yang digunakan tenaga kesehatan saat merawat pasien atau aktifitas di rumah sakit.

kebanyakan tenaga kesehatan tersiksa saat menggunakan pakaian hazmat tersebut.

Tapi ada kabar gembira, kini petugas kesehatan tak perlu lagi menggunakan pakaian hazmat tersebut.

Baca juga: Ambil Paksa Jenazah Corona, 300 Warga Bawa Sajam, Baju Hazmat Petugas Dilucuti, Ancam Bakar Ambulans

Petugas mengenakan masker dan hazmat suit sebelum melakukan evakuasi WNI yang tiba dari Wuhan di lokasi observasi Hangar Lanud Raden Sajad, Natuna, Kepri, Minggu (2/2/2020). WNI yang sebelumnya transit terlebih dahulu di Batam tersebut dievakuasi dari Wuhan, China, akibat merebaknya wabah Virus Corona.
Petugas mengenakan masker dan hazmat suit sebelum melakukan evakuasi WNI yang tiba dari Wuhan di lokasi observasi Hangar Lanud Raden Sajad, Natuna, Kepri, Minggu (2/2/2020). WNI yang sebelumnya transit terlebih dahulu di Batam tersebut dievakuasi dari Wuhan, China, akibat merebaknya wabah Virus Corona. (Tribunnews.com)

Sesuai aturan dari Kementerian Kesehatan, penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat tak lagi digunakan saat merawat pasien di rumah sakit.

Baju putih layaknya astronot itu biasa menghiasi keadaan selama pandemi Corona baik saat menjemput orang terpapar Covid-19 atau ketika pemakaman.

Saat ini, dokter dan perawat cukup menggunakan gown atau gaun lengan panjang saat merawat pasien Corona.

Pasalnya baju hazmat digunakan untuk berhadapan dengan orang penyakit Ebola, yang lebih cepat menular.

Baca juga: Pemerintah Indonesia Terima Ribuan Masker dan Baju Hazmat, Kali Ini dari Perusahaan Asal Tiongkok

Amri Tua Manik petugas pemulasaraan RSUDAM mengenakan baju hazmat sebelum memandikan jasad pasien corona.
Amri Tua Manik petugas pemulasaraan RSUDAM mengenakan baju hazmat sebelum memandikan jasad pasien corona. (ISTIMEWA)

Kepala Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Kota Pangkalpinang Betty Varia Kommala Sary menyebut, sebetulnya sudah sejak bulan Maret 2021 lalu pihaknya tak lagi menggunakan baju hazmat.

APD yang digunakan saat ini sudah berganti menjadi gown (gaun), baju lengan panjang hingga lutut itu sebetulnya secara fungsi sama dengan hazamat.

Kata Betty, RSBT menerapkan penggunaan gown untuk penanganan covid-19 itu berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan RI.

"Berdasarkan pedoman Kemenkes RI untuk penanganan covid-19 ini cukup menggunakan gown karena kalau hazmat itu untuk penanganan ebola yang lebih cepat penularannya.

Baca juga: Tunjang Penanganan Covid-19, Christo Eman Sumbangkan 200 Baju Hazmat ke RSUD Anugerah Tomohon

dr Angela Sengke kepala Puskesmas Donowudu berfoto bersama dengan jajarannya yang memakai pakaian hazmat saat menerima bantuan dari sang suami Rudolf Wantah anggota DPRD Bitung
dr Angela Sengke kepala Puskesmas Donowudu berfoto bersama dengan jajarannya yang memakai pakaian hazmat saat menerima bantuan dari sang suami Rudolf Wantah anggota DPRD Bitung (Istimewa)

Tapi hazmat tetap kami sediakan untuk tindakan khusus. Kita berdasarkan acuan yang ada di WHO bukan kita asal membuat," ujar Betty saat ditemui Bangkapos.com di RSBT, Selasa (10/8/2021).

Menurutnya, penularan covid-19 bisa melalui saluran pernapasan, baik droplet ataupun kontak.

Dengan demikian daerah itu saja yang perlu dilindungi.

"Makanya lindungi bagian hidung dan mulut, serta mata. Dan yang harus kencang sekali dilindungi itu daerah wajah itu, kita tetap kencang sekali dengan daerah yang perlu dilindungi, yaitu pintu masuk dan keluarnya virus itu," bebernya.

Betty menegaskan, untuk daerah pintu masuk penyebaran virus pihak rumah sakit tetap selalu mengencangkan prosedurnya, seperti para dokter dan perawat wajib menggunakan masker N95 yang ketat, kacamata, penutup kepala sekaligus faceshild.

"Jadi bukan berarti virus itu nembus kulit baju seperti itu bukan, tetapi dia melalui pintu saluran pernapasan berarti yang harus kenceng ditutup itu daerah hidung dan mulut dan lakukan kebersihan tangan.

Itu yang paling penting, jadi bukan masalah gown atau hazmatnya tetapi perlindungan dilakukan pada pintu masuk yakni saluran pernapasan," jelasnya.

"Intinya itu yang harus kita perhatikan bukan sibuk dengan hazmatnya, kan bukan melalui kulit atau yang lain tapi virus masuk melalui saluran pernapasan," tegasnya.

Hal yang sama juga disebutkan, Direktur RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, dr Muhamad Fauzan, kata Fauzan sudah sejak awal tahun kemarin RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang tak lagi menggunakan hazmat.

"Tenaga kesehatan (Nakes) kita juga tidak masalah dengan penggunaan APD level 2 itu.

Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada penularan dari pasien kepada petugas karena menggunakan baju itu, kalau nakes yang kena itu dari klaster keluarga," sebut Fauzan.

Fauzan juga mengakui, dengan penggunaan gown dapat lebih mempermudah nakes dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien.

"Memang secara psikologis orang ketika melihat saat baju hazmat itu dikenakan jadi takut, nah kita juga mengurangi tingkat kecemasan itu, dan juga mempermudah aktivitas nakes selain memang sudah prosedurnya seperti itu ya.

Dengan itu jadi lebih leluasa bergerak, pasien nyaman kita layani dengan baik," bebernya.

Prosedur Penggunaan APD Level 2

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang dr Masagus M Hakim menyebut, pemakaian baju hazmat memang sudah tidak lagi dianjurkan.

"Karena sebetulnya kita sudah tau penularan covid-19 itu dari droplet atau percikan air liur jadi kita cukup jaga jarak dan APD level 2 saja sudah cukup.

Jadi cukup masker bedah, sarung tangan, penutup kepala, dan baju gown saja sudah cukup, intinya melindungi pintu kluar masuk penularan itu," ujar Hakim kepada Bangkapos.com, Selasa (10/8/2021).

Kata Hakim, yang terpenting Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) diterapkan dengan benar oleh setiap rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya.

Diakui Hakim, baju hazmat tidak lagi digunakan juga menghindari rasa kecemasan yang berlebihan oleh pasien yang dirawat.

"Memang kalau kita petugas kesehatan pakai baju hazmat seperti itu bikin pasien takut, secara sikologis sepertinya orang ini tidak bersahabat dengan pasien, tidak ingin merawat dengan baik, jadi lebih baik kami mengikuti anjuran WHO APD-nya cukup level 2 saja yang penting jaga jarak dan mematuhi protokol," jelasnya.

Adapun tingkatan penggunaan APD sendiri terbagi tiga, APD tingkat perlindungan ketiga diperuntukkan di ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan kecurigaan atau sudah terkonfirmasi Covid-19.

Kata Hakim, pada APD tingkatan ketiga bagi dokter dan perawat, mereka diharuskan menggunakan masker N95 atau ekuivalen, gaun khusus, sepatu bot, pelindung mata atau face shield, sarung tangan bedah karet steril dan sekali pakai, penutup kepala, dan apron.

Kemudian APD tingkatan perlindungan kedua atau level 2 digunakan oleh dokter, perawat, laboran, radiografer, farmasi, dan petugas kebersihan ruang pasien Covid-9. APD pada tingkatan ini digunakan saat tenaga medis, dokter dan perawat, di ruang poliklinik, pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernafasan.

"APD berupa masker bedah tiga lapis, gaun, sarung tangan karet sekali pakai dan pelindung mata. Ini yang saat ini sedang kita gunakan," sebutnya.

Lalu, APD tingkatan perlindungan pertama merupakan APD yang digunakan pada lokasi atau kondisi yang relatif kurang berisiko. Jenis APD termasuk kategori ini yaitu berbagai jenis masker, sarung tangan kerja maupun berbahan karet sekali pakai, serta gaun.

"Salah satu petugas yang diwajibkan memakai APD ini yaitu sopir ambulans.

Mereka diwajibkan menggunakan masker bedah tiga lapis, sarung tangan karet sekali pakai dan gaun saat menaikkan dan menurunkan pasien suspect Covid-19," jelas Hakim.

(Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah)

Like and Subscribe :

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Ini Alasan Baju Hazmat Tak Lagi Dipakai Nakes Saat Rawat Pasien Covid-19, Bukan Penyakit Ebola

Berita lain terkait Baju Hazmat

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved