News
Warga Binusan: 'Bagaimana sih Rasanya Beli Token', Nasib Hidup di Desa Tanpa Listrik Puluhan Tahun
Pengakuan warga di Desa Tanpa Listrik: “Bagaimana sih rasanya beli token listrik itu, penasaran saya, apakah ada asam manisnya kah ya?” kata Sappe.
Warga Binusan Dalam bahkan masih kesulitan mendapatkan air bersih.
Biasanya warga hanya mengandalkan sumur gali dan air rawa, itu pun kadang kering saat musim kemarau datang.
Berbagai macam kesulitan ini telah disampaikan ke desa induk dan kecamatan. Namun hingga saat ini belum ada realisasi dan hanya sebatas janji.
“Kami harus membiasakan dengan cahaya terbatas pada malam hari, kesulitan air dan sulitnya membeli sembako.
Pagi harus basah dikarenakan embun, malam harus was-was terhadap binatang buas seperti ular dan lainnya,” kata Sappe lagi.
Menurut Sappe, harusnya Desa Binusan Dalam bisa berkembang selayaknya desa lainnya, apalagi berada satu daratan dengan Pulau Nunukan.
Terasa aneh sekali jika melihat ibu kota kabupaten yang terang benderang, sementara Desa Binusan Dalam yang masih satu daratan justru tidak teraliri listrik.
Masyarakat dipaksa mengisi baterai handphone dengan berjalan kaki jauh menuju desa induk, sementara anak-anak sangat membutuhkan handphone untuk belajar online di masa pandemi Covid-19 seperti ini.
Kadang, untuk menuju rumah ibadah seperti gereja atau masjid, warga harus berjalan di atas tanggul lahan sawah sambil meraba-raba saat musim penghujan.
Jalanan terendam akibat banjir.
“Orangtua terpaksa beli HP untuk anak belajar daring, padahal kami rata-rata petani.
Ada dua orang pegawai, itupun pegawai honorer penjaga kubur.
Jangan heran kalau di sini masih banyak warga yang buta aksara,” terangnya.
Bukan hanya pada aspek ekonomi, sosial budaya dan pendidikan.
Pada aspek kesehatan juga kian memprihatinkan.